Si Kabayan Ingin Di Undang ~ "Bah, Abah!" kata Si Kabayan kepada Pak Kiyai. "Apa ciri-cirinya yang membedakan laki-laki yang sudah dewasa dan laki-laki yang masih anak ingusan?"
"Itu kan jelas, Kabayan. Anak-anak kan ingusan. Orang dewasa kan tidak lagi. Itu satu. Kedua, anak kecil kan kecil segala-galanya; orang dewasa besaaar."
"Ya-ya, itu jelas, Bah. Tapi orang dewasa ada yang badannya kecil, tapi kepalanya besar."
"Memang ada. Tapi yang kepalanya besar itu disebabkan karena omongannya gede. Itu saja. Ngerti toh?!"
"Tapi kenapa orang yang lebih besar badannya dari anak-anak kecil itu tidak disebut 'orang besar' saja? Kenapa kok disebut 'orang dewasa'?"
"Nah, Abah mau balik tanya sekarang. Apakah kamu sebagai seorang 'dewasa' mau berebutan naik punggung Si Iteung dalam main kuda-kudaan sama anakmu, Si Bego?"
Si Kabayan berpikir sekejap. Jawabnya; "Lihat keadaan, Bah. Kalau ada mertua, saya pasti tidak berani. Malu."
"Nah, rasa malu itulah tanda kedewasaanmu, Kabayan."
"Tapi di samping malu, saya juga takut, Bah. Takut, kalau-kalau bapak mertua ingin ikut main rebutan juga. Kasihan Si Iteung jadi rebutan tiga angkatan. Kan tidak lucu, Bah."
"Baiklah, Abah tanya satu pertanyaan lagi, Kabayan. Apakah kamu sebagai orang dewasa, berani ikut bertelanjang bulat sama anak-anak kecil main bola hujan-hujanan dipekarangan rumah orang lain.?"
Si Kabayan berpikir sejenak. "Malu ah." jawabnya kemudian.
"Nah, rasa malu itulah, Kabayan. Itulah salah satu ciri orang yang dewasa. Anak-anak kan tidak malu."
"Jadi, kalau tidak malu, berarti tidak dewasa?"
"Jelas. Tidak dewasa. Tapi ada juga orang dewasa yang rasa malunya 'pilih-pilih.' Dia malu kalau bertingkah laku seperti kanak-kanak, tapi tidak malu kalau dia misalnya mencuri, menipu, korupsi, dan melakukan kemungkaran-kemungkaran lainnya semacam itu. Yah, banyak orang-orang yang semacam itu. Tapi yang kamu tanyakan itu kan apa ciri-cirinya perbedaan anak-anak dan orang yang disebut dewasa itu, bukan?"
Si Kabayan mengangguk - angguk.
Semingu kemudian, KI Silah, tetangga Si Kabayan yang kaya, gila gengsi tapi kikir itu, mengadakan pesta perkawinan anaknya. Seperti biasa, banyak tamu pembesar dan orang - orang kaya dari kota yang diundang. Tapi Si Kabayan, walaupun tetangga dekat, menelan ludah, dan bertanya-tanya, kenapa dia dan Si Iteung tidak ikut diundang. Dia dongkol, karena dia sadar bahwa demi gengsi, Ki Silah bersikap diskriminatif terhadap orang-orang yang tidak mampu macam Si Kabayan.
Sedang pesta lagi ramai-ramainya dan para tamu lagi enak-enaknya menikmati jamuan makan yang serba lezat, mereka tiba-tiba terperanjat melihat dihalaman muka, anak-anak yang telanjang ramai berteriak-teriak, ketawa-ketawa, sambil menyepak-nyepak bola dan berebutan dengan seorang laki-laki dewasa yang ikut mengejar-ngejar dan menyepak-nyepak bola. Dan diapun telanjang bulat seperti anak-anak itu.
Para tamu wanita menjerit, cepat-cepat membuang muka dari permainan bola itu. Dan para tamu laki-laki merasa pemandangannya rusak dan selera makannya hilang. Ki Silah gugup, bingung, dan malu. Wah, gengsiku jatuh, nih! pikirnya. Para tamu pasti mengejek aku. Memang aku seharusnya tinggal di daerah elite, bukan di daerah kumuh seperti ini. Dan punya tetangga yang gila lagi! Ki Silah marah sekali. Lalu berteriak-teriak; "Kabayan! Kabayan ! Apa-apaan kamu! Lari-larian telanjang bulat! Aku malu punya tetangga kayak kamu. Kamu kan sudah dewasa! Bukan anak kecil lagi! Punya rasa malu. dong!"
Dengan tangkas Si Kabayan berteriak-teriak kembali; "Kalau aku dewasa. Ki Silah, kenapa aku dan Si Iteung tidak kamu undang?"
Semalaman Ki Silah tidak bisa tidur. Merasa salah. Memang pikirnya. Mentang-mentang Si Kabayan kurang mampu, aku tidak undang dia, padahal dia tetanggaku yang paling dekat. Gubugnya berdampingan dengan gedung kediamanku dan keluargaku.
Esokya dia buru-buru mangambil surat undangan. Ada beberapa restan dalam laci meja tulisnya. Lalu langsung diberikan kepada Si Kabayan. Dan Si Kabayan pun langsung menggerutu dalam hatinya; Masa ngundang sehabis pestanya bubar. Lalu bilang sama Si Iteung; "Dasar dunia materialis! Mata duitan! Baca Iteung! Masa ditulis catatan Nota Bone. "Tidak mau terima kiriman bunga!" Padahal kamu kan sudah bikin buket kembang yang bagus untuk mereka, bukan?"
Si Iteung berbisik; "Mungkin, Kang Kabayan, mereka itu tahu, bunga-bunga itu Iteung petik dari kebun mereka."
Sumber : Si Kabayan Manusia Lucu oleh Achdiat K. Mihardja
loading...
0 Response to "Si Kabayan Ingin Di Undang"
Post a Comment