Alkisah Rakyat ~ Yang tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia sebagai pahlawan besar dan utama dari keturunan atau golongan bangsawan keluarga istana Yogyakarta, yang pada waktu itu bernama dengan "Ngayogyakarta Hadiningrat".
Banyak sekali perlawanan Pangeran Diponegoro dengan tentara pengikutnya terhadap Belanda itu, sebenarnya dimana-mana Dusun dan kota menjadi cerita yang tidak menjemukan, Bahkan dalam pembicaraan itu bila di mana tempat pertemuan (jagong bayen), mantu dan lain-lain sebagainya nya apabila di pertemuan itu terdapat orang yang telah lanjut usianya menceritakan perjuangan beliau melawan Belanda itu tampaklah jelas Para pendengar dengan hati yang menggema dan penuh ketekunan disertai keheranan dan pujian kepada beliau, seolah-olah pada mereka tampak gambaran betapa seru dan sengit dan beraninya beliau dengan penuh keuletan sebagai hulubalang yang sakti dan Ulung menghadapi tentara Belanda yang banyak dan cukup alat perangnya itu. Tentara beliau yang betul-betul setia dan sangat berani menerima dan menyerang pihak musuh, seperti halnya pada waktu perang gerilya, yang baru lalu ini.
Tersiarnya cerita tersebut, sungguh mengagumkan dan dapat mendorong serta mengisi kemerdekaan, kemerdekaan, dan rakyat Indonesia dapat mempunyai jiwa perjuangan dan kemiliteran yang ulung, Teguh dan tebal keyakinan batinnya dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Apa sebab bahwa beliau itu penulis katakan tebal keyakinan batinnya terhadap Tuhan? Cerita orang, bila beliau akan merencanakan peperangan yaitu dan sedikit terasa dan dipandang sulit menghadap tentara Belanda yang besar jumlah dan cukup alat-alatnya disertai tindakan-tindakan yang sangat kejam dan membabi buta, beliau tidak ketinggalan selalu menyembunyikan diri (nyepi) tanda "Muja semedi ", sedakep saluku tunggal, ngracut lir pisahing jasmani dan rohani, mujudake sanepa kawula Gusti, luhu ngeningake kang cipta, memati kang panca driya, henang hening, mandeng pucuking nggrana, nutupi babahan kang Hawa sasangan, mandep mantep ingkang Murbeng Bawana, neges karsaning Kang Maha Kuwasa, murih rahayu lan nimpang ingkang yuda, ngrungkep ing sajatining kebeneran nyuwun pengadilane Hyang sukma tuhu yakin yekti mijil kramating Hyang Tunggal.
Sungguh dapat dibanggakan sebagai tokoh yang patut diikuti sebagai pahlawan bangsa. Seperti halnya uraian di atas, beliau sangat tekun dan sangat khusyuk dengan ibadah sembahyang hajat dan do’a di panjatkan kehadirat Tuhan.
Terang dan jelas, perjuangan beliau melawan Belanda dengan kekuatan lahir yang ada dengan penuh taktik gerilya dengan didampingi mohon kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pernah penulis bentangkan, bahwa desa yang sekarang namanya Bengkong lingkungan Kelurahan Sumberejo kapanewon tempel Kabupaten Sleman merupakan lingkungan daerah pertempuran yang sengit antara Pangeran Diponegoro dengan tentaranya nya (geriliya) melawan tentara Belanda dan tidak dapat dilupakan, walaupun dimana-mana tempat beliau dapat pengikut yang banyak secara gerilya, tetapi dari akal bulus dan akal yang sangat licik dan licin, Belanda dapat menggunakan beberapa mata-mata dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga merugikan, umpama di waktu pertempuran di Lengkong tersebut, siasat pertempuran dari tiga bangsawan dari pihak tentara Pangeran Diponegoro yang berada di dekat desa Ngonggrung dan Blogo (sekarang daerah Kedu), di antaranya Slarong ynag sangat mengagumkan sebagai pahlawan, beliau dengan mengendarai kuda, membuat kalang kabut tentara Belanda dan tidak sedikit korban dari pihak Belanda yang dibunuhnya dengan keberanian sang bangsawan itu. Menurut cerita orang, kuda yang dikendarai oleh beliau itu, dengan sekejap mata saja si kuda dapat dengan sangat cepatnya melompati Kali Krasak menuju ke sebelah Timur Kali Krasak itu, tetapi beliau yang pada saat itu dalam keadaan terpencil dari induk barisannya dapat digugurkan oleh tentara Belanda.
Cerita orang, anehnya: Beliau yang dapat digugurkan oleh musuh, dengan keadaan hilang kepala beliau itu, tetapi si kuda yang seolah-olah seperti mengerti di mana adanya banyak tentara Pangeran Diponegoro terus lari menuju ke suatu desa yang sekarang namanya Desa Batang (termasuk Kelurahan Tambakrejo) Kapanewon Tempel, kuda itu disambut dengan rasa penuh terharu oleh tentara Pangeran Diponegoro, jenasah dari beliau itu segera diambil dari kuda dan dengan cepat dan penuh kewaspadaan, jenasah dibawa menuju ke suatu dea yang sekarang nama desa itu ialah Sudimoro wilayah Kelurahan Mororejo Kapanewon Tempel, membanya jenasah itu tentu saja jangan sampai terlihat dari pada musuh dengan melalui jurang yang sangat dalam yang sampai sekarang disebut dengan: “Embel atau (Ngambel)”.
