Alkisah Rakyat ~ Di daerah Jakarta Barat, tepatnya di Rawabelong, tinggallah sepasang suami dengan seorang anak laki-laki yang bernama si Pitung.
Sejak Pitung kecil, mereka sangat berharap agar anak semata wayangnya itu tumbuh menjadi anak yang baik dan soleh, oleh karena itu, Pitung di sekolahkan di pesantren milik seorang guru ngaji yang bernama Haji Naipin.
Di Pesantren Haji Naipin Pitung di ajarkan berbagai macam ilmu, ilmu yang diajarkan antara lain mengaji, membaca, menulis, berhitung dan bela diri. Pitung menyerap ilmu yang diajarkan oleh gurunya dengan baik. Ia merupakan salah satu murid kebanggaan haji Naipin.
Setelah ilmu yang dipelajarinya cukup, Pitung kembali ke rumah. Kedua orang tuanya menyambutnya dengan gembira. Nyaknya memasakkan makanan yang lezat, Pitung menyantap hidangan tersebut dengan lahap, maklum selama di pesantren ia biasa makan seadanya.
Selama di rumah, Pitung rajin membantu kedua orangtuanya. Ia menggembalakan kambing-kambing milik babenya. Kambing-kambing itu ia giring ke daerah perbukitan yang banyak rumputnya. Lalu dibiarkan kambing-kambingnya itu makan sampai kenyang, setelah matahari terbenam, barulah ia pulang ke rumahnya.
Baca juga : Cerita Putri Keong
Kehidupan keluarga Pitung sangat sederhana. Babenya tidak memiliki pekerjaan yang tetap, biasanya ia mendatangi ladang orang dan membeli buah-buahan yang masih setengah masak. Harga belinya cukup murah, lalu buah itu diperam. Setelah masak, baru dijualnya ke pasar dengan harga yang lebih tinggi.
Pada suatu hari, babenya menyuruh Pitung untuk menjual dua ekor kambing ke pasar Tanah Abang.
Pitung, badan babe sedang kurang enak hari ini. Lo mau kan jualin itu kambing-kambing ini ke pasar ? ujar ayahnya.
“Tentu saja, Be,” jawab Pitung. Pastikan harganya jangan terlalu rendah ya,” ujar Babe si Pitung.
Lalu pergilah Pitung ke Tanah Abang sambil menggiring kambing yang akan ia jual. Kambing yang dibawa adalah kambing yang sehat dan gemuk. Para pembeli tertarik dengan kambing si Pitung, tak perlu menunggu lama, kedua kambing itu telah laku terjual.
Pitung sangat senang, dimasukkannya uang hasil jualan kambingnya ke kantong celanannya, lalu ia bergegas pulang ke rumah. Namun di tengah jalan ia dihadang oleh segorombolan preman.
“Hei, mau kemana lo?” tanya salah seorang dari mereka. “Mau pulang Bang,” jawab Pitung dengan santai.
“Dimana rumah lo?” tanyannya lagi seraya merogoh kantong celana si Pitung.
“Di Rawabelong, Bang,” jawab Pitung.
“Ya sudah, pulang sana,” ujar preman itu.
Pitung segera berjalan pulang. Pitung tidak sadar kalau uang hasil jualan kambing yang ia telah jual diambil oleh preman itu.
Ketika sudah hampir mendekati rumah, Pitung merogoh kantongnya bermaksud untuk mengeluarkan uang hasil jualan kambing untuk diserahkan kepadanya babenya. Tetapi uang itu telah hilang dirampok oleh preman.
Pitung teringat peristiwa ketika ia dihadang oleh preman dan diajak untuk bercakap-cakap, salah seorang preman telah merogoh kantong celananya.
“ Ah, bodoh banget sih gue. Gue nggak sadar maksud preman–preman itu tadi dekatin gue,” ujar Pitung menyesal.
