Alkisah Rakyat ~ Dasima adalah seorang perempuan Indonesia yang dijadikan istri simpanan oleh seorang laki-laki dengan kebangsaan Inggris yang bernama Tuan Edward. Sebelum dijadikan istri simpanan, Dasima bekerja di rumah Tuan Edward sebagai pembantu ketika usianya masih 13 tahun.
Tuan Edward yang baik sangat menyayanginya Dasima, tidak diperlakukan sebagai seorang pembantu. Tuan Edward bahkan mendatangkan seorang guru untuk memberikan pelajaran kepada Dasima.
Dasima yang cerdas dengan cepat menyerap pelajaran yang diberikan, hal ini membuat Tuan Edward semakin menyayanginya.
Setelah beranjak dewasa, Dasima tidak kembali ke kampungnya. Ia menetap di rumah Tuan Edward dan menjadi gundik Tuan Edward, ia kemudian dipanggil dengan sebutan Nyai Dasima.
Setelah sekian lama hidup bersama, Dasima melahirkan seorang anak perempuan yang sangat cantik, anak itu diberi nama Nancy.
Selama ini, mereka tinggal di perumahan mewah yang banyak dihuni oleh warga Inggris di wilayah Curug Tangerang. Namun setelah Nancy lahir mereka pindah ke Batavia, tepatnya di daerah Gambir.
Rumah baru mereka di Gambir sangat mewah, sungguh tidak sepadan dengan rumah-rumah di sekitarnya. Hal ini membuat para warga yang merupakan orang Betawi asli menjadi iri.
Selain masalah kekayaan, pasangan Nyai Damisa dan Tuan Edward juga membuat iri laki-laki dan perempuan di sekitar rumah mereka. Kaum laki –laki merasa iri kepada Tuan Edward, pasalnya, laki-laki tua itu bisa memperistri Dasima yang sangat cantik. Sedangkan, kaum perempuan iri dengan kecantikan dan keberuntungan Dasima yang bisa merebut hati pria asing itu.
Tidak jauh dari rumah Tuan Edward, di kampung Pejambon tinggal seorang tukang kusir yang bernama Samiun, perangainya sangat kasar. Ia berusaha mendekati Dasima karena ingin menguasai harta kekayaannya. Dengan dibantu oleh Hayati istrinya dan Saleha mertuanya, Samiun menyiapkan sebuah rencana jahatnya.
Samiun meminta bantuan kepada seorang perempuan tua yang pandai merayu yang bernama Mak Buyung, dengan imbalan uang. Mak Buyung bersedia membantu Samiun untuk menjalankan siasat jahatnya. Ia akan menyamar sebagai seorang penjual telur dan menawarkan jualannya kepada Dasima.
Mak Buyung memang pandai bersilat lidah, dalam sekejap, ia dan Dasima sudah menjadi sangat akrab, Mak Buyung sering datang ke rumah Dasima untuk bercakap-cakap layaknya sepasang sahabat.
Secara perlahan-lahan Mak Buyung mulai menghasut Dasima agar meninggalkan Tuan Edward.
“Neng Dasima, kau ini perempuan yang cantik dan terpelajar, mengapa mau hanya dijadikan perempuan simpanan seorang laki-laki tua?” tanya Mak Buyung.
“Tuan Edward sangat baik kepadaku, ia benar-benar menyayangiku layaknya seorang suami kepada istri. Ia memberikan semua yang aku minta, aku sangat bahagia hidup bersamanya,” ujar Dasima.
Lalu apakah Neng tidak takut dosa tinggal bersama dengan orang asing dan hanya dijadikan perempuan simpanan? Neng dan dia tinggal serumah dan mempunyai anak tanpa status pernikahan. Itu kan sama saja dengan melakukan perbuatan zina. Hubunganmu dengan dia tidak sah secara agama,” jelas Mak Buyung.
Dasima terdiam, ia memikirkan ucapan Mak Buyung. Ucapan itu ada benarnya juga. Selama ini, ia hanya terbuai dengan kebaikan hati Tuan Edward dan kehidupan yang menyenangkan dengan harta yang sangat berlimpah.
“Sebaiknya Neng belajar mengaji, di Pejambon ada seorang guru ngaji yang bernama ibu Saleha, jika Neng mau, aku bersedia untuk mengantarkan ke rumahnya,” bujuk Mak Buyung.
Neng Dasima, aku ingin menyampaikan pesan dari Samiun,”ujar Mak Buyung.
