Alkisah Rakyat ~ Pada zaman dahulu di dekat Gunung Abang tinggal seseorang yang terkemuka dari daerah itu bernama Angling Dharma. Pada masa kehidupan Anglingdarma itu hidup pula makhluk raksasa yang Sakti bernama Bekasakan. Antara keduanya saling bermusuhan karena Anglingdarma tidak menyenangi tindakan Bekasakan yang selalu mengganggu kehidupan penduduk setempat. Antara mereka berdua sering terjadi peperangan tetapi Anglingdarma tidak pernah berhasil mengalahkan Bekasakan. Angling Darma lalu mencari akal Bagaimana cara mengalahkan musuhnya itu karena setiap kali Bekasakan mati kena panahnya, sebentar hidup lagi. Hal ini telah terjadi berulang kali. Angling Darma lalu berusaha menyelidiki letak keanehan tersebut. Akhirnya, berkat ketelitiannya maka rahasia itu dapat diketahui. Ternyata Bekasakan mempunyai anjing piaraan yang selalu mengikutinya ke mana saja ia pergi.
Setiap kali Bekasakan mati kena panah Angling Darma Anjing itu lalu menjilat tuannya sehingga bisa hidup lagi. Angling Dharma berpendapat bahwa untuk mengalahkan Bekasakan terlebih dahulu ia harus membunuh anjing piaraan musuhnya itu. Pekerjaan itu akan dilakukan pada musim kemarau karena pada saat musim kemarau rumput di sekitar Gunung Abang kering, sehingga mudah dibakar. Setelah kesempatan itu datang, Angling Darma memerintahkan pengikutnya agar membakar rumput-rumput di sekitar tempat itu yang biasanya dipakai untuk bersembunyi anjing milik Bekasakan. Tidak lama kemudian api telah menyala berkobar-kobar, rumput dan semak lalu hangus terbakar. Pada saat berkobar api itu berwarna merah ( merah dalam bahasa Jawa disebut Abang).
Mulai saat itu penduduk menamai tempat tersebut Gunung Abang. Ketika api sedang berkobar, tiba-tiba muncullah anjing yang dicari-cari itu. Penduduk beramai-ramai mengepung anjing tersebut. Setelah Anjing itu tertangkap lalu dipenggal lehernya. Bagian kepala ditanam di tepi sungai di tempat yang berlumpur. Sejak terbunuhnya Anjing itu Bekasakan ikut musnah pula. Hal ini menjadikan kegembiraan penduduk karena sudah tidak diganggu lagi oleh Bekasakan. Mereka lalu mengadakan selamatan dengan sajian berupa pisang, juadah dan tumpeng. Selamatan semacam itu dilakukan lagi pada tahun-tahun berikutnya setiap habis panen sehingga merupakan tradisi. Dan tradisi ini sampai sekarang masih Diteruskan oleh keturunan mereka.
Jika upacara Sadranan ini sedang dilakukan maka seluruh penduduk Gunung Abang ikut merayakan. Pada hari itu mereka meninggalkan pekerjaan masing-masing untuk menyambut hari gembira tersebut. Biasanya upacara ini tidak hanya dihadiri oleh penduduk Gunung Abang saja tetapi juga penduduk dari desa-desa di sekitarnya. Bahkan ada pula yang berasal dari tempat yang jauh. Di antara mereka itu ada yang datang dengan maksud disamping untuk bersenang-senang, juga untuk melepaskan nazar (kaul). Karena di daerah ini ada kebiasaan yaitu jika seseorang mempunyai suatu keinginan dan telah terkabul maka pada kesempatan Sadranan itu ia mengadakan nazar. Bagi orang yang sedang bernazar, biasanya ia membawa makanan untuk tambahan dalam Sadranan tersebut.
Selamatan Sadranan biasanya dimeriahkan dengan tandakan (dalam bahasa Jawa disebut ledekan). Menurut keterangan, pada zaman dahulu jika tandak sedang menari, sering diberi uang oleh orang yang hadir. Sekarang oleh pemerintah daerah Gunungkidul cara pemberian uang demikian itu telah dilarang karena tidak sesuai dengan etika. Bahkan sekarang ada ketentuan yaitu jarak antara tandak dengan penari pria paling dekat satu meter.
Di Gunung Abang terdapat mata air (Umbul Jawa) besar yang airnya cukup untuk mengairi sawah di sekitarnya, disebut umbul Geloran. Menurut cerita di dekat Umbul itulah dahulu tempat menanam kepala anjing milik Bekasakan. Penduduk percaya bahwa lumpur di sekitar tempat untuk menanam kepala anjing tersebut bisa untuk menyembuhkan luka. Jika seseorang terkena luka Ia lalu datang ke tempat lumpur tersebut disana luka itu dibenamkan ke dalam lumpur supaya lekas sembuh. Menurut keterangan penduduk, cara pengobatan demikian itu telah banyak yang melakukan. Menurut anggapan mereka sembuhnya luka itu akibat lumpur tadi. Secara ilmiah anggapan itu belum dapat dipastikan kebenarannya karena selama ini belum pernah dilakukan penelitian terhadap lumpur tersebut.
Demikianlah sedikit uraian tentang asal mula upacara tradisional Sadranan di Gunung Abang.
Sumber: Ceritera Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta
0 Response to "Upacara Sadranan Di Gunung Abang"
Post a Comment