Si Kabayan dan Keris Sakti ~ Keris itu Si Kabayan dapat sebagai tanda mata dan tanda mimitran dari seorang setengah tua yang memperkenalkan dirinya sebagai Ki Ageng, entah apa nama lengkapnya, Si Kabayan sudah lupa. Tapi supaya jangan canggung kalau ditanya orang, Si Kabayan lengkapi saja namanya itu menjadi Ki Ageng Monyong. Memang mulutnya agak monyong ke depan. Adapun kerisnya sudah diberi nama oleh Ki Ageng Monyong sendiri. Namanya, pendek, tapi artinya jelas.
"Kiyai Sakti ini adalah keris pusaka. Nak Kabayan," kata Ki Ageng Monyong. "Berasal dari zaman Kiyai Semar bertahta di Gunung Semeru. Ketika Perang Bratayuda sedang ramai-ramainya, keris ini dipegang oleh Raden Gareng Semarputra yang mengamuk dan berhasil membinasakan seluruh kaum korawa. Jadi, Nak Kabayan, baik-baiklah menjaga dan memelihara azimat yang serba sakti dan keramat ini. Jangan sekali-kali Nak Kabayan lengah atau menyepelekannya. Dan sekali-kali jangan berani membawa dia masuk kakus. Bisa ngamuk dia! Dan para dewa di kahyangan Mahameru tentu bakal pada marah. Nanda bakal kwalat. Berarti celaka. Jadi hati-hati, deh!"
Maka Si Kabayan pun getol memandikan Kiyai Sakti itu dalam air yang diisi bebungaan tujuh warna. Dan tiap malam Jumat dia membakar kemenyan dan menaroh sajean diatas sebuah meja kecil, dimana sang kiyai bersemayam diatas sebuah bantal yang penuh ditaburi bunga rampai yang wangi dan berwarna-warni. Dan Si Kabayan kecewas-kecewis mulutnya, minta ini-itu sama dewa-dewa.
Pada suatu hari Ki Silah menemui Si Kabayan di rumahnya. Katanya: "Kabayan, malam minggu yang akan datang, aku akan mengadakan pesta ulang tahun istriku, Nyi Icih. Aku akan mengadakan pesta besar-besaran dengan mengundang bapak-bapak pejabat tinggi, opsir-opsir tinggi dan saudagar-saudagar bisnis kelas tinggi dari kota. Pokoknya, serba tinggi, deh. Tapi Kabayan, karena sekarang ini lagi musim hujan, aku takut pesta itu akan berantakan dilanda hujan. Aku dengar kamu punya keris sakti yang bisa menolak hujan. Bisa tolong aku?"
"O, tiada masalah, Ki Silah. Jangan kuatir. Hujan bisa diatur, Sang Kiyai Sakti akan menadah air hujan itu dan menumpahkannya di tempat lain."
Seminggu kemudian. Baru saja pesta mau dimulai, hujan tiba-tiba turun dengan sangat derasnya. Pertunjukan lenong dan film "tancep" yang terbuka basah kuyup. Band musik dangdut basah kuyup. Tamu-tamu dari kota yang bersaingan busananya dan perhiasannya basah kuyup. Ki Silah cepat-cepat lari ke rumah Si Kabayan. Minta tolong Kiyai Sakti supaya air hujan cepat-cepat ditampung dan ditumpahkan ke sawah-sawah yang kekeringan, atau keluar saja.
"Oke, Ki Silah. Tiada masalah. Bisa diatur," kata Si Kabayan. Lalu dengan cuma bercelana dalam dia segera loncat ke dalam hujan yang anginnya bertubi-tubi menampar muka dan seluruh badannya. Dan sambil meloncat-loncat dan menari-nari, dia mengacung-acungkan kerisnya ke langit, dan berseru-seru: "Hey! Para dewa di kahyangan! Hentikan hujan! Hentikan angin! Hentikan taufan! Hentikan kencing kalian! Hentikaaan!"
Tapi hujan tidak berhenti. Angin tetap menggebu-gebu. Malah hujan tambah deras. Angin tambah kencang. Dan taufan tambah mengamuk. Akhirnya Si Kabayan lari berteduh diemper pinggir rumah Ki Silah. Gemetar seluruh badannya. Gemeletuk giginya. Kedinginan. Ditegur oleh tetangganya itu; "Gimana kamu ini, Kabayan? Hujan kok malah tambah lebat?"
Sambil mengacung-acungkan kerisnya dengan tangkas Si Kabayan menjawab; "Wah, kalau tidak ada Kiyai Sakti ini, Ki Silah, pasti akan hanyutlah rumah Anda dan tamu-tamu agungmu itu; diseret semuanya, dikeceburkan ke laut, dimakan ikan-ikan hiu. Untunglah tidak sebusuk itu nasibmu dan tamu-tamu itu! Berkah keramatnya sang kiyai inilah, dewa-dewa dikahyangan tidak berani kencing berbarengan. Kalau berbarengan, wah..!"
Ki Silah mengangguk-angguk, penuh kekaguman.
"Kabayan," katanya."Kamu ini manusia luar biasa. Dengan sepotong besi runcing kamu bisa mengatur kencing dewa-dewa di langit. Luar biasa, Kabayan. Tidak semua orang bisa. Luar biasa."
Tapi kata-kata kekaguman itu malah memancing gerutuan dari Si Kabyan, ketika esoknya Si Kabayan minta sekedar upah untuk jajan Si Bego. "Dasar sifatnya bungaok. Biar sudah kaya sebagai maliuner, namun sekali kikir, tetap kikir. Tidak mau keluarin duit satu sen pun. Dianggapnya aku mau basah kuyup diguyuri kencing setan itu suatu hal yang wajar, sebagai tugas suci untuk kerja bakti kepadanya. Aiih, ada-ada saja sikap bungaok aneh itu!"
Saking jengkelnya Si Kabayan berseru-seru, mengancam kearah rumah Ki Silah. "Lain kali. Gua biarin kamu ditelan banjir kencing setan! Gua tidak mau tolong kamu lagi!"
"O, tiada masalah, Kabayan, karena tak kan ada lain kali lagi!" suara Ki Silah berteriak menjawab dari dalam rumah.
Kasihan Kiyai Sakti itu. Sepotong besi yang begitu kecil, tipis dan runcing pula, disuruh menahan kencing dewa yang begitu berbanjiran dari langit, itu kan keleweatan berat baginya. Lebih baik kamu suruh Kiyai Sakti itu beristirahat saja. Kabayan suruh beristirahat panjang, sama-sama dengan dewa-dewa dilangit bolong itu."
"Dasar bungaok," gerutu Si Kabayan lagi. "Kemarin dia nangis-nangis percaya akan kesaktian besi runcing itu! Kini dia ngejek-ejek, karena tidak mau bayar jasa gua. Dasar si kikir!. Sekali kikir, tetap pelit. Sekali rakus, tetap serakah. Cih!".
Sumber : Si Kabayan Manusia Lucu oleh Achdiat K. Mihardja
loading...
0 Response to "Si Kabayan dan Keris Sakti"
Post a Comment