Alkisah Rakyat ~ Kata yang empunya kisah, pada jaman dahulu adalh seorang raja, mempunyai seorang permaisuri yang cantik rupawan, baik perangainya, sopan santun budi pekertinya, sehingga amat disayangi oleh baginda. Kemana pun baginda pergi boleh dikatakan selalu permaisuri tersbut dibawanya serta. Kecantikan tuan puteri permaisuri itu adalh kecantikan sejak dilahirkan, bukanlah karena dibuat orang. Memang sejak lahir, jadi karena pemberian Tuhan semata-mata. Menurut kisahnya, keelokan wajah permaisuri katanya: pinggang ramping, paras ayu, rambut ikal seperti mayang terurai, bulu mata lentik dan pandang matanya redup-redup memancarkan sifat-sifat keagungan kepribadian seorang ibu. Baginda suami - isteri hidup rukun, damai, tenteram penuh rasa kasih sayang antara keduanya, sehingga membuat iri bagi mereka yang melihat dan mendengar. Khususnya bagi mereka yang tidak senang kalau melihat orang lain hidup bahagia.
Terkisah, di dekat istana raja tersebut, tinggallah seorang wanita masih gadis. Badannya tinggi, besar. Mata besar, mulut besar, kalau bicara suaranya pun besar, bahkan sering kasar. Mendengar kebahagiaan raja bersama permaisurinya, rupanya gadis tersebut iri hati dan ingin agar dirinya demikian juga. Maka dalam hati gadis tersebut, yang bernama Galuh Gagalang, akan berusaha sekuat tenaga dengan jalan apa pun asal bisa diperisteri oleh raja. Macam-macam tingkah laku Galuh Gagalang, brpakaian begini, bertingkah begitu dengan maksud agar raja melihat dan menaruh perhatian kepadanya.
Rupanya, karena cinta kasih raja terhadap permaisurinya Nyai Ciciri begitu besarnya, maka tidaklah tergoyang hatinya dengan tingkah laku Galuh Gagalang itu. Hal ini membuat hati Galuh Gagalang semakin panas. Maka ditetapkannya dengan jalan tenung atau dengan jalan guna-guna. Dengan menyuap punggawa istana rupanya berhasillah Galuh Gagalang memasukkan guna-guna itu kemakanan raja yang akan disantap raja dan mengena juga guna-guna tersebut. Sejak itu raja seperti orang mabuk kepayang. Selalu terbayang-bayang akan wajah Galuh Gagalang. Akhirnya terganggulah raja tersebut. Tidur tidak keruan, makan tidak keruan, hatinya selalu merindukan Galuh Gagalang. Tapinamun demikian, cinta kasih terhadap permaisurinya tetap saja.
Keadaan raja yang sedang dilanda asmara, gila wanita bukan isterinya itu, akhirnya diketahui juga oleh permaisurinya, Nyai Ciciri. Tetapi Nyai Ciciri permaisuri yang bijaksana itu, tidaklah segera marah terhadap suaminya, dan kebetulan ketika itu sedang mulai mengandung, sudah tiga bulan. Walau ditahan, dirahasiakan bagaimanapun juga, akhirnya tampak juga kesdihan permaisuri itu pada raut mukanya. Kasihan permaisuri tersebut. Sakit perut karena mulai mengandung, sakit hati karena baginda tergila-gila kepada wanita lain. Sebaliknya sang raja, dalam hatinya terjadi pertarungan hebat. Di satu pihak sayang terhadap permaisurinya,palagi sedang mengandung, di pihak lain sulit juga melupakan wajah Galuh Gagalang. Akan berterus-terang dengan permaisuri khawatir kalau permaisuri sakit hati dan menolaknya, tidak berterus terang semakin lara memikirkan Galuh Gagalang. Maklumlah karena pengaruh yang tidak sewajarnya, pengaruh guna-guna.