Pitung lalu kembali ke tempat pertemuannya dengan preman-preman. Para preman itu tidak mengaku telah mengambil uangnya. Mereka terus-menerus mengelak, akhirnya, Pitung terpaksa mengeluarkan jurus bela dirinya.
Ilmu yang di dapatnya dari haji Naipin sengat berguna pada saat seperti ini. Para preman menyerah dan mengembalikan uang Pitung. Mereka lalu lari ketakutan.
Pemimpin gerombolan preman yang bernama Rais, kagum dengan kehebatan ilmu bela diri Pitung. Ia mencari tahu tempat tinggal Pitung dan mendatanginya.
Rais berniat mengajak Pitung bergabung dengan kelompoknya untuk mencopet di pasar, Pitung tentu saja menolak ajaran yang ia peroleh di pesantren melarangnya melakukan perbuatan yang tidak terpuji itu.
Pitung malah memberikan nasihat kepada mereka agar tidak lagi berbuat jahat kepada orang lain. Ia menasihati mereka agar membantu orang yang kesusahan.
Mereka bingung, bagaimana cara membantu orang yang kesusahan, sedangkan mereka sendiri juga orang-orang susah. Pitung lalu berpikir mencari cara akhirnya, ia menemukan ide. Ia dan gerombolan preman itu akan mencopet dan merampok orang-orang kaya yang kikir, seperti kompeni Belanda, para tauke dan para tuan tanah. Hasil perampokannya akan mereka berikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Semenjak Pitung dan teman-temannya beraksi, para warga miskin sangat senang, kesusahan mereka dapat teratasi, kehidupan mereka menjadi sedikit lebih baik.
Meskipun Pitung merupakan seorang penyelamat bagi kaum miskin, ia tetap dianggap melakukan perbuatan yang tidak baik. Kompeni Belanda yang pada waktu itu berkuasa di Jakarta berusaha untuk menangkapnya.
Suatu hari, ketika sedang beraksi, Pitung berhasil ditangkap, ia dijebloskan ke dalam penjara. Namun, ia bisa melarikan diri dengan memanjat atap rumah tahanan.
Ketika kabur dari penjara, ia diketahui oleh polisi dan sempat dikejar serta ditembaki dengan peluru, tetapi karena kebal, tubuhnya tidk bisa ditembus oleh peluru.
Pitung lalu melarikan diri dan menjadi buronan polisi. Polisi mencarinya kemana-mana, keluarga juga menjadi sasaran pencarian polisi. Begitu juga dengan gurunya, haji Naipin, ia bahkan dipaksa untuk memberitahukan letak kelemahan si Pitung.
Dari haji Naipin diketahui bahwa pitung dapat menjadi lemah jika dilempar dengan telur busuk. Para polisi lalu memburu Pitung ke berbagai wilayah Jakarta. Berdasarkan penyelidikan mereka Pitung bersembunyi di rumah kekasihnya di kota Bambu
Ketika di serang, Pitung masih berusaha melawan, Namun para polisi sudah tahu kelemahanya. Mereka langsung melemparkan telur busuk ke tubuh Pitung, ketika ia sedikit tidak berdaya, polisi langsung menembakinya, Pitung pun tewas.
Oleh para orang miskin, Pitung dikenal sebagai pahlawan, mereka yang sempat dibantu oleh Pitung mengenang jasa-jasanya. Namun, ia tetap dianggap sebagai penjahat karena menolong orang dengan perbuatan yang tidak terpuji.
Pesan Moral
Kisah ini mengajarkan kita untuk saling tolong menolong kepada sesama yang membutuhkan, namun jangan menolong orang dengan perbuatan yang tidak terpuji. Lakukanlah perbuatan yang baik kepada orang demi untuk membantu.
Sumber: Seri Cerita Rakyat Jakarta oleh Sekar Septiandari, S.Hum
0 Response to "Cerita Si Pitung, Jagoan Jakarta"
Post a Comment