Raden Patah Perintahkan Empat Wali (Cerita Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak Bagian 1)

Alkisah Rakyat ~ Menjelang abad ke-15, antara tahun 1468 sempai tahun 1478. Majapahit yang diperintah Prabu Brawijaya V atau terkenal sebagai Raden Wijaya mulai surut. Kerajaan besar Hindu yang dikenal diseluruh Nusantara, bahkan mancanegara, serta telah menurunkan banyak raja besar sepanjang zaman itu lambat laun pupus kekuatannya. Majapahit mulai mengalami keruntuhan total, bahkan nyaris punah akibat sistem pemerintahan kerajaan yang terus kacau dari dalam Para putra mahkota saling menjatuhkan satu sama lain. Gejala buruk ini sulit dikendalikan. Majapahit yang begitu besar dan disegani mulai tahun 1468 itu seakan lupa memperhatikan kondisi kerajaan yang berjalan begitu kacau karena dikendalikan banyak tangan.


Selama puluhan tahun Majapahit memang lebih mengutamakan roda pemerintahan ke wilayah luar. Sementara urusan ke dalam kerajaan dianggap tidak penting untuk dikokohkan. Akhirnya, kerajaan besar Hindu ini menghadapi masa genting. Kebesarannya mulai goyah diterpa badai kemelut perpecahan keluarga. Kondisi wilayah serta perubahan di dalam kerajaan sejak lama lepas dari perhatian. Tujuan utama untuk menghimpun rasa persatuan dan kesatuan wilayah dalam sebuah komando tanpa diimbangi semangat kebersamaan di antara anggota keluarga kerajaan telah menjadi bumerang sendiri.

Prabu Brawijaya V seakan lupa menyadari hadirnya tanda-tanda perubahan zaman. Beliau seakan tidak menyadari bahwa masa paling pahit akan bakal segera dihadapi Majapahit. Pola persatuan dan kesatuan yang digalang antara satu kerajaan dengan wilayah kerajaan lain hanya separuh saja dikuasai. Sementara tumbuhnya agama Islam di wilayah Jawa Timur yang dimulai sejak abad ke-13 sulit untuk di bendung. Kelemahan dalam sistem pola manajemen membuka peluang besar bagi Islam untuk berkembang dan menambah beban bagi posisi Majapahit yang di masa itu dari waktu ke waktu berlangsung sangat memprihatinkan. Segala isu dan intrik yang terjadi di dalam istana terus berkembang dan meluas. Pemberontakan kecil-kecilan terus berlanjut mengancam posisi sang Prabu dan pemerintahan resminya.

Ancaman yang datang dari luar dan dalam istana akhirnya mampu memaksa Prabu Brawijaya V ke tengah perubahan yang datang begitu mendadak dan sedemikian cepat. Di saat itulah Kerajaan Majapahit yang beraliran Hindu dan selama itu masih sulit disaingi paham baru yang dibawa ulama Islam runtuh secara alamiah. Majapahit hancur bukan karena serangan langsung Raden Patah yang kelak berhasil melanjutkan kejayaan Majapahit melalui pola pemerintahan Islam. Akan tetapi, kondisi di dalam kerajaan semakin buruk membuka peluang baik bagi pasukan Islam untuk menguasai wilayah kerajaan Hindu itu. Ajaran Islam secara tidak resmi telah tumbuh sejak lama di kalangan rakyat Majapahit. Pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada (1350-1389) kemudian pemerintahan Prabu Damarwulan dan Prabu Kenya Kencana Wungu di pertengahan abad ke-14, agama Islam mulai banyak dianut di wilayah kerajaan lewat para pedagang dari Arab dan India. Bahkan kehadiran anggota Wali Sanga pertama, yaitu Sunan Syekh Maulana Malik Ibrahim telah memprakarsai syair dan dakwah secara keras ditanah Majapahit. Raden Patah atau dikenal sebagai Adipati Bintara sesungguhnya tidak punya niat untuk menyerang Prabu Brawijaya V karena ia merupakan salah seorang putra mahkota Majapahit. Raden Patah adalah anak kandung Prabu Brawijaya V yang dititipkan sejak dalam kandungan ibunya, seorang putri bangsawan Cina (Putri Campa), kepada saudara baginda di Kerajaan Sriwijaya di Palembang.