Akhirnya, raja tidak tahan juga menderita di hati. Maka berterus teranglah baginda kepada permaisurinya, bahwa hatinya terpikat kepada Galuh Gagalang. Minta ijin kepada permaisuri untuk mengawini Galuh Gagalang degan macama-macam janji kepada permaisuri. Bahwa permaisuri, walau bagaimanapun tetap menjadi permaisuri tetap dkasihinya dan sebagainya dan sebagainya. Setelah mendengar sabda raja, walaupun sebenarnya sudah mengetahui sebelumnya, sementara terdiam, tidak mamu menjawab. Dalam hatinya berkata, jika tidak kuijinkan aku berdosa, kalau raja benar-benar mencintai Galuh Gagalang. KU ijinkan, bagaimana sakit hatiku dimadu. Tapi ternyata ya Ciciri, permaisuri yang bijaksana itu, mengijinkan juga baginda mengambil Galuh Gagalang sebagai isteri baginda yang kedua. Singkatnya, raja kawin dengan Galuh Gagalang.Bagaimana suka hati Galuh Gagalang dapat dibayangkan. Tetapi dasar manusia rakus, tidak cukup samapi di situ saja. Dalam hati belum puas, kalau belum dapat membinasakan madunya Nyai Ciciri, permaisuri raja. Maka selalu dicarinya tipu daya, muslihat,untuk melakanakan maksud jahatnya itu. Macam-macam cara dilakukan, tidak lupa juga dengan jalan guna-guna. Nyai Ciciri, permaisuri raja, melihat gelagat yang membahayakan dirinya itu,sedih sekali. Tetap ia sabar, tawakal, selalu mohon kepada Yang Maha Kuasa agar selalu dalam lindungan-Nya. Suami diambil, dirinya akan dimusnakannya. Siapa orangnya yang tidak sakit hati. Wanita mana yang tahan menderita.
Ketika kandungan sang permaisuri genap lima bulan, maka diadakan orang upacara mandi-mandi tian/ kandungan. Selesai uacara mandi-mandi, kebetulan timbul niat raja untuk keluar dari istana ingin merantau beberapa waktu lamanya. Di samping itu, raja berkehendak untuk memesan caping (tutup kemaluan wanita) dan papaliran (penutup kemaluanlaki-laki) untuk anakda yang bakal lahir, biasanya dibuat daripada emas atau perak, lengkap dengan rantai pengikatnya. Caping emas rantainya pun emas, kalau perak rantainya pun dari pada perak. Dikisahkan, raja yang sedang di petantauan itu, sedang mendatangi pandai emas, untuk memesan caping dan papaliran. Baginda mengalami hal-hal yang tidak diguga-duga, yaitu caping yang dipesan atau pun papaliran, selalu rusak membuatnya. Kalau tiak pecah, patah. Berkali-kali demikian. Sementara itu, genaplah sudah baginda 4(empat) bulan di perantauan, mencari pandai emas untuk memesan benda tersebut, tapi selalu gagal. Teringat baginda bahwa sudah waktunya permaisuri melahirkan. Maka bimbinglah hati baginda. Apa pulang atau meneruskan usahanya untuk mencari tukang emas yang bisa membuatkan caping dan papaliran.
Berkisah, permaisuri yang ditinggalkan di istana. Ketika itu sedang sakit. Sakit sebab kandngan tua, sudah mulai terasa akan melahirkan. Sakit hati suami tidak ada, dtambah pula bermadu dengan wanita yang jahat parangainya. Inang pengasuh, dayang-dayang, segala pembantu sibuk melayani permaisuri yang sudah sebentar - sebentar menggeliat kesakitan akan melahirkan. Sedang sibuknya pelayan- pelayan membantu, menghadapi permaisuri yang akan melahirkan itu, dari luar ruangan terdengar suara keras; hai keluar semua yang ada di dlam ruangan. Mingir emua. Aku sdah seijin suamiku, untuk membantu permaisuri bila akan melahirkan. Ayo semua keluar supaya tdak mengganggu di sini. Karena yang bersuara itu ternyata Galuh Gagalang isteri raja jua, maka ketakutanlah semua yang ada disitu. Keluarlah semua dengan berat hati meninggalkan permaisuri yang sedang kesakitan. Rupa-rupanya, Galuh Gagalang ini, sudah siap dengan rencana jahatnya, untuk melenyapkan nyawa madunya Nyai Ciciri, permaisuri raja tersebut. Dalam hatinya, inilah kesempatan yang baik untuk membinasakannya. Sedang permaisuri sudah mulai tidak sadarkan diri lagi, sang bayi mulai lahir.
