Alkisah Rakyat ~ Sepeninggal dari Keraton Demak, Sunan Kalijaga yang suka berjubah panjang dengan ikat kepala serba hitam itu sesungguhnya merasa ragu dengan tujuannya ke arah Utara. Keraguannya terus berlarut hinga tiba di dusun Pamantingan yang terletak di dekat kota Jepara sekarang. Arah Utara yang ia tempuh merupakan arah mata angin yang disisakan ketiga wali. Bagi pemuda gagah, elok rupawan, dan bertubuh langsing ini tidak ada pilihan lain. Dusun Pamantingan bukanlah nama asing bagi Sunan Kalijaga. Sebelum mendapat tugas itu ia telah sering pergi ke hutan itu untuk tirakat. Saat itu Pamantingan terkenal sebagai daerah yang dianggap keramat oleh banyak orang di sekitar Keraton Demak. Pamantingan juga bukan sekadar hutan lebat yang biasa dijarah Sunan Kalijaga, tetapi terdapat misteri kegaiban tersendiri. Di situlah konon jelmaan Nyai Roro Kidul sering menampakkan wajah kepada Sunan Kalijaga ketika sang wali sakti ini tengah menjalankan tapa atau meditasi.
Baca Cerita Sebelumnya: Raden Patah Perintahkan Empat Wali (Cerita Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak Bagian 1)
Langkah Sunan Kalijaga untuk mencari batang kayu jati telah membuat suatu legenda tersendiri bagi bangsa Indonesia yang hidup di zaman modern. Bermula dari titah Sultan Demak itu pula sejarah Mesjid Agung Demak beserta segala keunikannya yang bersifat khusus berawal. Tanpa keberhasilan Sunan Kalijaga dalam memperoleh batang jati, mungkin sampai saat ini kita tidak akan pernah melihat wujud agung Mesjid Agung Demak sesungguhnya. Bahkan mungkin kharisma Kesultanan Demak tidak akan begitu besar dan dianggap biasa saja oleh generasi muda bangsa Indonesia. Tidak semua orang tahu bahkan menyadari mengapa bentuk atap Mesjid Demak dahulu dipilih oleh Sultan Demak seperti tiga bangunan trapesium atau limas. Mengapa pula salah satu dari keempat buah tiang jati yang menjadi saka guru di dalam ruangan tengah mesjid itu kondisinya tidak utuh dan terdapat sambungan? Semua kejadian ajaib itu sesungguhnya berawal dari tempat bernama Pamantingan. Dari hutan itulah semua kisah nyata dalam cerita rakyat ini berawal.
Dikisahkan, Sunan Kalijaga sudah lama sampai dan berada di hutan Pamantingan. Akan tetapi, sang wali masih belum juga menemukan batang kayu jati yang dicari. Sultan Demak memerintahkan keempat wali termasuk dirinya untuk memperoleh batang jati yang punya garis tengah sekitar satu meter berukuran panjang. Kiranya titah sang Sultan memang tidak semudah itu. Batang-batang pohon yang terdapat di hutan sebagaimana ditemukan hanyalah batang-batang pohon sebesar pelukan dua tangan manusia, kira-kira 60 sentimeter hingga 80 sentimeter. Batang kayu jati itu termasuk batang yang kecilan tidak memenuhi syarat sebagaimana dititahkan Sultan. Lalu kemana Sunan Kalijaga dan ketiga wali harus mencari kayu itu dalam waktu singkat malam itu juga? Dengan hati dan pikiran yang masih diliputi keraguan akhirnya Sunan Kalijaga mengurungkan niat untuk terus mencari batang kayu jati ke dalam hutan. Pembatalan niat itu diganti dengan mengayunkan langkah berbelok ke arah kiri bagian hutan hingga ia sampai ke suatu tempat pertapaan yang terpencil letaknya. Maksud Sunan Kalijaga ke tempat suci di Pamantingan itu untuk tirakat terlebih dulu sebagaimana sering dilakukannya sebelum melaksanakan tugas kenegaraan atau tugas berat. Sang wali datang ke sana mencari petunjuk arah mana yang harus ia tempuh agar tidak salah dan terlambat.
