Alkisah Rakyat ~ Syekh Umar, kelak setelah meninggal disebut Syekh Maja Agung. Menurut petunjuk yang didapatkannya dari Ilham, pada suatu ketika Syekh Maja Agung bersama-sama dengan Syekh Melikan dan seorang kawannya lagi, mereka bertiga meninggalkan Mekah menuju ke Jawa.
Sesampai di pulau Jawa, Syekh Umar dan seorang kawannya menuju ke Demak. Pada suatu malam, Syekh Umar dan kawannya itu mendapat "wangsit" (ilham atau petunjuk) dari Sunan Kalijaga. Di dalam wangsit itu, Syekh Umar dengan kawannya disuruh pergi ke Rawa Bering, yang terletak di sebelah selatan Gunung Merapi diapit oleh dua sungai, ialah: Sungai Code dan Sungai Winaga. Mereka berdua disuruh bertapa di Rawa Bering itu. Di dalam wangsit itu dijelaskan bahwa pada saatnya kelak, Rawa bearing itu akan merupakan tempat Keraton atau pusat kerajaan yang besar, dan Syekh Umar dengan seorang kawannya itu disuruh "suwita" (menghamba) kepada calon Raja yang pertama yang akan bertahta di Keraton yang akan didirikan di Rawa Bering itu.
Syekh Umar dengan kawannya itu segera berangkat ke Rawa Bering atau Alas Bering (karena disamping berwujud sebuah rawa, juga berwujud hutan). Sesuai dengan petunjuk ilham itu, Syekh Umar dengan kawannya itupun bertanya di sana.
Pada waktu itu, perang Giyanti sudah mendekat masa berakhir. Perang Giyanti, ialah perang besar yang terjadi karena perlawanan Pangeran Mangkubumi terhadap pemerintahan atau kekuasaan Kompeni Belanda di tanah Jawa.
Pada suatu ketika Pangeran Mangkubumi dengan seorang pengiringnya sampai di hutan Bering. Beberapa saat lamanya Pangeran Mangkubumi berhenti di tempat itu, selanjutnya berjalan menuju ke arah barat, terus membelok ke arah selatan, lalu membelok ke arah timur, diteruskan menuju ke arah utara, dan pada akhirnya membelok lagi ke arah barat, dan sampailah di tempat semula beliau berhenti pada pertama kali.
Tempat-tempat yang dilalui Pangeran Mangkubumi ketika berjalan berkeliling dihutan Bering itu pada kemudian harinya didirikan benteng Keraton Yogyakarta yang wujudnya masih ada sampai pada saat sekarang. Disesuaikan dengan keadaan sekarang, arah perjalanan Pangeran Mangkubumi itu melewati Suryabrantan, terus ke Plengkung Tamansari, Pugeran, terus ke Timuran, Wetan Beteng, akhirnya sampai ke Yudanegaran.
Setelah berjalan berkeliling dan sampai Kembali ke tempat semula, barulah beliau melihat adanya dua orang bertanya, yaitu Syekh Umar dan seorang kawannya. Oleh Pangeran Mangkubumi, orang yang bertanya itu disuruhnya berpindah ke arah timur. Syekh Umar mengetahui Siapakah yang menyuruh dia pindah itu, tidak lain ialah calon raja pertama yang akan bertahta di situ kelak. Karena mengetahui hal yang demikian itulah, maka Syekh Umar menuruti perintah itu, itu lalu pindah ke arah timur, menetap di pinggir sebelah barat sebuah kali ( kelak dikenal dengan nama Kali Code). Tempat yang dipergunakan untuk bertanya oleh Syekh Umar itu, kelak setelah dibangunnya Keraton Yogyakarta, tempat terletak bangunan Pagelaran Keraton, di sebelah utara tempat itu menjadi alun-alun Utara, dan di sebelah selatannya ialah tempat didirikannya istana Baginda Raja.
Syekh Umar berpindah dari tempat bertapa semula ke sebelah timur, lalu menetap di sebelah barat kali Code, di bawah sebatang pohon maja yang besar. Itulah sebabnya, Syekh Umar itu kelak terkenal dengan sebutan Syekh Maja Agung, berhubungan dengan pohon maja yang besar itu. Di manapun beliau berada, senantiasa menyebarkan agama Islam.
Kesaktian Syekh Maja Agung dan kawannya dimanfaatkan oleh Pangeran Mangkubumi dalam perjuangannya melawan penjajahan dan kekuasaan Kompeni Belanda. Pangeran Mangkubumi memerintahkan agar Syekh Umar (atau Syekh Maja Agung) dan kawannya membantu beliau melawan Kompeni Belanda. Perintah itu dilaksanakan oleh Syekh Umar dan kawannya. Kemanapun perginya, senantiasa Syekh Umar senantiasa membawa bekal jagung, dan kawannya membawa bekal kacang hijau, untuk mekan mereka sehari-hari; jadi makan mereka sehari-hari bukannya nasi, melainkan jagung dan kacang hijau.
Ternyata Syekh Umar dan kawannya memang benar-benar memiliki kelebihan atau kesaktian. Di mana-mana mereka senantiasa mendapatkan kemenangan dalam berperang. Dalam peperangan-peperangan yang terjadi Syekh Umar dan kawannya dapat mengerahkan pasukan perang yang besar dengan kesaktian mereka. Syekh Umar menyebarkan biji biji jagung, dan kawannya menyebarkan biji biji kacang hijau. Atas kesaktian mereka, Maka biji biji jagung dan biji biji kacang hijau itu pun lalu berubah menjadi pasukan prajurit yang besar jumlahnya, untuk melawan prajurit Belanda dan pengikut-pengikutnya.
