Putri Dari Belahan Perut Ikan Merah

Alkisah Rakyat ~ Suatu hari Raja Langit merencanakan untuk mengadakan perhelatan resmi. Ia mempunyai tujuh orang anak gadis.  Di antara ketujuh putri raja tersebut, anak keempatlah yang paling pandai menari. Putri itu tak pernah lelah latihan menari, baik siang maupun malam. Karena sudah ketagihan menari, maka suatu ketika si Putri jelita yang lincah itu meminta semua perhiasannya untuk dipakai latihan menari, termasuk sarung emasnya yang tak ada duanya.


Berkatalah I Mandarraq (Sang Putri) kepada orang tuanya. Berikanlah sarung emasku, karena akan saya pakai untuk latihan menari. Akan tetapi, ibunya (Ratu Langit) menolak. Tidak usah engkau pakai dulu sarung emasmu. Anakku, jangan sampai rusak dan kotor. 

Nantilah pada hari perhelatan barulah engkau pakai sarung emasmu

I Mandarraq tetap ngotot ingin memakai sarung emasnya. I tidak mau mengerti. Tetapi Ratu langit tetap pada pendiriannya. Akibatnya, si Putri kesal lalu berlari kesana kemari sehingga tak terasa ia tiba di tangga langit. Disanalah ia meraung dan melompat- lompat tiba-tiba ia terpeleset lalu si Putri terjatuh ke bumi.

Dalam waktu yang bersamaan, di laut terjadi pertengkaran antara Raja Ikan Merah dan Raja Ikan Hiu. Karena Raja Ikan merah lebih gesit dan cepat maka cepat ditelannya sang Putri. Sang Putri yang ketakutan berkata. “Engkau akan membunuhku. Ikan Merah?” Berkata Raja Ikan Merah. “Engkau tidak kubunuh. Cucuku kami menyayangi Putri Raja Langit. Jangan sampai Ikan Hiu yang menelanmu, engkau akan mati di dalamnya, sebab Ikan Hiu itu rakus.” Demikianlah I Mandarraq tetap hidup di dalam perut Ikan Merah hingga beberapa tahun lamanya.

Sementara itu, di Kerajaan Langit lainnya, Raja Sarijawa yang murka pada putranya karena melanggar aturan istana, mengambil sebuah tabung perian (sejenis bambu) kemudian memasukkan putranya bersama segala pakaiannya ke dalam perian itu lalu dijatuhkannya ke bumi. Secara kebetulan perian itu jatuh di muara sungai Lariang. Di saat itu juga, Raja Baras sedang menjala ikan di sungai tersebut. Beliaulah yang menemukan tabung perian itu. Kemudian pulanglah ia dan menempatkan perian itu disalah satu ruang belakang istana.

Raja Baras memiliki tiga orang putri. Setiap malam Jumat, ketiga putrinya bangun tengah malam untuk mandi dari air tempayan yang telah disiapkan. Akan tetapi, sejak peristiwa Raja Baras pulang membawa perian, setiap putri raja hendak mandi, air dalam tempayan selalu habis sebelum sempat dipakai putri-putrinya. Begitu pula pada malam Jumat berikutnya, air dalam tempayan selalu habis sebelum sempat dipakai mandi. Hal ini menimbulkan keheranan dan kecurigaan Raja Baras dan ketiga putrinya.

Pada malam jumat yang ketujuh setelah peristiwa itu, Raja Baras dan putrinya berjaga-jaga sambil mengintip tempayan yang berisi air. Tak lama kemudian dilihatnya seseorang keluar tabung perian menuju tempayan untuk mandi. Raja cepat menyergap orang itu. Alangkah terkejutnya ia ketika dilihatnya bahwa orang yang selama ini menghabiskan air mandi sang Putri Raja ternyata seorang pemuda sangat tampan dan bukan orang biasa ditilik dari sinar wajah dan gerak-geriknya. Pemuda itu adalah putra Raja Sari jawa yang dibuang dari langit.

Tak lama kemudian, dikawinkanlah pemuda itu dengan ketiga putri Raja Baras karena semuanya ingin bersuamikan dengan pemuda itu.

Ketika ketiga putri Raja Baras mengidam, mereka ingin makan ikan hasil pancingan suaminya. Lalu pergilah pemuda itu memancing ikan. Setelah bersusah payah memancing, ia berhasil menangkap Ikan Merah yang sangat besar. Ditariknya ikan itu lalu pulang ke istana.

