Si Kabayan Takut Ngomong Politik ~ Si Kabayan tertarik sekali oleh Bang Deog. Dia barbir. Pernah bilang dengan bangga: "Saya ini barbir rakyat kecil macam Bung Kabayan. Salonku cuma beratap dedaunan pohon asem ini, dan ase-nya cuma angin semilir dari laut. Sangat alami dan sehat."
Si Kabayan senang sekali diakui "rakyat kecil". Aku tidak akan kesepian, pikirnya. Rakyat kecil kan jauh lebih banyak dari pada "rakyat gede." Rakyat gede banyak diri orang, rakyat kecil banyak dikasih sayangi sesama nasib, pikirnya lebih jauh.
Hari ini untuk kedua kalinya Si Kabayan dicukur di salon "alami" di bawah pohon asem itu. Ternyata Bang Deog itu tukang cukur yang kranjingan ngobrol. Sekali ngobrol, mulutnya ledeng bocor. Apalagi kalau ngobrol politik. Sukar ditutup krannya. Bicaranya monolong. Hujan kata-kata. Dan dimulainya selalu dengan kalimat yang itu-itu juga. Katanya: "Kita adalah makhluk manusia, yang diciptakan oleh al-Khalik dengan seperangkat otak dan akal-budi untuk digunakan secara bebas. Jadi kebebasan adalah hak azasi setiap makhluk manusia termasuk saya, barbir, dan Anda, langgananku."
Si Kabayan tidak suka ngomong politik. Dia selalu takut, karena kata mertuanya, telinga spion penjajah menempel seperti cendawan racun dimana-mana, juga di bawah pohon asem itu.
Bang Deog sudah mulai gunting-gunting rambut Si Kabayan yang panjangnya sudah seperti ekor kuda. Mulutnya sudah mulai mengoceh. Dan hati Si Kabayan sudah mulai ciut. Takut ada cendawan racun yang menempel dipohon asem. Krrkk-krrkkk-krrkk, bunyi gunting. Rambut berjatuhan ke tanah. "Tahu, bagaimana jahatnya si penjajah" bunyi mulut Bang Deog yang mulai ngomong dan ngomong terus.
"Pendekkan!" bunyi mulut Si Kabayan. Krrkk-krrkk, bunyi guntuing. Rambut berjatuhan ke tanah. Kata-kata keluar terus dari mulut Bang Deog. "Nah, Bang Kabayan, itu yang disebut 'Polkestrat' (Volksraad) itu? Itu adalah parlemen-parlemenan doang. Dewan rakyat palsu, karena anggota-anggotanya tidak ada yang dipilih oleh rakyat. Semuanya diangkat oleh pemerintah yang penjajah. Dengan sendirinya nun-inggih ndoro kangjeng gupernemen melulu. Itu kan tidak lucu!"
"Pendekkan!" kata Si Kabayan. Krrkk-krrkkk! Bunyi gunting. Rambut berjatuhan ke tanah. Dan Bang Deog ngomong terus. "Dan lucunya, si penjajah itu lewat pers putihnya yang sangat kolot dan tolol itu selalu menggembar-gemborkan bahwa rakyat kita yang buta huruf itu, mana tahu soal politik. Mana becus memerintah sendiri."
"Pendekkan!" kata Si Kabayan. Krrkk-krrkkk, bunyi gunting, berjatuhan lagi rambut ke tanah.
"Tapi para pemimpin nasional kita itu hebat-hebat, Bung Pinter-pinter. Berani-berani! Cinta rakyat. Berani berkorban. Berani masuk bui. Tak peduli diasingkan. Mereka tidak peduli propaganda penjajah yang menghina itu. Mereka nyeruduk terus. Mengutuk penjajah. Hotperdomah kamu, hey, penjajah, kata mereka. Rakyat kita tidak bodoh. Tahu politik."
"Pendekkan!" kata Si Kabayan. Krrkk-krrkk, bunyi gunting. Dan rambut pun berjatuhan ke tanah.
"Memang, rakyat tidak bodoh, Bung. Tidak! Yang bodoh itu malah yang bilang bodoh. Si Penjajah itu. Rakyat tahu betul, apa politik itu. Rakyat tahu. Politik itu kan keadilan. Rakyat dan keadilan. Apalagi ketidak adilan, karena seluruh dan sepanjang hidupnya mereka ditindas dan dicekik oleh ketidakadilan."
"Pendekkan!"
"Jadi politik itu rakyat tahu benar. Ngerti, Bung?"
"Pendekkan!" suara Si Kabayan ditingkatkan ke taraf hampir berteriak. Dan Krrkk-krrkk lagi bunyi gunting. Dan berjatuhan lagi potongan-potongan rambut ke tanah. Sampai pada suatu saat, ketika untuk kesekian kali kata. "Pendekkan!" keluar lagi dari mulut Si Kabayan, Bang Deog melompat ke udara, lalu kaget "Lho!" katanya "mana mungkin kependekkan lagi, rambutmu itu, Bung Kabayan? Kepala Bung sudah gundul-terundul, segundul-gundulnya; sudah gundul mutlak; sudah licin kayak kepala pahlawan kemerdekaan India, Mahatma Gandhi; atau kepala itu bentang pelem Yul Briner. Mau dipendekkan apanya?! Apa mau aku keruk kulitnya dengan kikir dan parut?"
Pulang ke rumah, anak-anak di jalan pada ramai ketawa-ketawa dan menyoraki Si Kabayan: "Si Botak!, Si Botak! Kepalanya kayak kepala burung bangau!" Dan Si Kabayan menggerutu dalam hatinya: Aiiiih! Gara-gara pengecut, takut ngomong politik, ganjarannya beginilah! Gua disoraki dan diketawain anak-anak ingusan. Buseeet!! Dia cepat-cepat lari ke rumahnya, dikejar terus oleh anak-anak. disoraki terus. "Kepala botak! Kepala botak! Si Kabayan kayak bangau botak!"
Sumber : Si Kabayan Manusia Lucu oleh Achdiat K. Mihardja
loading...
0 Response to "Si Kabayan Takut Ngomong Politik"
Post a Comment