Galuh Gagalang, yang dengan dalih akan membantu permaisuri melahirkan, rupanya masuk ke dalam kamar tersebut sudah membawa lilin yang telah dicairkan. Sambil menolong bayi yang lahir, sambil disumbatinya telinga, mulut, hidung, mata bayi tersebut dengan lilin. Tentu saja bayi tersebut tidak bisa atau sulit bernafas. Demikian juga pdrmaisuri, diperlakukannya demikian. Ternyata permaisuri melahirkan kembar tiga, 2(dua) bayi laki-laki, 1(satu) bayi perempuan. Semua oleh Galuh Gagalang disumbatinya dengan cairan lilin. Dengan bantuan kaki tangan Galuh Gagalang, ketiga bayi tersebut dibungkusnya dengan kain dan kemudian dihanyutkannya ke sungai, sedang badan permaisuri diangkatnya, dibawa ke tempat yang jauh dari istana dan dimasukkannya ke dalam lubang jamban pada suatu lanting (rumah di atas rakit). Ditenggelamkannya ke dasar sungai. Karena kekuasaan Yang Maha Esa rupanya, ternyata ketiga bayi kembar yang dibuang ke syngai itu, ternyata tidak mati. Akhirnya terdampar di suatu tempat dekat suatu pondok. Pondok ini dihuni oleh seorang raksasa buta dengan isterinya.
Menurut yang punya kisah, terciumlah oleh raksasa itu bau manusia. Maka disuruhnya isteri raksasa itu untuk mencari dimanakah ada manusia. Raksasa tersebut ge,ericik bunyi giginya, rupanya sudah bernafsu sekali untuk memakan manusia, sudah lama tidak makan manusia. Raksasa, isterinya tersebut turun ke sungai di dekat pondoknya itu, mencari-cari kalau-kalau ada manusia lewat di situ. Sementara raksasa itu melihat kesana-kemari. tampaklah padanya, suatu bungksan terdampar di tepi sungai tersebut, serta merta ddatanginya. Diangkat dan dilihatlah bungkusan itu dan ternyata, di dalamnya ada bayi manusia, kembar 3(tiga). Di lhatnya satu persatu, ternyata yang terbesar laki-laki. Pada telapak tangan kanannya bercirikan tulisan Akhmad, sedang yang kedua bayi laki-laki juga, bercirikan pada telapak tangan kirinya huruf Muhammad, sedang yang terkecil, adalah perembuan, pada lambung kiri terlihat tulisan Beringin Kuning. Ketiganya kelihatan sehat dan memancarakan sinar gemerlapan, sehingga ia sementara tertegun karenanya.
Setelah sadar, segaralah bayi tersebut di bawa naik ke darat, diberitahukannya kepada suaminya yang buta itu. Sang raksasa bernafsu sekali untuk segera memakannya, liurnya bercucuran menahan nafsunya. Tapi isterinya menahannya. Kata isterinya: Sabarlah dahulu. Kita tunggu dahulu beberapa waktu, agar bayi ini besar. Beberapa tahun lagi tentu hatinya sudah besar, nanti kita akan pesta besar. Kita akan membuat sate hati manusia. Tapi sebenarnya, isterinya itu bukanlah karena hal tersebut maka menahan suaminya itu. Menahan untuk tidak sekarang memotong bayi itu. Secara tidak sadar, naluri wanitanyalah yang melarangnya. Kasihan melihat ketiga bayi yang mungil-mungil itu. Dalam kisah dikatakan, bahwa sepuluh tahun lamanya sudah ketiga anak manusia itu diasuh, dipelihara oleh keluarga raksasa.
