Si Kabayan Harus Pilih

Si Kabayan Harus Pilih ~ Pagi ini Ki Silah mau mencocokkan pendapat dengan Si Kabayan. Katanya.


"Hey, Kabayan, kamu mau pilih mana? Duit banyak atau otak brilyan?"

"Dua - duanya, dong."

"Tidak boleh. Itu bukan pilihan. Kamu harus pilih salah satunya."

"Pilihanku dua-duanya."

"Sudah kukatakan itu bukan pilihan."

"Sudah kukatakan, itulah pilihanku."

Tidak cocok. Dua-duanya ngotot. Yang satu bilang, itu bukan pilihan. Yang satunya lagi, itu justru pilihanku.
Tapi akhirnya Si Kabayan mau memilih salah satunya. Katanya: "Oke, aku pilih otak yang brilyan. Alasannya, karena otak yang brilyan serba bisa. Bahkan bisa melemparkan manusia ke angkasa, disuruh hinggap di bulan. Tapi apa pilihanmu sendiri, Ki Silah? Duit banyak atau otak brilyan?"

"Duit yang banyak, dong. Bergudang - gudang."

"Alasannya?"

"Alasannya? Jelas! Otak brilyan tidak bisa apa - apa, kalau tidak ada duit. Apakah si otak brilyan itu akan bisa melemparkan manusia hinggap di bulan, kalau tidak ada duit untuk membikin roket - roket yang mahal - mahal itu? Apa bisa dia?"

Si Kabayan pungak - pinguk. Dalam hatinya dia mengakui bahwa pendapat Ki Silah itu ada benarnya, tapi toh, tidak benar seluruhnya; duit kan akan bulukan bau apek di gudang kalau tidak digunakan oleh otak yang brilyan untuk proyek-proyek yang hebat-hebat, pikirnya. Tapi sementara itu dia tidak sempat mengemukakan pendapatnya itu, karena Ki Silah tiba-tiba ketawa berkakakan, sambil meneruskan: "Duit itu sangat berkuasa, Kabayan. Kamu pun tahu, bukan, bahwa duit itu adikuasa? Bahwa dengan diiming-iming  gepokan - gepokan dollar di hadapan hidungnya, siapa pun bakal ngiler, lalu ikut - manut seperti seekor anjing yang setia dengan ekornya di antara kedua belah kaki belakangnya, apa saja yang kita maui dari dia. "Dia Ki Silah ketawa enak lagi, berkakakan bernada sinis, Hahaha! Hahaha! "Duit, Kabayan, duit! Itulah segala-galanya. Itulah yang penting! Karena duit adikuasa! Lebih kuasa dari pangkat tinggi! Lebih kuasa dari otak brilyan bergelar propesor! Siapa yang cukup tebal imannya untuk menolak sogokan duit?" Dan Ki Silah ketawa lagi. Hahaha! Hahaha! Nada sinismenya lebih tajam. Lalu meneruskan lagi: "Tahu, Kabayan? Tanpa sembah jongkok, lewat gepokan dollar leisensi jatuh dari langit ketujuh. Kita bisa bikin ini, bikin itu yang bakal menambah duit kita makin bertimbun di gudang yang namanya bank. Dan kalau kita ada kesulitan yang otak bloon kita tidak bisa pecahkan, tiada masalah, Kabayan. Gepokan dollar akan membuka otak kepala-kepala otak yang brilyan - brilyan itu untuk memecahkannya bagi kita. Bahkan kalau kita mau gengsi dan mau diangap intelak besar, dengan gepokan dollar mudah saja diatur. Kan ada istilah 'Doctor aspal' asli tapi palsu. Hahaha! Tiada masalah, kawan, Mudah saja. Pokoknya, Kabayan, dengan duit segalanya serba mudah, serba mungkin. Itulah maka aku lebih memilih duit, dari pada otak yang brilyan."

Tapi Si Kabayan tetap ngotot. Tetap merasa bahwa otak brilyan lebih utama dan lebih penting, karena otak brilyan pun memiliki kekuasaan yang bisa digunakan untuk mencari duit guna modal perusahaan besar, sehingga si otak brilyan dapat menggunakan kekusaan duit itu untuk menambah kekuasaan yang sudah ada pada otak yang brilyan, yang brilyan menjadi dobel, karena bisa menunggangi kekuasaan duit itu.

Tapi kedua orang itu tetap ngotot. Akhirnya mereka mau mendengar pendapat Pak Kiyai. Datanglah mereka sama-sama ke rumah Pak Kiyai. Sebagai sesepuh di desa Malakeudeu. Pak Kiyai sudah bisa diminta nasehat oleh penduduk. Dan tiap orang yang minta nasehat itu ditegurnya dengan kata "dombaku" sebagai penganut yang membutuhkan bimbingan Pak Kiyai sebagai gembalanya.