Sebelum kembali ke Majapahit, Raden Patah menekuni ilmu kerohanian dan pengetahuan tentang Islam di Surabaya pada seorang ulama bernama Sunan Ampel yang kala itu mengantikan posisi Sunan Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419. Kedatangan Raden Patah untuk menemui ayahnya kebetulan tepat waktunya saat Majapahit dilanda kekacauan. Kehadiran pemuda itu dilakukan diam-diam tanpa pemberitahuan resmi dari pihak Sriwijaya maupun ibunya yang telah menjadi permaisuri di Sriwijaya. Bahkan setibanya di pelabuhan Gresik, putra mahkota ini tidak langsung mengunjungi Majapahit, tetapi menetap dulu di pesisir utara. Di wilayah itu perkembangan agama Islam di mulai dari Cirebon terus ke Demak serta menuju Tuban, Gresik, dan Surabaya. Ia mengikuti dengan saksama hingga kemudian tertarik untuk masuk Islam.

Setelah mendapat bekal ilmu yang cukup dari Sunan Ampel, secara diam-diam Raden Patah masuk dan melangkah ke Majapahit. Ia ingin agar sang ayahanda mampu diyakinkan akan kebenaran isi kandungan ajarannya. Selain itu, kedatangannya di wilayah kekuasaan ayahandanya itu untuk memerangi tindakan angkara murka yang dilakukan saudara-saudara ayahnya serta putra-putra mahkota yang mabuk kekuasaan. Ia berhasil menghambat serangan yang diarahkan kepada Brawijaya V, tetapi ia tidak kuasa membendung atau menyelamatkan takhta Majapahit yang diperebutkan. Kerajaan Hindu terkuat diseluruh Nusantara itu akhirnya berubah menjadi sebuah kekuatan yang lemah. Runtuhnya Majapahit secara bertahap di sisi lain bagi Raden Patah merupakan suatu kebetulan untuk mempermudah rencana syair serta dakwah yang akan disampaikannya. Sang ayahanda, Prabu Brawijya V, tetap bersikeras untuk tetap menganut agama Hindu sekalipun Raden Patah berulang kali meyakinkannya.

Akibat kelancangannya, Raden Patah tidak diizinkan untuk menyebarkan agama Islam kepada rakyat Majapahit. Raden Patah tidak memaksa dan tetap menghormati sikap ayahandanya itu karena hal serupa telah pula dilakukan oleh Sunan Ampel gurunya maupun Sunan Maulana Malik Ibrahim yang datang pertama kali ke Jawa lewat Gresik pada tahun 1380. Dalam memberikan keyakinan tentang paham ajaran Islam itu Raden Patah tetap mengrahasiakan jati dirinya, Prabu Brawijaya V, tidak sadar bahwa pemuda yang telah menolongnya itu sesungguhnya putranya sendiri. Baru setelah rahasia itu diutarakan kepadanya dan diyakininya bahwa Raden Patah memang putra-nya sendiri, sang Prabu tidak membatasi ruang gerak syiar yang dijalankan Raden Patah dan merestui langkah-langkah yang akan diambilnya. Sementara itu, kemelut di dalam istana terus berlangsung semakin tajam. Raden Patah kurang berminat merebut kekuasaan sekalipun jika mau akan mudah untuk menguasainya. Ia hanya ingin menyelamatkan jiwa sang ayahanda. Tanpa diketahui saudara-saudaranya dan sang Prabu, diam-diam Raden Patah memihak pasukan ayahandanya. Namanya cepat tenar. Sang Prabu sering menerima laporan atas kehebatan dan sepak terjangnya di lapangan. Akhirnya, Raden Patah dipanggil untuk menghadap ke keraton dan Prabu Brawijaya V memberikan anugerah serta menawarkan sebuah wilayah untuk membangun kekuasaan sendiri. Setelah Majapahit runtuh, Raden Patah memisahkan diri dari kerajaan besar itu. Ia membangun kerajaan kecil sesuai cita-citanya yang bernapaskan Islam.

Raden Patah dengan bantuan para wali atau alim ulama yang dikenal sebagai Wali Sanga serta sejumlah pengikut setia dari Majapahit yang sudah menganut agama Islam membuka hutan Gelagah Wangi pemberian sang ayahanda sebagai areal kerajaan kecil bernama Bintoro Demak. Daerah itu sekarang dikenal dengan sebutan Demak. Di lokasi hutan itulah Raden Patah mulai merintis pemerintahan sendiri. Sebagai sebuah kerajaan dan raja baru di Jawa yang pertama kali mengumandangkan paham dan syair Islam. Raden Patah dibantu oleh 9 (sembilan) wali dalam menata pemerintahan secara Islam mencakup paham keagamaan yang dipakai sebagai penuntun jalan hidup baru. Sekitar abad ke-14 dan ke-15, setelah Majapahit runtuh, legenda dan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai beralih ke Demak.