Kembali kita kepada raja yang sedang dalam perantauan untk memesan caping dan pepaliran. Akhirnya sang raja pulang ke negerinya. Sampai di istana disambut oleh isteri keduanya, yaitu Galuh Gagalang, tetapi wajahnyan persisi menyerupai permaisuri baginda, Nyai Ciciri karena guna-guna. Sehingga raja tidak sadar akan hal itu, Galuh Gagalang sudah mengatur siasat, apa dan bagaimana nanti kalau raja datang. Maka disambutlah kedatangan raja tersebut, dengan senyum, bujuk rayu penuh kemanjaan. Kata Galuh Gagalang kepada raja: Wahai baginda, hamba ini sdah tidak lagi seperti dahulu. Mana badan jadi besar begini, perut besar, dan sakit hati karena madu hamba Galuh Gagalang meninggal dunia. Raja yang masih mabuk kepayang itu rupanya tidak memperhatikan dan tidaklah waspada, Nyai Ciciri palsu itu tetap di kasihinya, tetap dicintainya. Disangka raja rupanya perut besar itu benar-benar karena sedang mengandung. Rupanya, sebelum raja datang, Galuh Gagalang telah berusaha agari dirinya tampak sepereti orang mengandung dengan jalan menelan tungku, menelan pecahan dapur dari tanah. Maklumlah orangnya memang rakus, mulutnya besar, apa saja bisa ditelannya. Dengan menelan benda-benda tersebut parutnya membuat laksana orang sedang mengandung tua.
Raja, yang sudah termakan guna-guna itu, rupanya semakin hari semakin seperti orang pikun saja. Ke sana kemari mencari obat untuk isterinya yang mengandung tua, tetapi tak kunjung melahirkan. Berpuluh-puluh dukun sudah diminta bantuan agar isteri baginda segera melahirkan. Sampaihampir tandas harta raja untuk urusan dukun saja, namun tak lahir-lahir juga bayi yang didambakannya. Sebab permaisuri jelmaan Galuh Gagalang memanglah tidak mengandung. Kembali kita kepada ketiga anak yang dipelihara oleh raksasa sesudah berumur sepuluh tahun mereka itu tampak besar-besar. Yang laki-laki sudah pandai memelihara ayam, itik, angsa, kambing dan sebagainya, sedang yang perempan sudah pandai memasak. Pada suatu malam, raksasa itu berkata kepada isterinya: Hai adinda, sudah berapa tahunkah umur anak itu? Aku sdah tidak sabar lagi menunggunya, aku sudah ingin sekali makan sate hatinya. Kukira hatinya sudah cukup besar. Tapi sahut isteri raksasa itu : Sabarlah kaknda, kita tunggu sampai mereka berumur 20 tahun, nanti hati mereka sedang besarnya, puas kita memakannya. Rupanya, apa yang diperbincangkan oleh raksasa dengan isterinya itu, didengar juga oleh mereka bertiga. Akhmad, Muhammad san Beringin Kuning. Ketiganya saling pandang. Mereka berpikir bagaimana menyelamatkan diri dari ancaman maut yang setiap saat mengintipnya.
