Alkisah Rakyat ~ Adalah sebuah cerita, murah berharga satu, mahal berharga dua. Yang diberitakan adalah tentang sepasang burung tuhu-tuhu.Mereka tinggal pada sebatang pohon yang tinggi dan rimbun ditepi sebuah hutan. Nasibnya selalu sial. Setiap si isteri bertelur, telurnya tak pernah selamat. Ada saja yang memakannya. Kadang-kadang sarangnya diobrak-abrik oleh pengacau. Kalau tidak oleh manusia, ular yang memakan telurnya. Oleh karena tahu, bahwa mereka tak mampu melawan manusia ataupun ular, maka ditinggalkannya telurnya di saat musuh mengorbrak-abrik sarangnya akan mancari telur.
Sedih benar hatinya melihat telurnya diambil oleh manusia atau dimakan oleh ular. Tetapi apa hendak dikata. Nasib mereka memang sial diciptakan menjadi burung. Ingat pada diri sendiri, maka tak ada lain yang dijalankan selain dari menjalankan Dharma.
Karena sudah sempurna benar dalam menjalankan Dharma, akhirnya mereka dianugerahi kemampuan yang disebut dibyacaksu. Mereka tahu apa yang sudah lewat, sekarang dan yang akan datang. Walaupun kepandaiannya seperti itu, namun mereka sekali-kali tidaklah memiliki sifat angkuh karenanya.
Nah, tinggalkan dahulu cerita tentang keadaan burung tuhu-tuhu itu. Sekarang diceritakan bahwa disisi hutan itu terdapat seorang perempuan tua yang tinggal seorang diri. Sanak familinya tinggal jauh di seberang hutan. Lagi pula perempuan tua ini sedang dalam keadaan tidak sehat. Sering kali ia menderita sakit, tak ada yang menolong ataupun yang memberikan obat, karena ia tinggal sendirian.
Karena tidak tahan menderita sakit seorang diri, maka ditinggalkannya pondoknya dan ia berjalan melintasi hutan akan mencari sanak familinya di seberang hutan itu. Jalannya terhuyung-huyung karena kurusnya. Apalagi memang ia sudah tua, tambahan lagi sakit-sakitan, seolah-olah tulang saja yang berjala.
Nah, kita tingalkan juga dahulu perjalanan orang tua ini. Sekarang diceritakan bahwa di pinggir hutan itu tinggal juga seekor burung gagak. Gagak ini kasar sifatnya. Kerjanya selalu memakan makhluk lain. Tidak pernah memikirkan kebenaran, asal perutnya kenyang tak dipedulikannya yang lain, mati atau tidak, tak pernah diperhitungkannya. Memang kodratnya burung gagak demikian. Demikian juga kodrat si ular mematuk saja kerjanya. Tetapi burung tuhu-tuhu taat benar menjalankan ajaran dharmanya.
Kini dicritakan tentang si burung gagak sedanf mencari mangsa. Perutnya amat lapar. Ke sana-kemari mencari makan belum juga berhasil. Akhirnya terlihat olehnya perempuan tua yang sakit itu sedang berjalan terhuyung-huyung. Timbul air liurnya melihat orang tua itu. Ingin benar ia menyambarnya tetapi orang itu belum mati. Diikutinya perjalanan orang tua itu. Di dalam hatinya ia mengaharapkan agar orang itu lekas mati, agar ia cepat dapayt memakan bangkainya. Memang kodratnya burung gagak demikian dan layak benar ia berpikiran seperti itu. Burung tuhu-tuhu itu tahu akan gerak-gerik siburung gagak yang terus mengikuti perjalanan orang tua itu. Dan lagi diketahuinya segala pikiran si gagak. Karena itu diintipnya perjalanan si gagak.
Nah, diceritakan bahwa orang tua itu sudah payah benar, seperti orang yang akan meninggal layaknya. Karena payah berjalan, akhirnya ia rebah, tak dapat menahan payah, lagi pula ia haus dan lapar, tambahan lagi ia sedang menderita sakit. Baru saja dilihat orang tua itu rebah oleh burung gagak itu, bersiap-siaplah ia akan menerkamnya. Gagak itu ingin makan dagingnya, dikiranya akan mati. Baru saja seperti itu ia ditanya oleh burung tuhu-tuhu, yang memang menguntitnya sejak tadi.
"Gagak-gagak, nanti dulu."
Si gagak menoleh dan menjawab, "Ada apa tuhu-tuhu?"
"Akan kau apakan orang tua itu?" "Akan kumakan. Lapar benar perutku."
"Janganlah berbuat seperti itu. Ia belum mati, Baru hanya pingsan . Tak boleh memakan oarang hidup-hidup."
"Lapar benar perutku."
"Tak boleh demikian. Lagi pula dagingnya tak seberapa. Dia sangat kurus, hanya tulang-tulang saja. Lebih baik cari yang lain. Lagi pula dia tak akan mati, umurnya masih panjang."
"Ah, berlagak tua kamu. Seperti orang pandai saja."
"Benar. Percayalah padaku. Kalau kamu lapar, ikutilah orang yang sedang lewat itu. Dagingnya banyak. Lihatlah itu,gemuk benar. Sebentar lagi ia akan mati."
Kebetulan di hutan itu ada orang lewat seorang diri. masih muda lagi gemuk dan kuat rupanya.
"Mana mungkin ia akan mati. Ia begitu kuat, siap percaya kalau ia akan mati." "Benar, aku tahu, sebentar lagi ia akan mati."
"Tak mungkin. Mari kita bertaruh. Kalau benar sebentar lagi ia akan mati, seluruh keturunanku akan sanggup mengerami telur keturunanmu harus mengerami telur keturunanku."
"Nah, kalau kamu tidak percaya, kuturutkan kemauanmu itu. Mari kita ikuti orang yang lewat itu."
Lalu bersama-sama mereka mengikuti, sambil memperhatikan orang yang lewat itu.
Setelah tiba pada tempat yang sangat sepi, entah dari mana datangnya, perampok mendekati orang itu, banyak. Ia melawan lalu bertarung. Karena dikeroyok, akhirnya ia mati.
"Nah, itulah apa kataku. Sekarang ia telah mati. Nah makanlah bangkainya, agar kau kenyang. Tetapi ingat, jangan lupa pada perjanjian."
"Nah, aku kalah. Sejak sekarang seluruh keturunanku akan mengerami telur keturunanmu. Karena aku kalah."
Lalu si burung gagak, mendekati mayat orang itu, dilihat terus oleh burung tuhu-tuhu itu.
Nah, dermikianlah ceritanya, mengapa hingga dewasa ini kalau terdapat burung gagak mengeram, pasti burung tuhu-tuhu, turut bertelur, lalu dierami oleh burung gagak itu. Itu sebabnya bila sudah menetas, pada sarang gagak pasti terdapat anak burung gagak dan anak burung tuhu-tuhu. Itulah sebabnya.
Selesai..........?????????
Sumber : Cerita Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat
loading...
0 Response to "Burung Tuhu-Tuhu Dengan Burung Gagak"
Post a Comment