“Pesan apa, Mak?” tanya Dasima. “Begini, Samiun tertarik denganmu dan ingin menikahimu, jika Neng bersedia, ia berjanji akan menceraikan istrinya,” ujar Mak Buyung. Dasima sangat terkejut, ia tidak menyangka Samiun akan senekat itu.
Semenjak itu, Dasima selalu terbayang-bayang wajah Samiun, rasa sayangnya kepada Tuan Edward menjadi berkurang. Kini yang ada dalam pikirannya hanyalah Samiun. Akhirnya, ia menyatakan kesediaannya melalui Mak Buyung untuk menjadi istri Samiun.
Dasima dan Samiun semakin sering bertemu, pertemuan yang mereka lakukan membuat Dasima semakin tertarik dengan Samiun dan semakin melupakan Tuan Edward.
Suatu hari, Dasima menyatakan keinginannya untuk pergi meninggalkan Tuan Edward sehingga tuan Edward sangat terkejut. Ia tidak mengerti mengapa Dasima tiba-tiba ingin pergi, padahal selama ini mereka tidak pernah punya masalah.
Akhirnya tuan Edward terpaksa melepaskan kepergian Dasima dengan berat hati, Dasima juga meninggalkan Nancy. Ia pergi ke rumah Samiun dengan membawa seluruh harta dari pemberian tuan Edward.
Samiun, Hayati, dan ibu Saleha menyambut Dasima dengan hati yang gembira, tak lama kemudian, Dasima dan Samiun telah resmi menjadi sepasang suami istri.
Semenjak menjadi istri Samiun, perlakuan keluarga Samiun kepadanya sangat berbeda, Dasima diperlakukan seperti seorang pembantu.
Dasima harus melepaskan pakaian bagusnya dan memakai pakaian bekas milik Hayati. Ia juga diwajibkan untuk membersihkan rumah dan mengurus segala keperluan rumah tangga.
Dasima juga tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Samiun, janji Samiun untuk menceraikan Hayati tidak terbukti, mereka bahkan sering terlihat mesra di depan mata Dasima.
Harta kekayaan yang dibawa Dasima menjadi hak suaminya, Samiun memakai harta itu untuk berjudi dan berfoya-foya, akibatnya, harta tersebut menjadi habis.
Samiun mengetahui kalau Dasima masih memiliki harta kekayaan yang ia simpan di suatu tempat. Samiun ingin menguasai seluruh harta itu sendirian, lalu ia merencanakan pembunuhan terhadap diri Dasima.
Samiun menyewa seorang pembunuh bayaran yang bernama Bang Puasa, untuk menjalankan aksi itu, Samiun pura-pura mengajak Dasima menonton pertunjukan di kampun Ketapang. Dasima sangat senang dan tidak menaruh curiga sama sekali.
Di tengah jalan di sebuah kebun milik Mak Musanip, Dasima dibunuh dan mayatnya dibuang ke sungai.
Pada masa itu, orang-orang asing yang tinggal di Batavia memanfaatkan kali untuk mandi, pinggiran kali dibuat berundak – undak dan diberi penutup sehingga tidak terlihat dari luar.
Tanpa sengaja, mayat Dasima tersangkut di tempat permandian tuan Edward, tuan Edward sangat terkejut dan hampir pingsan melihatnya mayat itu. Ia lalu melaporkan kejadian itu kepada pihak polisi.
Polisi langsung membuat pengumuman, siapa saja yang bisa mengungkap atas pembunuhan Dasima akan diberi imbalan uang sebesar dua ratus pasmat.
Kebetulan pada saat pembunuhan berlangsung, Mak Musanip sedang di berada di kebunnya dan melihat kejadian itu, Ia lalu melapor kepada pihak polisi.
Polisi langsung bertindak mencari para pelaku pembunuhan, kebetulan ketika polisi datang ke rumah Bang Puasa, ia sedang membersihkan besi yang telah digunakan untuk membunuh Dasima, tangannya masih berlumuran darah.
Polisi segera meringkusnya, Bang Puasa memberi tahu polisi bahwa ia dibayar oleh Samiun, tidak berapa lama Samiun berhasil ditangkap, merekapun dijebloskan ke penjara.
Pesan Moral
Segala tindak kejahatan pasti akan mendapat balasan yang setimpal. Itulah yang dialami Samiun dan Bang Puasa. Mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan, tetapi malah mendapatkan kerugian atas kejahatan yang mereka lakukan.
Sumber: Seri Cerita Rakyat Jakarta oleh Sekar Septiandari, S.Hum
0 Response to "Kisah Nyai Dasima"
Post a Comment