Dengan petunjuk Yang Maha Kuasa, Akhmad, Muhammad setiap hari pergi ke hutan, menebang kayu jati. Sedikit demi sedikit dibangunnya sebuah kapal yang besar. Genap 20 tahun mereka dipelihara oleh keluarga raksasa dengan penuh rasa ketakutan, selesailah rupaya Akhmad dan MUhammad membangun perahunya. Setiap hari perahu itu mereka isi benda-benda dari rumah raksasa yaitu beras,ikan, garam, minyak kambing, pendek kata macam-macam isinya seperti kapal Nabi Nuh saja layaknya. Setelah cukup isi kapal tersebut ketiga mereka bermaksud akan melarikan diri dengan perahu tersebut, meninggalkan raksasa dan isterinya itu. Bersama-sama mereka mohon kepada Yang Maha Esa, agar malam itu diturunkanlah hujan lebat dengan angin ribut, agar perahunya dapat melancar ketengah sungai gengan lajunya. Untuk menjaga jangan sampai dikejar oleh raksasa itu, maka Akhmad mengusulkan agar mulut atau pantat raksasa yang sedang tidur nyenyak katena hujan turun amat lebatnya, dan angin ribut, dengan nasi atau apa saja. Tetapi Muhammad melarangnya. Katanya: Jangan, kasihan. Walaupun dia raksasa, tapi mereka telah memelhara kita. Biarlah mereka tidur nyenyak, kita bersyukur kepada Tuhan, kita tinggalkan saja segera tempat ini. Kemudian ketiganya naik ke atas perahunya, dan dengan lancarnya perahu meluncur ketengah sungai terbawa oleh angin ribut dan hujan deras pada malam itu. Perahu laju sekali menghilir sungai.
Beberapa tahun lamanya sudah perahu tersebut dalam perjalanan sampailah pada suatu tempat. Di situ ada sebuah lanting (rumah di atas rakit), sedang di tepi sungai menjulur ke tengah-tengah sungai sebuah pohon beringin kuning. Sejak dari akar, batang, daun, semua tampak kuning. Di sini, parahu mereka terdampar, mundur sulit, maju tak bisa. Sedangkan air cukup tinggi atau cukup dalamnya. Maka Akhmad, Muhammad berusaha untuk menonjol perahu tersebut, agar dapat bergerak maju, namun sekuat tenaga keduanya menonjol perahunya itu, parahu tetap bertahan, sehingga kedua mereka kehabisan tenaga, terlalu lelah. Ketiga mereka itu, bersama-sama memohon kepada Tuhan, agar perahu mereka tertolong, namun pertolongan tak kunjung datang. Perahu semakin mantap, semakin tidak bergerak, sehingga ketiganya hampir-hampr putus asa. Sementara itu, si bungsu Beringin Kuning bersuara, katanya: Kakaku berdua, baiklah kita serahkan saja nasib kita kepada Yang Maha Kuasa. Kita tunggui parehu kita di sini sampai kapan juga dapat bergerak maju.Kita tidak usah cemas, persediaan kita cukup untuk hidup beberapa tahub lamanya. Beras cukup, ikan cukup, garam cukup, kalau kurang kita jual nanti hewan atau ayam itik kita. Memanglah benar demikian, dalam kapal mereka itu memang serba ada. Karena itu akhirnya mereka menunggu saja dalam perahu itu.
Setelah beberapa waktu lamanya, mereka itu tinggal dalam kapal yang terdampar itu, rupa-rupanya kebosanan melanda mereka itu. Maka untuk menghulangkannya, ketiga mereka itu naik ke darat berjalan kian ke mari, sambil malihat-lihat keadaan sekitar mereka. Setelah beberpa lama kemudian mereka tahu bahwa dekat perahunya yang terdampar itu ada sebuah kota. Kota tersebut cukup ramainya. Maka setiap sore mereka naik ke darat, berjalan-jalan keliling kota, sambil melihat-lihat pemandangan kota. Rupanya sampailah mereka itu di suatu tanah lapang, di sana orang berkerumun sedang menyaksikan pertandingan. Akhmad, Muhammad sangat tertarik pada permainan tersebut. Di beranikan diri meeka untuk menemui pemain-pemain itu, setelah mereka selesai bermain. Kata Akhmad kepada seorang di antara pemain tersebut: Saudara-saudara pandai sekali bermain. Baik sekali permainan saudara itu. Kami sangat tertarik pada permainan saudara. Bolehkah kami turut bermain? Maka jawab yang ditegur itu: Boleh saja, silahkan saja datang setiap sore kemari.