Sementara itu, Prabu Brawijaya V, yang meninggalkan pemerintahan mengasingkan diri ke Gunung Laeu di Jawa Tengah dengan tetap membawa paham Hindu. Tampuk pemerintahan di Majapahit secara bergantian diperintah oleh Prabu Brawijaya VI dan Prabu Brawijaya VII sampai runtuh total. Harapan almarhum Sunan Syekh Maulana Malik Ibrahim yang ingin mengislamkan Majapahit baru terpenuhi lewat Kesultanan Demak. Saat Raden Patah memerintah, 9 (sembilan) wali mendukung Demak sebagai pusak pemerintahan Islam dan pusat penyebaran agama Islam di seluruh Jawa. Sementara itu, tiap wali memiliki wilayah dakwah tersendiri secara umum di luar Kesultanan Demak. Sunan Ampel tampil sebagai pengganti Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Demikian juga Sunan Giri yang mulai berdakwah pada tahun 1470 di kota yang sama sebagai sepenerus sang wali almarhum. Beliau kelak dinobatkan untuk memimpin agama Islam se-Jawa serta mengkoordinasikan para wali. Di wilayah Tuban, muncul Sunan Bonang sekitar tahun 1465-1525 dengan sejumlah wilayah dakwah di Lasem dan Rembang. Muncul pula Sunan Drajat dan Sunan Kudus serta Sunan Muria pada abad ke-14 dan ke-15, di Jepara, Pati dan Juana.

Di Demak tampil putra Bupati Tuban bernama Raden Mas Sahid atau lebih dikenal sebagai Sunan Kalijaga pada abad ke-14, selain Sunan Gunung Jati dari Cirebon yang tampil sebagai guru Kalijaga sebelum beliau wafat tahun 1570. Praktis kala itu sepanjang abad ke-14 dan ke-15 wilayah Pulau Jawa khususnya di seluruh pesisir pantai utara Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan pusat di Kesultanan Demak telah menjadi daerah perkembangan agama Islam. Masa pemerintahan Raden Patah berlangsung dari tahun 1477, hingga pertengahan abad ke-15. Kemudian beliau digantikan oleh Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran Laut dan Sultan Trenggana atau Sunan Demak II. Kehadiran wali Sanga yang tidak serentak dalam satu zaman itu terus membantu pemerintahan keturunan Raden Patah. Dari ke sembilan wali yang turut membangun Demak serta punya andil besar dalam membangun mesjid agung sesuai perintah Raden Patah hanya 4 (empat orang, yaitu Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kalijaga. Atas kerja keras para wali Sanga terutama ke empat wali, sejumlah wilayah di Jawa mulai berhasil di Islamkan secara merata. Kehidupan beragama mulai diliputi suasana ajaran-ajaran Islam. Sejumlah mesjid atau langgar di beberapa tempat banyak dibangun penduduk maupun para tokoh pemuka agama. Suasana padepokan tak pernah sepi dari kaum muda. Mereka belajar agama Islam baik syariat ataupun kandungan hakikatnya. Mulai abad itu agama Islam memang mengalami pertumbuhan dan perkembangan pesat menggantikan kedudukan agama Hindu yang lebih dahulu muncul.

Dalam waktu singkat Kerajaan Demak telah menjadi pusat bidang kerohanian paling terkenal di Jawa bahkan di seluruh Nusantara. Para alim ulama dari Jawa, Bali, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga Indonesia Bagian Timur terus berdatangan hilir mudik untuk belajar dan memperdalam bidang kerohanian. Saat itu hanya di Cirebon atau Jawa Barat perkembangan agama Islam agak lambat. Baru pada abad ke-15 lewat jerih payah Sunan Gunung Jati dan bantuan Sunan Kalijaga, seluruh rakyat Pasundan setelah Pajajaran runtuh mulai berhasil diyakinkan. Dengan kehadiran sembilan alim ulama atau orang-orang saleh yang mempunyai tugas utama melakukan dakwah, sejarah Hindu di Majapahit secara alami berangsur-angsur lenyap dari Jawa. Sebagai ganti, selain Demak muncul Kesultanan Pajang. Agama Islam mulai memuncak menggantikan era agama Hindu dan dicatat sejarah sebagai legenda tersendiri bagi bangsa Indonesia. Kharisma Demak sebagai kota pusat dalam bidang kerohanian sampai kini memiliki arti khusus.