"O, kalian ingin mendengar pendapat Abah?" kata Pak Kiyai. "Oke! Inilah pendapat Abah. Terus terang saja, ya, kalian itu sama-sama bloon. Karena bloon, kalian buang-buang waktu, berdebat kusir. Tiada gunanya. Dengarlah pendapat Abah mengenai pilihan kalian itu. Nah, pilihan Ki Silah, yaitu duit banyak. Menganggap duit adalah segala-galanya, karena duit adalah adikuasa. Sebaliknya, Si Kabayan mengangap otak yang brilyan yang adikuasa dan segala-galanya itu. Nah, masing-masing pilihan itu sangat berbahaya, kalau faktor ketiga tidak dilibatkan."

"Apa faktor ketiga itu, Abah?" Keluar pertanyaan itu berbarengan dari dua mulut.

"Tunggu dulu, domba-dombaku. Kita tinjau dulu masalah 'kekuasaan' yang kalian anggap sangat penting dan berarti segala-galanya dalam hidup ini. Kalian tentu pernah dengar ungkapan yang kesohor dari orang-orang yang pintar-pintar, bahwa kekuasaan itu cenderung disalah gunakan oleh yang memilikinya.

Kekuasaan yang mutlak seperti dimiliki oleh Raja Jimbul disalah gunakannya pun secara mutlak pula, seenak perutnya. Nah, tanpa faktor ketiga, kekuasaan itu begitulah sifatnya, bisa dikorupsikan oleh pemiliknya."
"Apa faktor ketiga itu, Abah?" Lagi pertanyaan itu keluar dari dua mulut berbarengan.

"Nanti dulu, domba-dombaku. Sabar. Kita lihat dulu kekuasaan duit yang tidak dibarengi oleh faktor ketiga itu. Bagaimana itu?"

"Ya, bagaimana itu?" Dua domba tak bertanduk mengembikkan suara ketidak sabarannya.

"Akibatnya menumbuhkan kerakusan, mementingkan diri sendiri dan saling hancurkan dengan lawan saingannya yang sama rakus, dan sama mementingkan dirinya sendiri juga. Nah, itu masalah kekuasaan duit yang tidak dibarengi oleh faktor ketiga itu. Sekarang bagaimana masalahnya dengan kekuasaan otak yang brilyan, tapi tdak menggubris pula faktor ketiga itu. Akibatnya otak yang brilyan itu menjadi pinter keblinger, domba-dombaku. Kekuasaannya digunakan untuk membikin senjata-senjata jahanam, macam bom atom, bom nuklir, bom racun dan baksil, yang digunakan oleh kekuasaan duit yang rakus itu untuk saling hancurkan dengan saingannya. Nah, itulah akibat kerakusan san kekeblingeran yang akhirnya bekerja sama untuk menghancurkan seluruh umat manusia, karena tidak melibatkan faktor ketiga itu."

"Faktor ketiga!  Faktor ketiga! Sudah berkali-kali Abah menyebutnya, "kata domba-domba tak bertanduk itu."Tapi apa itu?"

"Belum kuterka juga oleh kalian. apa faktor itu, Kabayan, Ki Silah. Itu kan jelas. Ialah kemauan baik yang berdasarkan suara hati nuarani, mengejar keselamatan, kebahagiaan, dan kemakmuran, sesama hidup umat manusia seluruhnya di muka bumi ini. Ngerti?"

Kembali di rumahnya, Si Kabayan duduk merenung di sudut rumah, berpeluk lutut, merokok kretek, Aiiih, keluhnya. Dasar Si Kabayan! Sekali Si Kabayan, tetap Si Kabayan! Sekali tikus  comberan, tetap tikus comberan. Nasib! Nasib! Padahal, kalau si kaya-kaya duit dan si otak-otak brilyan mau mengikuti jejak gua, dunia pasti beres, deh. Kenapa? Kerena kalau urusan faktor ketiga, gua punya gudangan, deh. Bisa gua tabur-taburkan seenak perut gua dengan Cuma-cuma, tak usah bayar sepeser-petot pun, sekalipun gua dan Si Iteung ini (wahai nasib) cuma tikus comberan doang.

Sumber : Si Kabayan Manusia Lucu oleh Achdiat K. Mihardja
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Si Kabayan Harus Pilih Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Si Kabayan Harus Pilih Sebagai sumbernya

0 Response to "Si Kabayan Harus Pilih"

Post a Comment

Cerita Lainnya