Ringkasnya hampir setiap sore Akhmad dan MUhammad turut bermain-main. Pada suatu ketika, ternyata Akhmad serta Muhammad sudah mahir sekali akan permainan itu. Berjam-jam lamanya mereka dapat memainkannya. Sehingga akhirnya mereka jadi perhatian penonton. Banyak di antara mereka yang bertanya-tanya, siapakah mereka. Siapa nama mereka, di mana tempat tinggal mereka. Mereka selalu diamati, dibuntuti oleh orang-orang tertentu. Kalau ditanya, mereka selalu menjawab bahwa mereka tidak mempunyai orang tua, mereka datang dari desa jauh. Pernah diasuh oleh raksasa, sekarang tinggal di perahu dekat kota tersebut. Karena dianggap mencurigakan, maka ada diantara mereka yang melaporkan kepada raja. Kebetulan yang menjadi raja di negeri tersebut raja pindahan baru dan permaisurinya bernama Nyai Ciciri. Raja, mendengar laporan dari punggawa istana tentang adanya tiga orang anak yang tampan, baik budi pekertinya, tinggal di sebuah perahu dan sebagainya. Tertarik juga baginda. Diperintahkannya kepada hulubalang agar ketiga anak tersebut dibawa menghadap raja.
Segeralah hulubalang menemui mereka di perahu. Hulubalang diterima dengan cukup ramah- tamah oleh Akhmad, Muhammad dan Beringin Kuning itu. Setelah hulubalang menyampaikan maksudnya, bahwa dititahkan raja agar mereka bertiga menghadap pada raja, maka ketiga anak tersebut sangatlah terkejut. Mereka menanyakan, apakah kesalahan mereka sampai dipanggil oleh raja. Tapi setelah dijelaskan oleh hulubalang bahwa raja bermaksud baik saja, maka segeralah ketiga mereka itu menghadap pada raja. Sampai di istana mereka ternyata disambut baik sekali oleh raja. Di jamunya, sementara itu raja menanyakan segala macam kepada mereka itu. Wahai orang muda, siapakah nama kalian? Dari manakah, dan hendak ke manakah kalian maka sampai di negeri ini? Ataukah kalian termasuk penduduk negeri ini? Tapi rasanya kami belum mengenalnya. Siapakah gerangan orang tua kalia itu? Setelah ketiganya datang bersembah, maka Akhmad yang paling tua menjawab: Kami datang dari desa jauh dari kota ini. Kami tidak mempunyai orang tua, seingat kami sampai sebesar ini kami dipeliharaoleh raksasa. Karena kami mendengar bahwa kami akan disembelih, akan dimakan hati kami, maka kami berusaha untuk melarikan diri, dengan menumpang perahu yang kami buat sendiri. Tetapi kami kandas dan terhalang dekat beringin kuning dan lanting tidak jauh dari tempat ini.
Melihat sikap, pembicaraan serta tindak-tanduk anak-anak muda itu, dalam hati baginda kagum.astilah anak ini bukanlah anak orang kebanyakan, pastilah anak orang bangsawan. Baginda sangat tertwan melihat wajah-wajah mereka itu. Bahkan dalam hati baginda ragu-ragu, mengapa wajah mereka banyak miripnya dengan wajah raja. Karena baginda ingin mengetahui sebanyak-banyaknya mengenai mereka ini maka dicarinya jalan bagaimana agar mereka ini selalu dekat dengan baginda. Maka ditawarinya Akhmad dengan Muhammad agar mau menjadi punggawa istana. Kalau bersedia, keduanya akan dijadikan menteri. Keduanya mengucapkan beribu terma kasih atas anugerah yang dilimpahkan oleh raja, tetapi mohon waktu untuk memikirkanna. Setelah selesai perjamuan.ereka bertiga kembali ke perahu tempat tinggal mereka. Dalam perahu, ketiga mereka itu berunding, bagaimana baiknya dengan tawaran raja itu. Mereja buta huruf, tidak pandai membaca, ditawari untuk menjabat menteri. Bagaimanakah nantinya kalau harus mereka terima tawaran itu. Sementara mereka berpikir-pikir, berkatalah si bungsu Beringin Kuning katanya: Kanda berdua, kita sudah ditakdirkan Yang Maha Kuasa begini. Tidak tahu siapa orang tua kita sebenarnya, sekrang sampai di sini. Kakanda berdua ditawari raja untuk menjadi menteri.