Dengan pasukan prajurit yang diciptakan dari biji biji jagung dan biji biji kacang hijau itu, Syekh Umar dan kawannya dapat memukul mundur musuhnya, dan Mengejar Terus Sampai ke arah Cirebon. Setelah pihak musuh dapat dipukul mundur, maka Syekh Umar dan kawannya itupun lalu kembali lagi ke tempat bertanya semula.
Pangeran Mangkubumi merasa sangat berkenan atas bantuan yang telah diberikan oleh Syekh Umar dan kawannya, sehingga pihak musuhnya dapat terpukul mundur dengan demikian maka Pangeran Mangkubumi akan dapat dengan tenang mendirikan kerajaan baru. Sebagai ucapan terima kasihnya kepada bantuan yang telah disumbangkan oleh Syekh Umar dan kawannya itu, maka Pangeran Mangkubumi menjanjikan akan memberikan penghargaan kelak. Pangeran Mangkubumi lalu berpesan, pada saatnya kelak Pangeran Mangkubumi sendiri akan datang menjemput Syekh Umar dan kawannya untuk diundang ke Keraton. Ditegaskan di dalam pesannya itu, karena penghargaannya kepada Syekh Umar dan kawannya, maka Pangeran Mangkubumi akan datang sendiri menjemput Syekh Umar dan kawannya, bukannya hanya mengirimkan utusan.
Selang beberapa saat kemudian, setelah Pangeran Mangkubumi berhasil mendirikan pemerintahan kerajaan yang besar, Ingatlah beliau kepada bantuan besar yang telah diberikan oleh Syekh Umar dan kawannya. Untuk menghargai bantuan yang sangat besar nilainya itu, Pangeran Mangkubumi yang kini telah bergelar Sultan Hamengku Buwana I, lalu mengirimkan utusan, diperintahkannya memanggil atau menjemput Syekh Umar di pertapaannya, yaitu di bawah sebatang pohon maja yang besar di tepi sebelah barat kali Code.
Syekh Umar tidak melupakan pesan Pangeran Mangkubumi dahulu, yaitu pada saatnya kelak akan datang sendiri menjemput, tidak hanya mengirimkan utusan. Karena mengingat pesan itu, Syekh Umar tidak mau menghadap ke Keraton bersama-sama dengan utusan Baginda Sultan Hamengku Buwana.
Karena nyata-nyata Syekh Umar tidak bersedia memenuhi perintah melalui utusannya, maka utusan Baginda Sultan itupun lalu kembali ke Keraton, melaporkan hasil perjalanannya bertugas menjemput Syekh Umar itu. Menerima laporan demikian itu, Sultan Hamengku Buwana seketika menjadi marah, tetapi, setelah direnungkannya lebih lanjut, maka ingatlah Baginda akan janjinya yang telah diucapkan kepada Syekh Umar, bahwa tidak akan mengirimkan utusan untuk memanggil Syekh Umar, melainkan akan datang sendiri, mengingat besarnya jasa yang telah disumbangkan oleh Syekh Umar beserta kawannya. Tetapi niat untuk menjemput sendiri Syekh Umar itu ditangguhkan beberapa bulan atau tahun kemudian.
Pada suatu ketika, setelah selang agak lama dari peristiwa pemanggilan Syekh Umar melalui utusan Baginda yang ditolak oleh Syekh Umar itu datanglah seseorang “cantrik” (murid) dari pertapaan Syekh Umar menghadap Baginda Sultan Hamengku Buwana, dan melaporkan bahwa Syekh Umar telah meninggal dunia. Mendengar laporan itu, Sultan Hamengku Buwana merasa sangat bersedih hati. Niatnya akan menghadiahkan penghargaan kepada Syekh Umar atas jasa-jasanya belum dilaksanakan, kini Syekh Umar telah meninggal dunia.
Maka segeralah Sultan Hamengku Buwana meninggalkan istananya, pergi menuju ke tempat pertapaan Syekh Umar. Sesampai di sana, dilihatnya mayat Syekh Umar dalam keadaan duduk, sepintas lalu terlihat seperti "Kintel” (katak besar). Karena nampak perwujudan sepintas lalu seperti "kintel" itulah, maka tempat itu kemudian terkenal dengan nama “Kintelan”. Nama itu kemudian lalu menjadi nama tempat yang dilestarikan sampai sekarang, yaitu Kampung Kintelan. Syekh Umar meninggal dunia di bawah pohon maja besar tempat dia senantiasa bersemadi atau bertapa. Itulah sebabnya, Syekh Umar itu lebih dikenal dengan sebutan Syekh Maja Agung.
Syekh Melikan yang senantiasa bersama-sama dan membantu Syekh Maja Agung, setelah meninggal lalu dimakamkan di suatu tempat, dan makam itu terletak di sebelah utara Bantul, sampai sekarang terkenal dengan nama Makam Melikan. Sedang seorang lagi kawan Syekh Umar, setelah meninggal lalu dimakamkan di Kampung Patangpuluhan.
Sumber: Ceritera Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta
0 Response to "Syekh Maja Agung"
Post a Comment