Suatu hari di awal pemerintahannya pada tahun 1477, Raden Patah berkeinginan membangun sebuah monumen khusus bernapaskan Islam. Sultan Demak meminta kepada para wali untuk segera mewujudkan keinginan mulianya itu dalam bentuk bangunan mesjid khas Jawa yang tidak dipunyai wilayah lain. Kala itu yang terdapat di halaman Kerajaan Demak hanya sebuah langgar yang dipadati kaum Islam. Langgar yang dinilai terlalu kecil itu perlu diperluas dan diperindah sehingga dapat menampung para tokoh ulama serta semua kaum muda yang ingin belajar agama. Bangunan itulah yang diminta Raden Patah untuk segera dipugar dan diubah menjadi sebuah mesjid agung. Tahun 1477, itu pula fondasi baru untuk pemugaran mesjid agung segera dipasang lalu dibangun dan dapat diselesaikan pada tahun 1479. Demak sebagai pusat pemerintahan kerajaan Islam bagi seluruh Jawa selanjutnya berkembang pesat sebagai tempat utama pengembangan para ulama di seluruh Nusantara. Kehadiran tempat pusat belajar yang dirancang bersama oleh Raden Patah dan Wali Sanga itu dari hari ke hari semakin ramai. Tak terasa, bangunan mesjid yang ada itu selalu padat oleh pendatang dan tetap tidak sanggup menampung para pengunjung dari berbagai pelosok wilayah. Raden Patah kembali berniat untuk mengganti bangunan mesjid yang baru dipugar itu dengan bangunan lebih besar dan lebih luas, lengkap dengan sarana serta prasarana tempat belajar.

Para wali kembali dipanggil dan diperintah untuk melaksanakan dengan segera kegiatan mulia yang bersifat agung itu. Saat perintah turun, ke empat anggota Wali Sanga secara kebetulan tengah menghadap sang Adipati di beranda Kesultanan Demak. Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, serta Sunan Kalijaga berkumpul di Demak setelah selesai menunaikan kewajiban dakwah dan syiar agama Islam seperti biasa mereka lakukan di wilayah masing-masing. Ke empat wali yang terkenal memiliki kepandaian tiada banding serta sakti mendraguna itu bersama Sultan Demak, mengadakan perbincangan serius untuk mengatur pembagian tugas sesuai kepandaian yang mereka miliki. "Para Kakang santri," titah Sultan Demak siang hari itu. "Aku berkeinginan agar Kakang berempat membuat mesjid baru lebih besar dengan yang telah ada sekarang. Selain beratap joglo yang tinggi terdiri atas tiga susun, aku menginginkan bangunan mesjid kita itu mempunyai empat tiang kayu jati dari garis tengah sekitar satu meter sebagai saka guru. Untuk itu, Kakang harus mencari kayu jati itu. Sanggupkah Kakang santri menyediakannya dalam waktu singkat?"

Kehendak Sultan Demak memang sangat mengejutkan. Keempat wali sadar bahwa tugas atau beban yang diberikan sang Sultan sangat berat. Akan tetapi, mereka menyanggupinya karena mereka pantang menolak perintah. "Daulat Tuanku Sultan, insya Allah harapan itu semua akan dapat kami penuhi," ujar mereka serempak. Raden Patah atau Sultan Demak menitahkan Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga mencari batang kayu jati untuk saka guru pembangunan Mesjid Agung Demak. "Namun......, sebelum titah suci ini dijalankan, izinkanlah kami mengetahui berapa lama waktu yang telah Baginda sediakan?" Sunan Kalijaga memotong pembicaraan. "Untuk terwujudnya hasratku ini, Kakang kuberi tempo singkat, hanya satu hari satu malam. Pergilah sekarang juga karena hari sudah lewat tengah hari. Terserah dari mana kayu jati itu Kakang cari dan peroleh. Pokoknya, besok siang rencana besarku sudah harus bisa terwujud dan kayu yang Kakang bawa sudah siap dipancang sebagai empat buah saka guru," kata Raden Patah sambil bangkit dari kursi kebesaran dan membetulkan letak jubah keemasannya yang panjang. "Pamit mundur, Gusti. Kami berempat segera mohon pamit," kata para wali.