Pada hemat saya baiklah kita terima tawaran itu. Perkara kakanda buta huruf, sambil bekerja, belajar, kalau Tuhan menghendaki aku percaya bisa. Rupanya saran Beringin Kuning termakan juga oleh kakaknya berdua. Maka diterima merekalah tawaran raja itu. Sementara beberapa tahun lamanya sudah Akhmad dan MUhammad menjadi menteri raja, namun meeka tetap tinggal dalam perahu mereka itu. Sedang raja tak henti-hentinya berusaha mencari keterangan siapakah sebenarnya mereka bertiga itu. Tetapi jawab mereka selalu tidak punya orang tua, datang dari desa yang jauh. Karena meresa buntu di hati, maka raja memutuskan untuk bermalam di kapal mereka itu, untuk beberpa waktu lamanya. Raja langsung menuju sungai tempat perahu Akhmad, Muhammad beserta adik mereka Beringin Kuning itu. Kedatangan baginda yang mendadak itu oleh mereka bertiga diterima denga penuh hirmat, dan dijamunya raja sebagaimana mestinya. Sementara raja bersantap, tidak henti-hentinya raja meperhatikan bagaimana susunan piring, cangkir, sendok, letak pasu bunga yang diatur oleh Beringin Kuning tersebut. Tata aturanna meyakinka raja, bahwa bukanlah tata aturan orang biasa, setidak-tidaknya mencontohkan tata aturan para bangsawan. Cara mereka menyelenggarakan jamuan makan, mirip dengan yang setiap hari raja hadapi di istana. Hal ini semakin meyakinkan raja bahwa mereka bukanlah anak orang biasa, tetapi anak orang bangsawan.
Setelah agak malam, raja pura-pura mengantuk. Maka minta dirilah akan tidur. Ternyata untuk tidur beliau, oleh mereka telah dipersiapkan ruangan atas pada perahu mereka itu. Kasur dengan segalanya telah tersedia, rapi, bersih keadaannya, sehingga bagus untuk ditiduri. Hal ini menambah keyakinan raja akan kebenaran dugaannya, bahwa mereka ini menga dung rahasia, bukan anak rakyat kebanyakan, tetapi keturuanan orang yang tinggimartabatnya. Larut malam setelah Akhmad, Muhammad dan adiknya Beringi Kuning tertidur dengan lelapnya, sebenarnya raja belumjuga tidur. Hati beliu kacaubalau pikirannya melayang kian kemari mencari jaaban, siapakah mereka ini, dan raja menaruh syak-wasangka, jangan-jangan ketiganya ini masih ada hubungan darah dengan diriku. Kalau kuperhatikan raut mukamereka itu, mengapa banyak miripnya dengan diriku dan diri permaisuriku. Sementara hati baginda gundah-gulana bingung memikirkan teka-teki hidup yang sedang dihadapinya, terdengarlah suara burung pipit mencicit di pohon beringin yang menjulur di atas kapal tempat baginda sedang tidur. Rupa-rupanya, pada pohon beringin kuningtersebut, bersarang sepasang burung pipit, yang beranak seekor. Ketiganya sedang berbincang-bincang kian-kemari, membicarakan kehidupan mereka sehari-hari. Suka -duka dan pengalaman siang hari tadi ruanya yang sedang menjadi pembicaraan mereka.