Dengan keris emasnya yang dibawa dari langit. Pemuda itu hendak membelah perut ikan Merah. Tiba-tiba terdengar suara halus nan merdu dari perut ikan itu. “Hai Pemuda, pelan-pelan dan hati-hatilah membelakan dengan keris pusaka itu.” Pemuda itu kaget dan heran. Dibelahnya perut Ikan Merah, ternyata di dalamnya terlentang seorang gadis cantik jelita. Semua orang yang ada di situ, kecuali sang Pemuda, segera pingsan melihat kecantikan luar biasa dari I Mandarraq san Putri dari langit.

Sang Putri lalu memberi obat penawar sehingga semua orang yang pingsan siuman kembali. Setelah Raja Baras siuman, sang Pemuda berkata kepada mertuanya. “Tuan Raja, saya akan mengawini putri dari belahan perut Ikan Merah ini, karena ia juga berasal dari langit sama seperti saya.

Akhirnya I Mandarraq menikah dengan Pemuda itu. Tak lama kemudian ia melahirkan seorang putri yang diberi nama I Lissiq Manurung.

Pada suatu hari, sang Pemuda yang sangat menyenangi kemerduan suara I Mandarraq ketika bercanda dengannya, menyuruh istrinya itu bernyanyi.  Tetapi I Mandarraq menolak. Saya tidak akan menyanyi, karena kalau saya menyanyi, tubuh saya akan menghilang kembali ke langit. Sang Pemuda terus mendesaknya sambil berkata. Dinda tidak akan hilang, nanti kita masuk ke dalam satu sarung besar yang kedua ujungnya diikat.

Maka, bernyanyilah I Mandarraq Sang Pemuda terlena mendengarnya. Baru tiga bait nyanyiannya, dia telah lenyap menghilang. Sarung besar mendadak kempis I Mandarraq menghilang ke langit. Sang Pemuda terkejut menyesali perbuatannya.

Atas saran ahli Nujum, anak yang baru dilahirkan I Mandarraq diletakkan di atas loteng istana setiap pagi dan sore, sebab Sang Putri Langit I Mandarraq akan datang memandikan dan menyusuikan anaknya, walaupun jasadnya tak kelihatan oleh penghuni istana.

Sang Pemuda yang merasa kehilangan akhirnya pergi mengembara tak tentu arah, keluar masuk hutan. Tiba-tiba dia bertemu dengan seorang yang sangat tua dan berjenggot panjang. Diceritakanlah semua kesedihan dan penyesalannya. Orang tua itu menghibur. “Cucu, istrimu itu berada di atas langit. Dia bersama orang tuanya. Raja Langit, janganlah cucuku berduka, karena engkau juga keturunan dari langit. Orang tua itu lalu mengangkat tongkatnya, menyuruh Pemuda itu menaikannya. Tongkat itu kemudian terbang ke langit.

Ketika sampai di kerajaan Langit, menghadaplah Pemuda itu kepada Raja Langit. “Tuan, saya adalah suami I Mandarraq.” Raja Langit dan istrinya memandang Pemuda itu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Berkatalah Raja Langit. Engkau telah datang kemari. Nak jika engkau memang suami putriku I Mandarraq, pilihlah yang mana istrimu diantara ketujuh putriku ini, karena semuanya persis sama wajah dan perawakannya.

Sang Pemuda kebingungan melihat ketujuh putri itu memang mirip satu sama lain. Tiba-tiba terdengar bisikan dari sang Lalat. “Tenanglah ikutlah denganku. Jika saya hinggap di kepala salah satu putri itu, maka dialah istrimu I Mandarraq.”

Demikianlah, berkat bantuan sang Lalat, Pemuda itu dengan jitu dapat menebak istrinya. Akhirnya sang Raja Langit merelakan putrinya dibawa kembali ke bumi untuk berkumpul bersama keluarganya.

Kesimpulan

Cerita ini merupakan mite yang dianggap suci dengan tokoh cerita dewa atau setengah dewa, yaitu Putri Raja Langit dan Pemuda dari langit, yang terjadi pada masa lampau.

Hikmah yang dapat dipetik dari cerita ini ada tiga

Pertama, Seorang anak yang kurang taat pada orang tuanya akan mendapat hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatannya.

Kedua, Kegaiban dan keajaiban adalah suatu kekuatan di luar diri manusia yang dapat terjadi karena kehendak Tuhan.

Ketiga, Jodoh ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan perantaraan suatu sebab dan akibat.

Sumber: Cerita Rakyat Dari Sulawesi Selatan oleh H. Abdul Muthalib

loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Putri Dari Belahan Perut Ikan Merah Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Putri Dari Belahan Perut Ikan Merah Sebagai sumbernya

0 Response to "Putri Dari Belahan Perut Ikan Merah"

Post a Comment

Cerita Lainnya