Pamantingan merupakan salah satu dari sekian banyak tempat suci yang sering dikunjungi Sunan Kalijaga. Konon, di situ pula kelak tempat bersemayam cucu Raden Patah bernama Ratu Kalinyamat yang terkenal dan turut mewarnai era Islam dalam zaman Kesultanan Pajang. Biasanya dari tempat itu pula tugas-tugas berat yang diemban Sunan Kalijaga akan terpecahkan sesuai petunjuk ilham yang didapat di sana. Menurut kisahnya pula, Pamantingan atau sekarang dikenal dengan sebutan Mantingan yang terletak dekat kota Demak dan Jepara itu dulu merupakan sebuah petilasan yang tidak pernah dilewatkan oleh sang wali. Di tempat itu pernah hidup seorang pertapa wanita yang bergelar Cemara Tunggal sehingga tempat itu sering disebut sebagai pertapaan Cemara Tunggal. Di pertapaan Cemara Tunggal yang konon merupakan tempat yang sering di datangi Kanjeng Ratu Segara Kidul atau Nyai Roro Kidul itulah Sunan Kalijaga secara gaib segera memperoleh petunjuk kemana ia harus melangkah dan di mana sebenarnya, letak pohon jati raksasa yang harus dicari dan dibawa ke Demak.
"Ngger anakku Kalijaga, kembalilah berjalan ke arah Selatan dan pulanglah kembali melintas Keraton Demak." suara gaib pertapa wanita itu tiba-tiba muncul dengan wujudnya yang cantik saat Sunan Kalijaga melakukan meditasi di atas batu bulat yang ada di sekitarnya. "Carilah sebuah hutan jati bernama Gunung Pati. Disana akan kau temukan sebuah gua yang di sekitarnya mengalir air dingin sangat jernih. Di dekat gua itu akan kau temukan batang pohon jati yang kau cari. Tetapi..,," ucap Cemara Tunggal dengan lembut, "tidak semudah itu kau akan mendapatkannya." Menurut penuturan pertapa wanita itu, pohon jati yang dicari Sunan Kalijaga itu dihuni kera-kera raksasa yang pandai berbicara seperrti manusia. Oleh karena itu, menurut guru rohani Kalijaga tidak mustahil kera-kera raksasa itu akan menyerang Kalijaga bahkan mereka akan minta dibawa ke Demak. "Engkau harus mampu menghalau mereka sebab pohon itu memang milik mereka. Pergilah sekarang juga membujuk mereka dan meminta mereka untuk tetap tinggal di tempat itu," suara dan wujud pertapa wanita sakti cantik itu pun lenyap.
Sunan Kalijaga segera menundukkan kepala sebagai tanda hormat. Setelah itu, ia bangun dari meditasi dan segera bangkit untuk bergegas membalikkan langkah ke luar hutan. Sementara itu, waktu menjelang dini hari. Keadaan waktu ini menjadi pertanda bagi Sunan Kalijaga bahwa batas waktu untuk membawa kayu jati raksasa hampir habis. Untuk itu, jika tidak ingin terlambat, ia harus segera berpacu dengan waktu agar besok tiba di Demak sesuai yang diharapkan. Sunan Kalijaga berada di hutan Gunung Pati, mencari pohon jati sesuai dengan petunjuk pertapa wanita Cemara Tunggal dari Pamantingan.
Bersambung: Sunan Kalijaga dan Kera Merah-Putih (Cerita Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak Bagian 3)
Oleh Ade Soekirno SSP
loading...
0 Response to "Pamantingan dan Pertapa Wanita Cemara Tunggal (Cerita Sunan Kalijaga Membangun Masjid Agung Demak Bagian 2)"
Post a Comment