Cerita Si Jampang

Alkisah Rakyat ~ Dahulu di Betawi, terkenal seorang  tokoh jawara yang bernama si Jampang. Jampang dan sahabatnya Sarba yang berguru kepada Ki Somad di perguruan bela diri yang terletak di gunung Kepuh Batu.


Mereka adalah murid kebanggaan Ki Somad, ilmu silat yang mereka miliki sangat tinggi dan sudah hampir menyamai Ki Somad.

Setelah cukup menimba ilmu, mereka kembali ke kampung halaman masing-masing. Mereka lalu menikah dan sama-sama mempunyai seorang anak laki-laki. Anak Jampang bernama Jampang Muda, sedangkan anak Sarba bernama  Abdih . Setelah berkeluarga mereka sudah jarang bertemu.

Ketika Jampang muda beranjak remaja, istri Jampang meninggal, sejak itu Jampang hanya tinggal berdua dengan putra semata wayangnya.

Rupanya, ilmu yang Jampang terima dari Ki Somad tidak digunakan sebagaimana mestinya. Jampang menggunakan kesaktiaannya untuk merampok. Ia merampok orang-orang kaya yang kikir, seperti rentenir, tuan tanah dan kompeni Belanda, dan hasilnya diberikan kepada orang – orang miskin.

Untungnya, Jampang Muda tidak mengikuti sifat buruk ayahnya. Ia malah lebih senang tinggal di pesantren, sesekali ia pulang ke rumah menengok ayahnya.

Jampang muda merasa malu dengan pekerjaan ayahnya, suatu hari, ia membicarakan persoalan itu dan berusaha untuk melarang ayahnya merampok lagi.

Baca juga : Cerita Si Pitung, Jagoan Jakarta

“Sudahlah, Be. Hentikan pekerjaan itu. Pekerjaan itu tidak baik, memang babe tidak lelah dikejar-kejar terus oleh polisi,” ujar Jampang muda.

“Ha...ha...ha, jangan khawatir. Polisi nggak akan bisa nangkep gue, Emang lo nggak tahu siapa gue? Gue si Jampang, jawara di kampung ini, “ ujar Jampang.

“Sombong sekali Babe ini, suatu saat, Babe pasti akan tertangkap, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga, Be” ujar 

“Sudahlah, lo nggak usah ngasih gue nasihat, lagi pula gue ngerampok untuk orang-orang miskin yang membutuhkan. Bukankah itu perbuatan yang baik?” ujar Jampang.

menikah lagi. Mungkin Babe merasa kesepian sejak Nyai meninggal,” ujar Jampang muda menyerah. Jampang bertanya, “Jadi, lo setuju kalau gue menikah lagi?”.

“Ya, itu lebih baik dari pada Babe merampok,” jawab Jampang muda. “Baiklah Nak, nanti aku akan carikan ibu baru untukmu,” ujar Jampang.

Semenjak bercakap-cakap dengan anaknya, Jampang jadi terpikir terus untuk menikah lagi, ia lalu pergi ke rumah Sarba untuk meminta pendapat.

Di rumah Sarba, ia disambut oleh Mayang, istri Sarba, ternyata Sarba sudah meninggal karena sakit, Jampang sangat sedih. Ia merasa bersalah karena tidak tahu bahwa sahabatnya telah meninggal, ia lalu kembali ke rumah dengan sngat menyesal.

Di rumah, Jampang kembali teringat kepada Sarba yang sudah meninggal, ia merasa kasihan kepada Mayang yang kini telah menjanda.

Tiba-tiba ia berpikir, “Sarba telah meninggal berarti Mayang sekarang janda. Istri gue juga sudah meninggal dan gue sekarang duda. Berarti nasib gue dan Mayang sama. Mengapa gue nggak nikahin dia aje?  Dia cukup cantik, ah, kenapa baru kepikiran sekarang?”

Keesokan harinya, Jampang kembali ke rumah Sarba. Ia mengungkapkan keinginannya kepada Mayang untuk menikahinya. Mayang sangat marah. Ia merasa tersinggung, Mayang masih mencintai Sarba dan menganggap Jampang kurang ajar karena telah mengkhianati suaminya, lalu mengusir Jampang dari rumahnya.

Jampang sangat kecewa, sepertinya hati Mayang telah mengeras dan tak muda untuk diluluhkan. Apalagi setelah kejadian ini, sudah pasti Mayang tidak akan mau menemuinya lagi.  

Jampang lalu mencari jalan pintas, ia menemui seorang dukun dan minta dibuatkan guna-guna.

Tanpa sepengetahuan Mayang, guna-guna itu diletakkan Jampang di rumah Mayang. Guna-guna itu ternyata mempan, Mayang jadi berkelakuan seperti orang gila. Ia sering tertawa dan menangis sendiri seraya memanggil-manggil nama Jampang.

Ketika Abdih pulang dari sekolahnya di Bandung, ia sangat terkejut melihat kelakuan ibunya, ia menduga ibunya pasti telah diberi guna-guna orang. Ia lalu  mencari dukun yang bisa mencabut guna-guna tersebut itu.

Dukun yang ditemuinya adalah dukun yang memberikan guna-guna kepada Mayang. Dengan muda guna-guna itu bisa dicabut. Mayang pun kembali sehat.

Mayang menduga kalau yang memberikan guna-guna itu kepadanya adalah Jampang. Mendengar cerita ibunya, Abdih sangat marah, ia mendatangi Jampang.

Jampang tetap bersikeras ingin menikahi Mayang, akhirnya Abdih memberikan persyaratan. Jampang boleh menikah dengan ibunya asal memberikan sepasang kerbau sebagai mas kawin.

Jampang menyanggupinya. Dengan kesaktian dan keterampilannya merampok, ia mencuri sepasang kerbau milik Juragan Saud, orang terkaya di kampungnya.

Namun, malang bagi Jampang, belum sempat membawa kerbau-kerbau itu keluar dari halaman rumah Juragan Saud, ia sudah tertangkap.

Polisi yang sudah lama mengincarnya, telah mempelajari gerak-geriknya, ia dipenjara dan dijtuhi hukuman mati karena korban perampokannya sudah terlalu banyak.

Warga miskin yang suka dibantu oleh Jampang sangat kecewa karena pahlawan mereka telah gugur. Sebaliknya, orang-orang kaya sangat senang. Kini mereka sudah lega karena perampok yang meresahkan itu telah tertangkap.

Pesan Moral

Jampang memang dianggap sebagai seorang pahlawan karena membantu warga miskin yang kesusahan. Tetapi usaha yang di lakukan tidak baik. Jika kita ingin membantu orang lain, bantulah orang itu dengan perbuatan yang baik.

Sumber: Seri Cerita Rakyat Jakarta oleh Sekar Septiandari, S.Hum


loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Cerita Si Jampang Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Cerita Si Jampang Sebagai sumbernya

0 Response to "Cerita Si Jampang"

Post a Comment

Cerita Lainnya