Secara serempak mereka yang semula bersimpuh di hadapan Sultan Demak langsung berdiri meninggalkan balairung kesultanan. Mereka segera mempersiapkan segala keperluan untuk menopang titah dan tugas  berat yang dibebankan baginda Sultan. Raden Patah gembira karena hasrat dan keinginannya untuk memiliki mesjid agung akan segera dipenuhi para wali. Baginda merasa bangga bahwa perintah yang pada dasarnya bukan sembarang perintah, melainkan ajang adu kesaktian dan uji coba kepatuhan serta keampuhan, dijalankan dengan tanpa banyak komentar dan keluhan oleh keempat wali yang dihormatinya. Akan tetapi, muncul juga keraguan di hati Baginda, mungkinkah  keempat wali itu sanggup membawa empat batang jati besok siang. Sejarah telah membuktikan bahwa hal itu harus terjadi. Takdir seakan memihak pada keempat wali. Itikad baik mereka, seperti diharapkan oleh Raden Patah, pada waktunya menjadi kenyataan, Atas ridha Allah Swt, pula keempat wali dengan kesaktian masing-masing hanya dalam satu hari satu malam telah sanggup menembus hutan belantara pohon jati. Bahkan mereka berhasil membawa pulang batang kayu jati sesuai keinginan Sultan Demak.

Siang itu juga setelah berpamitan dengan Sultan Demak, tanpa pikir panjang Sunan Gunung Jati pergi menuju arah Barat. Sunan Bonang mengambil arah Selatan, Sunan Giri pergi menuju arah Timur. Sementara itu, Sunan Kalijaga yang paling akhir dan paling sakti di antara sederetan para Wali Sanga meresa bingung. Berbeda dengan kedua gurunya, yaitu Sunan Bonang dan Sunan Gunung Jati yang telah lama pergi untuk beberapa saat lamanya ia masih berdiri kebingunan karena belum mampu menentukan ke arah mana langkah kakinya harus ia bawa. Lama sang wali termenung. Kemudian, ia berjalan berputar-putar di luar keraton. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengambil arah Utara karena tidak ada pilihan lain. Arah Utara adalah arah mata angin yang disisakan oleh ketiga wali lainnya. Ia mengayunkan langkah kakinya ke Utara sekalipun masih ragu apakah ia akan berhasil memperoleh batang kayu jati yang diminta Sultan jika menyusuri arah mata angin itu.

Dalam benak Sunan Kalijaga berkecamuk sejumlah masalah rutin yang belum terselesaikan. Sementara itu, tugas berat dan utama untuk mencari batang kayu jati yang dianggap aneh itu menjadi tantangan khusus yang harus segera dipenuhi. Akankah ia berhasil menunaikan tugas suci yang mendadak ini, pikirnya dalam hati. "Perintah sang Sinuhun Sultan memang aneh dan tidak sembarangan. Aku yakin hasil tugas mulia ini suatu saat akan menjadi sebuah legenda besar bagi kerajaan Demak. Tetapi, apa maksud sang Sultan sebenarnya?" pikiran Sunan Kalijaga melayang kembali. Langkah Sunan Kalijaga yang semula perlahan diubah menjadi sederetan langkah cepat dan pasti. Tak terasa ia telah berjalan jauh meninggalkan balairung Kesultanan Demak. Waktu beranjak sore dan sang mentari di ufuk barat hampir membenamkan diri. Sunan Kalijaga tiba di tepi sebuah hutan lebat yang terletak di pinggir dusun Pamantingan. Sementara itu, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, serta Sunan Giri yang berjalan menuju arah mata angin sudah tidak tampak lagi langkah dan bayangan mereka. Dengan keahlian dan kepandaian mereka seperti halnya Sunan Kalijaga mulai melakukan tugas yang menuai uji coba kesaktian atas usul Sultan Demak. Malam pun tiba menutupi sosok tubuh para wali yang terus berjalan dalam kegelapan hutan jati. Sunan Kalijaga juga mulai menembus semak-semak lebat hutan Pamantingan yang terkenal angker.

Oleh Ade Soekirno SSP
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Raden Patah Perintahkan Empat Wali (Cerita Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak Bagian 1) Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang | Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Raden Patah Perintahkan Empat Wali (Cerita Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak Bagian 1) Sebagai sumbernya

2 Responses to "Raden Patah Perintahkan Empat Wali (Cerita Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak Bagian 1)"

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete
  2. "Selamat siang Bos 😃
    Mohon maaf mengganggu bos ,

    apa kabar nih bos kami dari Agen365
    buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
    ayuk... daftar, main dan menangkan
    Silahkan di add contact kami ya bos :)

    Line : agen365
    WA : +85587781483
    Wechat : agen365


    terimakasih bos ditunggu loh bos kedatangannya di web kami kembali bos :)"

    ReplyDelete

Cerita Lainnya