Alkisah Rakyat ~ Ada sebuah cerita murah berharga satu mahal berharga dua Adalah sepasang pengantin.Si suami membajak di sawah, begitulah membajak di sawah. Bajaknya diperolehnya dengan cara meminjam, demikianlah. Meminjam. Meninjam bajak.
"Kakak, kakak, saya meinjam bajak."
"Ya, pakailah," demikianlah ceritanya.
Kini bajak itu sedang dipergunakan membajak. Baru saja mulai membajak datanglah seseorang berkerudung sarung. Sapi lagi sehingga bajaknya patah.
"Mi, apa pakai pengganti sekarang. Ah, lebih baik datang kesana."
"Kakak, bajakmu patah. Biarlah saya ganti nanti."
"O, kakak tidak mau."
"Saya bayar."
Juga tidak mau. Pih, tidak mau, bayar tidak mau, begitulah. Susah benar orang yang membajak itu. PUlanglah yang membajak itu. Isterinya sedang bekerja di dapur, nah demikianlah. Sedang berada di dapur.
"Luh,luh, susah benar kakak."
"Apa yang disusahkan, kanda ambilkan periuk di sanggah untuk membuat sayur."
Demikianlah,membuat sayur.
Si suami menyelipkan parang di pingang. Dijumpainya ualar alu. Ular alu sedang tarik menarik yang satu dengan yang lain. Lalu dipotongnya di tengah-tengah menjadi dua. Ular itu terpisah. Setelah ular itu terpisah lalu ia membawa Periuk untuk isterinya, ke dapur.
"Mi, susah benar kakak."
"Apa yang disusahkan."
"Bajak orang itu patah. Ku minta ganti tidak mau, dibayar juga tidak mau. Agar kembali bajak itu sebagai sedia kala. Apa akalku?"
"Nah, kakak, kok itu disusahkan, nanti kita usahakan bagaimana cara menggantinya."
Nah, sesudah malam, demikianlah Lalu mereka tidur. Si suami tak dapat tidur nyenyak.
"I, kengken......" ia selalu teringat kepada bajak itu.
Diceritakan ular yang dipisah itu. Ular itu betina kedua-duanya.
"kakak, kakak," demikian kata adiknya.
"Bagaimana sekarang? Dengan apakah kita balas budi baik I Manusia karena telah memisahkan kakak dengan saya.?"
Demikianlah ceritanya.
"Kau! Apa yang akan diberikan I Manusia atas jasanya memisahkan kakak dengan kau?"
"O, ini, ini tandanya agar digali, dipergunakan untuk kekayaan."
Keesokan harinya, segera ia teringat akan pembicaraan orang yang disanggah itu. Ketika digali ia menjumpai botol kecil berisi minyak, nah demikianlah. Yang sebuah lagi berisi kekayaan, berisi peti.
"Peh, sekarang caobakan pada bajak itu."
Dicarinya kapas dicelupkan ke dalam botol, dioelskan pada bajak itu, dirapatkan. Bersatu kembali seperti semua, kok seperti sediakala bajak itu "Kakak, kakak, ini bajakmu."
"Ara, apa yang kau pergunakan untuk memperbaikinya? Aku tak percaya. Bukan itu bajakku!" Dia tak mau percaya.
"Benar kakak. Ada barang yang saya pergunakan untuk merapatkan kembali."
"Apa? Ini pantatku agar dapat kau buat!"
"Benar kakak?"
"Ya, benar."
Ia pun pulang untuk mengambil botolnya. Kemudian ia kembali lagi dengan botol ditangannya. Lalu dibukanya tutup botol dan dioleskannya isinya pada pantatnya. Tak punya pantat. Buntu jadinya pantatnya.
"Aduh," ia pun berteriak-teriak ingin buang air besar, bagaimana caranya? Muncullah Ida Batara.
"Nah, ini saudaramu antarkanlah ia ke pantai, sesudah tiba di pantai doronglah ia kelaut." Nah, yang berdua itu pergi mengantarkan adiknya itu. Baru saja didorong, meluncurlah ia menjadi buaya.
Demikianlah asalnya. Kakaknya yang seorang lagi menjadi kilat, dan yang paling besar menjadi "pelet."
Dimana saja kita turun di tempat buaya, kalau membawa pelet tak akan di makan oleh buaya. Benar. Demikianlah ceritanya.
Sumber : Cerita Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat
loading...
0 Response to "Cerita Terjadinya Buaya"
Post a Comment