Si Kabayan Batal Sembahyang

Si Kabayan Batal Sembahyang ~ "Konsentarsi, Kabayan! Konsentrasi!" kata Pak Guru dulu, ketika dia masih ingusan duduk di bangku sekolah dasar. "selama dalam kelas, pikiran dan perhatianmu pusatkan seluruhnya kepada pelajaranmu saja."


"Konsentrasi, Kabayan! Konsentrasi!" kata Pak Kiyai juga, ketika Si Kabayan mulai belajar agama dan pencaksilat padanya. "Di sekolah kamu sudah tahu dari pak Guru bahwa kamu harus pusatkan seluruh perhatian dan pikiran kepada pelajaran saja. Nah, kalau dalam sembahyang kamu harus pusatkan seluruh jiwa rohani kamu kepada Tuhan. Seluruh jiwa rohani, tahu? Termasuk juga akal pikiran, perasaan, khayal, niat, kemauan, ingatan, pendengaran, penglihatan, dan perhatian, semuanya itu secara mutlak dan bulat menyeluruh dipusatkan semata-mata kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, kalau kamu lagi sembahyang, Kabayan pikiran dan ingatanmu jangan dibiarkan kelayaban seenak perutnya, ke bioskop, ke Pasar Baru, nonton lenong, dapat lotre, atau terbang ke dalam kelonan pacarmu, Si Iteung. Itu tidak boleh. Dilarang."

Sekarang Si Kabayan sudah dewasa. Sudah punya Si Iteung dan Si Bego. Kata-kata pak Guru dan pak Kiyai dulu itu, sering dia ingat sekarang. Sampai sekarang Si Kabayan sering ingat.

Pada suatu senja hari, Si Kabayan lagi di perjalanan pulang dari kota. Dia segera cari tempat yang nyaman untuk melakukan sembahyang magrib. Kebetulan ada sebuah batu ceper yang besar dipinggir kali. Di atas batu itulah dia mau sembahyang. Ambil air wudhu dulu di pancuran yang tidak jauh dari sana. Menyucikan diri karena akan menghadap Tuhan Yang Maha Suci.

Baru saja dia meletakkan sapu tangannya sebagai alas keningnya kalau dia bersujud di atas batu ceper itu, dilihatnya Nyi Eulis, bekas istri ketiga Kopral Jono, lewat ke sana. Si Kabayan pernah tergila-gila sama wanita muda yang menggiurkan itu. Tapi selalu ciut hatinya, karena kopral itu pahlawan. Konon kalau sudah menebang leher musuh, dia suka membersihkan darah musuh dari pedang samurainya dengan lidahnya dijilat-jilat, lalu diteguk. Dan pahlawan itu bukan orang yang badannya tipis kerempengan macam Si Kabayan. Dia besar-tinggi, model Si Bedegul. Dan selalu menggelegar suaranya kalau berbicara. Dan kumisnya baplang melintang seperti tanduk kerbau. Pokoknya, Si Kabayan merasa lebih aman dan bijaksana, kalau memeluk Nyi Eulis itu dalam khayal saja kalau dia lagi memeluk Si Iteung. Tapi itu beberapa bulan yang lalu. Kini kopral Jono sudah almarhum, konon diguna-guna oleh saingannya dalam rebutan cinta. Perutnya bengkak-bengkak, dan mengigau terus, memanggil-manggil nama Nyi Denoksari, piala rebutan dengan saingannya yang mengguna-guna itu, Nyi Eulis dengan sendirinya tidak terlalu sedih dengan meninggalnya kopral yang suka menjilat-jilat darah musuh itu.

Kini Nyi Eulis sedang menjanda. Dalam mata Si Kabayan tambah lincah seperti burung gelatik yang melompat-lompat dari dahan ke dahan. Maksudnya, melempar senyum ke sini, mengedip- ngedipkan mata ke sana. Ketawa-ketawa bercekikikan seperti gadis remaja, anak SMA, Pokokya, Si Kabayan tergila-gila sama dia.

Pada saat janda muda itu lewat, Si Kabayan mau mengucapkan "Ussali" sebagai ucapan niatnya untuk memulai sembahyang magrib itu, namun yang keluar dari mulutnya berbunyi : "Ussali fadhu magribi- bibi-bibi..." demikian kerasnya, sehingga janda itu menoleh ke belakang dan menegur. "Hey. Kabayan! Batal sembahyangmu itu! Kok manggil-manggil bibi, bibi segala. Aku kan bukan bibimu!"

"O, maaf, Neng Eulis. Maaf. Akang masih eh, eh, masih suka eh, eh, masih suka teringat-ingat sama Neng. Sekarang Neng kan eh, eh sudah eeh, sudah tidak ada yang punya lagi bukan?"

"Dengar, Kabayan. Minggu depan aku ini akan menjadi Ibu Camat. Bukan lagi mantan Ibu Kopral Jono. Tahu!"

Si Kabayan sangat kecewa. Patah hatinya. Dan harapannya akan menangkap burung gelatik itu berantakan total. Tapi keluar juga pertanyaannya: "Eh, eh. Yang ke berapa, Neng?"

"Permaisuri, Kabayan. Permaisuri. Aku haram dikelas kambingkan. Tahu?!"

Dari mulai baca ussali sampai tamat tiga kali rakaat, konsentarasi Si Kabayan terus nyeleweng-nyeleweng ke wajah cantik calon permaisuri Bapak Camat itu. Dan ketika mau selesai sembahyangnya, bibirnya gemetar membunyikan kata-kata "as Sialan-ku alaikum warahmatullhi wabarakatuh," sambil menggelengkan kepalanya ke kanan. Lalu "as-Sialan-ku alaikum warahmatullahi warabatuh" sambil menggelengkan kepalanya ke kiri. Lalu mengusap mukanya sambil membaca "astagfirullah alhadim" tiga kali. Mohon ampun sama Tuhan, karena salatnya ngawur. Aiih! keluhnya dalam hati. Gara-gara Neng Eulis, calon Ibu Camat, konsentarasi sembahyangku jadi acak-acakan begini! Tapi itu karena gara-gara mata keranjangmu dan nafsu poligami kamu juga, Kabayan! Harus kamu brangus lebih ketat, dong!

Mendengar suara hati murninya itu Si Kabayan kaget. Terpeleset jalannya. Kecebur masuk kali. Basah kuyup, penuh lumpur muka dan kepalanya. Tambah menggerutu. Gara-gara si calon permaisuri, kepala gua sampai begini, kayak patung tanah lempung, karya ahli patung amatiran.

Sumber : Si Kabayan Manusia Lucu oleh Achdiat K. Mihardja
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Si Kabayan Batal Sembahyang Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Si Kabayan Batal Sembahyang Sebagai sumbernya

0 Response to "Si Kabayan Batal Sembahyang"

Post a Comment

Cerita Lainnya