Alkisah Rakyat ~ Di wilayah Kemayoran tinggallah seorang pemuda bernama Murtado. Ia adalah seorang pemuda yang memiliki ilmu bela diri yang sangat tinggi. Namun, ia tidak pernah sombong, ia sangat rendah hati dan suka menolong.
Pada masa itu, wilayah Kemayoran dikuasai oleh kompeni Belanda yang dipimpin oleh tuan Rusendal, kompeni Belanda sangat merugikan penduduk.
Mereka menguasai semua lahan persawahan, menarik berbagai macam pajak dan memaksa penduduk untuk menjual hasil ladangnya kepada mereka dengan harga yang cukup murah, selain itu, penduduk yang memiliki tanah juga diwajibkan untuk membayar sewa.
Kehidupan penduduk Kemayoran sangat memprihatikan, namun tidak ada orang yang berani melawan kompeni karena mereka sangat kejam. Mereka tidak segan-segan menyiksa bahkan membunuh orang yang dianggap melawan para penduduk hanya bisa pasrah dengan nasib mereka.
Tuan Rusendal mempunyai dua orang kaki tangan, yaitu Bek Lihun dan Mandor Bacan, mereka adalah penduduk asli Kemayoran, meskipun pribumi, mereka tetap tega berbuat jahat kepada sesamanya.
Suatu ketika penduduk Kemayoran mengadakan acara derapan padi atau panen memotong padi di sawah milik kompeni. Setiap orang diwajibkan memotong lima ikat padi. Satu ikat milik pemotong dan empat ikat milik kompeni.
Salah seorang penduduk Kemayoran yang bernama Midah, ikut serta, ia adalah perempuan tercantik di Kemayoran. Mandor Bacan tertarik untuk menggodanya.
“Hei manis, kau curang ya? Ikatan yang akan kau ambil kau buat lebih besar dari yang lain. Ayo, cepat kurangi!” goda Mandor Bacan seraya menyentuh tangan Midah.
Midah menepis tangan Mandor Bacan, ia juga tidak segera mengurangi ikatannya, Mandor Bacan menjadi tersinggung dan mengeluarkan goloknya hendak mengancam Midah.
Tiba-tiba golok Mandor Bacan ditangkis oleh seorang pemuda. Pemuda itu tak lain adalah Murtado, kekasih Midah.
Mandor Bacan sangat marah dan menantang Murtado untuk berkelahi, Murtado menanggapinya dengan tenang lalu mengeluarkan jurus-jurus bela diri yang dikuasinya. Mandor Bacan dibuatnya kalang kabut, lalu tidak melawan dan melarikan diri. Mandor Bacan mengadukan kejadian kepada Bek Lihun. Bek Lihun sangat marah dan berjanji akan membalas perbuatan Murtado.
Suatu hari Bek Lihun sedang minum kopi di sebuah warung, ia melihat Murtado lewat di depannya lalu dipanggilnya pemuda itu.
“Hei Murtado, tidak sopan sekali kau! Lewat di depanku tanpa permisi, dasar pemuda sombong!” ujar Bek Lihun. Murtado hanya menoleh dan terus melanjutkan perjalananya, ia tidak mau ribut dengan Bek Lihun.
Tetapi Bek Lihun terus memanggil dan mengikuti Murtado. “Hei, kau tuli ya? Dasar sok jagoan. Aku tahu siapa dirimu Murtado, pemuda kampung yang berlagak membela rakyat. Cih, sikapmu sungguh sok suci, dasar orang kampung !” ujar Bek Lihun.
Murtado menghentikan langkahnya dan berkata, “Aku hanya menolong orang-orang yang tertindas oleh kelakuanmu, mereka tidak sepantasnya menerima perbuatanmu yang keji. Suatu saat, kejahatanmu itu pasti akan dibalas.”
Bek Lihun sangat tersinggung, wajahnya merah menahan amarah. Emosinya memuncak. Ia menantang Murtado berkelahi. Murtado menanggapinya, ia berhasil mengalahkan Bek Lihun. Bek Lihun berteriak-teriak minta ampun.