Berkat dari kewaspadaan tadi, jenazah pahlawan itu itu sampai lah pada suatu desa yang sekarang disebut desa "Sudimoro " tersebut di atas, yang berarti yang sudi (senang) sama datang (sing sapa suda mura). Maklum pada waktu itu, walaupun di dalam hati sangat sangat dalam pada tentara Pangeran Diponegoro, Tetapi ada juga orang yang takut kepada Belanda. Tetapi ada juga yang di dalam hati Sanubari mereka penuh kesetiaan dan kecintaan kepada Pangeran Diponegoro walaupun lahirnya tidak terlihat yaitu dari pihak yang kedudukannya disebut "Demang". Demang-demang ini secara berbisik-bisik dan dengan jalan rahasia, mengemudi dan mengikat para rakyat "agar bersemangat anti Belanda ".
Jenazah pahlawan itu dengan sangat hati-hati, dapat berhasil dimakamkan di suatu tempat yang sekarang makam itu terletak di sebelah Selatan Desa Sudimoro, agar jangan sampai jenazah tersebut kedengaran dan kelihatan oleh pihak musuh (Belanda) diusahakan cara agar tempat makam juga dipakai oleh rakyat biasa di sekitar Desa itu yang meninggal agar dimakamkan di tempat makam pahlawan bangsawan itu juga.
Adapun bentuk dan wujud Makam Pahlawan bangsawan itu sampai sekarang sangat sederhana, sampai tidak ada tanda-tandanya bahwa yang dikebumikan di situ adalah seorang besar yang sebagai Perintis Kemerdekaan yang besar jasanya melawan Belanda. Lain halnya dengan yang dikebumikan di Lengkong umpamanya. Tetapi walaupun pesarehan itu tidak dapat pemeliharaan yang wajar, namun begitu keramat pasrahan itu dan dapat pengakuan merata dari rakyat sekitar itu, bahwa yang dimakamkan adalah pahlawan dari Pangeran Diponegoro yang sakti, yang umumnya disebut "Sawung Galing".
Entah nama samaran atau tidak penulis kurang tahu Rakyat hanya dapat menerangkan bahwa Sawung Galing ialah seorang pahlawan pengikut Pangeran Diponegoro adalah seorang bangsawan. Kata orang hingga sekarang, pada malam hari yang dianggap baik, masih ada orang yang atau anak-anak dewasa yang berziarah (nenepi Jawa). Di makam itu, dan kata orang: di makam tersebut, terdengarlah suara gaib, ialah suara Seekor kuda, almarhum Sawung Galing tersebut.
Tempat makam Sawung Galing ini, yang sudah sebagai ancar-ancar (pedoman), dari Balai desa kelurahan Mororejo Kapanewon Tempel memandang ke sebelah Selatan, nampaklah Desa Sudimoro, dari sebelah utara Desa Sudimoro itu ke selatan melalui jalan sebelah barat desa Sudimoro, sampailah makam Sawung Galing, jalan kaki dari Balai Desa Mororejo itu, hanya kira-kira 4 menit. Apabila lebih lanjut hal Makam Pahlawan Sawung Galing ini akan dapat penyelidikan yang seksama, penulis terserah kepada yang bersangkutan, tetapi pokoknya dalam buah bibir masyarakat sekitar beliau adalah pahlawan utama dari Pangeran Diponegoro, seperti halnya yang dikebumikan di makam Lengkong tersebut di atas. Sekali lagi pendapat penulis yang kami simpulkan sebagai intisari perjuangan Pangeran Diponegoro yang ulet, dan Mahir dalam soal kemiliteran adalah begini:
- Beliau menuntut dan menghendaki kebenaran dan keadilan.
- Tidak Sudi diperbudak dan di boneka kan oleh Belanda.
- Merebut tanah air dari nalurinya demi kepentingan nya rakyat bersama.
- Menjunjung tinggi martabat bangsanya umumnya dan bangsawan di Yogyakarta khususnya.
Modal Beliau:
- Keteguhan batin dan jiwa pribadinya adalah sangat kuat.
- Tetap berpedoman kepada Tuhan yang secara ksatria menuntut keadilan dan kebenaran.
- Mempersatukan kesatuan kepada rakyat pengikutnya, dengan dasar kejujuran, kesucian dengan memberi contoh perjuangan demi keagungan bangsawan, sehingga terbukti para pengikut Pangeran Diponegoro Maju serentak dan tersebar di segala penjuru dan pelosok secara gerilya, tak ketinggalan Sawung Galing gugur sebagai pahlawan utama, walaupun wujud keadaan makam tersebut hanya sangat sederhana, tetapi bukanlah hanya penulisannya berkeyakinan bahwa arwah beliau Sawung Galing dianugerahi kenikmatan dari Tuhan yang kekal dan abadi, adapun langkah-langkah dan gaya keberanian pahlawan tersebut, demi Tuhan dapat meneruskan bunga-bunga bangsa seperti Pemuda Pemuda Harapan Bangsa sekarang ini dapat memerdekakan bangsa Indonesia.
Sumber: Ceritera Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta
0 Response to "Sawung Galing"
Post a Comment