Alkisah Rakyat ~ Cerita rakyat gantung sirah tersebut menyangkut banyak tempat petilasan dan makam-makam, yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada zaman permulaan berdirinya Keraton Yogyakarta, yaitu waktu Sri Sultan Hamengku Buwana ke I ( Pangeran Mangkubumi masa perang Giyanti yang terkenal), masih belum mendirikan Keraton di kota Yogyakarta sekarang ini tetapi masih di desa Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta.
Sedangkan ibu kota kabupaten Gunung Kidul waktu itu belum di Wanasari sekarang ini, tetapi masih berada di desa Pathi (Pojong). Perlu diketahui bahwa Kabupaten Gunung Kidul waktu itu dibawah Bupati Poncodirja yang taat pada Sri Mangkunegara yang terkenal dengan nama Sambernyawa.
Tempat-tempat petilasan yang tersangkut di dalamnya antara lain: Pojong, Karangmaja, Nglipar, Semanu. Sedangkan makam-makam tercantum didalamnya adalah antara lain: Makam Gantung Sirah, yang terletak di Kelurahan/Kecamatan Karangmaja kurang lebih 1 setengah kilo meter. Kedua makam Poncodirja, terletak di desa Pathi, dahulu bekas rumahnya, Kelurahan Genjahan, Kecamatan Pojong, Kabupaten Gunung Kidul.
Ceriteranya
Waktu itu perang pemberontakan Pangeran Mangkubumi belum lama selesai. Penyelesaiannya di desa Giyanti rupanya masih membawa pengaruh pula sampai di daerah-daerah wilayahnya.
Bupati Gunung Kidul merasa itu ditangan Tumenggung Poncodirja yang mempunyai beberapa saudara antara lain Poncosadewa, Poncobenawi dan lain-lain, yang bertempat tinggal di desa-desa Nglipar, Ngawen, Karangmaja, Semanu dan Pojong.
Perdamaian “Ontran-ontran Pangeran Mangkubumi” di desa Giyanti menggariskan, bahwa Kabupaten Gunung Kidul termasuk sebelah barat batas (kikis), berarti termasuk wilayahnya Pangeran Mangkubumi atau kemudiannya Sri Sultan Hamengku Buwana ke I yang waktu itu masih bertempat di Desa Ambarkerawang, Gamping, KAbupaten Sleman sekarang ini.
Tetapi Bupati Poncodirjo tidak mau melihat kenyataan tersebut, dia masih tetap berkeinginan, agar kabupatennya di bawah Sri Mangkunegara. Apakah keinginan Bupati Pncoodirjo tersebut merupakan keinginan pribadinya sendiri, ataukah ada orang lain di belakangnya, hal ini masih belum jelas. Tetapi satu hal yang menjadi perhatian, bahwa Sri Mangkunegara waktu itu memiliki satu pesanggarahan atau Padepokan di desa Ngawen. Sehingga mungkin juga bahwa sebenarnya Sri Mangkunegara masih berkeinginan nggondeli dan belum ikhlas akan hilangnya pesanggarahan atau padepokan miliknya tersebut.
Tumenggung Poncodirjo, yang Ibu Kota Kabupatennya terletak di Desa Pathi, Ponjong, mengundang kelima saudara-saudaranya, yaitu Pncosedewa, Poncobenawi dan lain-lain, untuk diajak merundingkan tekad rencananya mengadakan kraman pada Keraton Ngayogyakarta.
Rupanya pemikiran tersebut mendapatkan dukungan yang kuat dari semua saudaranya. Sehingga usaha permulaan dan persiapan pun segera pula diselenggarakan. Orang-orang yang dianggap penting, sakti dan sependapat ditariknya, agar dapat merupakan satu kekuatan yang menentukan dalam pemberontakannya nanti.
Salah seorang tokoh sakti yang diundangnya tersebut bernama Kyai Gantung Sirah (nama aslinya tidak jelas, sedangkan nama sebutan sebenarnya diberikan oleh orang-orang kemudian, dikarenakan tokoh tersebut manantinya mendapatkan hukuman dengan sirahnya/kepalanya setelah dipotong/ditigas jangganya), digantungkan di atas sebatang kayu yang ditancapkan di tanah. Kyai Gantung Sirah diangkatnya sebagai senapati perangnya. Untuk semua persiapannya itu, maka latihan-latihan perang pun segera diselenggarakan. Dengan sendirinya masa persiapan tersebut membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Dalam situasi semacam itu rupanya Sri Sultan Hamengku Buwana ke I sebagai seorang tokoh dan ahli siasat dan gelar perang, cukup hati-hati dan tidak lengah. Beliau mengirimkan utusan prajurit sandinya ke daerah Kabupaten Gunung Kidul, untuk menyelidiki dan mengamati Kabupaten Gunung Kidul, terutama para pimpinan kabupatennya. Dengan tekun dan hati-hatinya utuan sandi tersebut mengamati daerah demi daerah dan seorag demi seorang.
Setelah yakin benar bahwa Tumenggung Poncodirjo dengan saudara-saudaranya mengambil tekad akan mengadakan pemberontakan terhadap Sri Sultan Hamengku Buwana ke I di Ngayogyakarta, maka dia segera mengirimkan utusan untuk melaporkan hasil-hasil pengamatannya kepada Sri Sultan Hamengku Buwana ke I.
Sumber: Ceritera Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta
0 Response to "Gantung Sirah"
Post a Comment