Orang-orang berdatangan, mereka melihat Bek Lihun mengerang kesakitan. Tubuhnya lebam dan penuh luka, ia malu telah dikalahkan oleh Murtado. Ia menjelaskan kalau Murtado dan teman-temannya telah mengeroyoknya. Padahal, Murtado melawannya seorang diri.
Kejadin itu membuat Bek Lihun semakin dendam kepada Murtado, ia lalu menyewa tiga orang tukang pukul.
Suatu malam ketika Murtado hendak pulang ke rumah, mereka menghadangnya di tengah jalan tanpa banyak bicara menyerang Murtado yang sedang berjalan sendirian.
Pertarungan itu sangat geram karena lagi-lagi Murtado berhasil mengalahkannya, ia lalu mengatur siasat untuk menfitnah Murtado. Bek Lihun melapor ke polisi kalau Murtado telah membunuh orang di daerah Kwitang.
Ketika polisi menemukan Murtado, ia sedang berkasihan dengan kawan-kawannya, mereka membela Murtado dan mengatakan kalau Murtado sudah bersama nereka sejak sore. Jadi tidak mungkin ia membunuh, para polisi percaya dan tidak jadi menangkap Murtado.
Siasat Bek Lihun kembali gagal, ia lalu memanggil tiga orang pencuri andal dari Pondok Labu, mereka adalah Kepleng, Boseh, dan Boneng.
Tiga pencuri ini sangat mahir menyusup ke rumah orang. Bek Lihun menugaskan mereka masuk ke rumah Murtado dan membunuhnya.
Mereka beraksi pada malam hari ketika Murtado terlelap, mereka menggali tanah dan membuat lubang menuju ke dalam kamar Murtado.
Murtado mengetahui ada penyusup masuk ke kamarnya, ia telah siaga. Lampu kamar ia matikan, para pencuri meraba-raba di dalam kegelapan, namun Murtado bisa melihat mereka.
Murtado memanfatkan kesempatan itu untuk melakukan serangan. Itu, Mereka berteriak kesakitan dan memohon ampun, teriakan mereka membangunkan warga sekitar, lalu diringkus dan dibawa ke kantor polisi.
Kawanan pencuri itu mengaku kalau mereka disuruh oleh Bek Lihun. Bek Lihun dipanggil ke kantor polisi, ia sangat malu, setelah kejadian dendamnya kepada Murtado pun semakin membara
Kali ini, Bek Lihun beraksi sendiri, Ia mendatangi rumah Midah pada malam hari dan berusaha memperkosanya. Midah berteriak minta tolong, para tetangga termasuk Murtado, datang ke rumahnya, ketika mereka datang, Bek Lihun telah melarikan diri.
Murtado sangat marah mendengar laporan dati Midah, ia mendatangi Bek Lihun dan menghajarnya habis-habisan. Bek Lihun berteriak-teriak minta ampun dan ia berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Semenjak itu, Bek Lihun menjadi hormat kepada Murtado.
Pada masa itu, di Kemayoran, perampokan sangat marak terjadi. Tuan Rusendal menugaskan Bek Lihun untuk membasmi para perampok itu.
Bek Lihun kewalahan, para warga Kemayoran tidak akan ada yang mau membantunya menangkap para perampok. Mereka semua tidak senang dengan Bek Lihun karena sikapnya yang semena-mena.
Akhirnya, Bek Lihun meminta bantuan kepada Murtado. Murtado dibantu oleh kawan-kawannya berhasil menangkap gerombolan perampok yang dipimpin oleh Warsa.
Wilayah Kemayoran kini sudah aman. Para warga merasa berutang budi kepada Murtado, begitu pun dengan tuan Rusendal. Ia menawarkan Murtado jabatan sebagai bek menggantikan Bek Lihun, tetapi Murtado menolaknya, ia lebih senang menjadi warga biasa.
Murtado lalu menikah dengan Midah, mereka membangun keluarga yang sejahtera dan hidup bahagia selamanya.
Pesan Moral
Kisah ini mengajarkan kepada kita agar selalu berbuat baik dan tidak sombong. Bantulah sesama yang membutuhkan pertolongan tanpa pamrih. Janganlah dendam kepada orang lain, sikap buruk itu hanya akan membawa bencana bagi kita seperti yang dialami oleh Bek Lihun.
0 Response to "Murtado Jagoan Dari Kemayoran"
Post a Comment