Tiba-tiba, kata anak pipit itu kepada ibunya: Bu, bu, cobalah ceriterakan lagi kisah tentang beringin kuning yang dulu pernah ibu ceriterakan. Kisah mengenai raja yang berpermaisurikan Nyai Ciciri yang baik budi dan rupawan. Masih hidupkah raja tersebut, di manakah sekarang permaisuri Nyai Ciciri itu. Bu, ceriterakan sekali lagi bu. Sambut ibunya: Uhhhh jangan keras-keras kau berbicara, nanti kedengaran oleh orang yang berada di dalam ruangan kapal di bawah kita ini. Yang tidur di ruang atas itulah raja yang pernah ibu ceriterakan kepadamu nak, jangan nyaring-nyaring kau bersuara, nanti baginda itu mendengarnya. Bagaimanakah hati baginda berdebar-debar, mendengar pembicaraan di abtara burung pipit tersebut. Dalam hati baginda memohon kepada Yang Maha Kuasa, mudah-mudahan ibu burung pipit itu mau menceriterakannya, sehingga masalah yang sedang dihadapinya segera akan terjawab. Kata anak burung pipit merengek-rengek: Ayolah bu, ceriterakan sekali lagi kisah itu. Di mankah sekarang permaisuri Nyai Ciciri yang baik budi itu, bu? Masih hidupkah? Atau sda meninggalkah, di manaka kuburannya? Bu sekali lagi ceriterka bu. Anak pipit terus mendesak agar ibunya mau menceriterakannya sekali lagi. Kata ibu burung pipit: Nak, suah larut malam, tidurlah besok kita kesiangan dan jangan keras-keras berbicara dan baiklah ibu akan ceriterakan sedikit saja.
Dalam hati raja, mudah-mudahan ibu burung pipit itu mau berceritera selengkapnya. Mudah-mudahan segera terbongkar rahasia ketiga anak yang menjadi teka-teki baginya. Kata ibu pipit kepada anaknya: Permaisuri Nyai Ciciri masih ada. Baginda, suami Nyai Ciciri, beliaulah yang sedang tidur dalam ruangan atas perahu ini. Isteri beliau yang sekarang ini, adalah Galuh Gagalang yang menyerupai ujud Nyai Ciciri itu. Raja itu sebenarnya kena guna-guna oleh Galuh Gagalang; yang mula-mula sangat mencintai Nyai Cicicri. Akhirnya teperdaya oleh Nyai Ciciri palsu yang sama rupanya dengan Nyai Ciciri yang sebenarnya. Ketika raja bepergian mencari caping dan pepaliran dahulu, genap 9 bulan kandungan permisuri Ciciri. Sebenarnya Nyai Ciciiri melahirkan anak kembar tiga. Ya anak yang dalam perahu inilah sebenarnya anak raja itu. Tetapi raja belum tahu keadaan yang sebenarnya. Kata raja dalam hati: Ooooooh, kalau begini aku tertipu oleh isteriku. Kurang ajar Galuh Gagalang itu. Mudah-mudahan ibu pipit berceritera selengkapnya, sehingga terbongkar segera seluruh teka-teki yang menyangkut kehidupan diriku ini.
Ibu pipit berkata lagi: sudahlah nak, besok saja lagi. Hari sudah larut malam, besok malam saja ibu lanjutkan. Kata anak pipit: Jangan bu, ayolah ibu teruskan kisah ibu itu. Biarlah sampai pagi ananda tertarik sekali. Anakda kasihan sekali dengan nasib Nyai Ciciri yang baik budi itu. Anakda kasihan sekali dengan nasib anak-anak raja itu. Mengapa bu, raja sebodoh itu? Mengapa raja sampai hati memadu permaisuri yang cantik itu? Kata ibu pipit:Sudahlah nak, hari sudah malam, ibu mengantuk sekali. Jangan bu, jangan. Teruskanlah ceritera ibu, ananda tidak mau tidur kalau ceritera ibu beleum selesai. Karena anak kesayangannya merengek-rengek terus, maka disambunglah kisah tersebut oleh ibu pipit.
Nak, dahulu anak raja-raja itu dibuang orang ke dalam sungai, hanut terbawa arus. Suatu ketika terdampar ke tepian sungai dan diambil oleh Nyai raksasa, dipelihara sampai umur mereka 20 tahun. Karena mendengar pembicaraan raksasa dan isterinya bahwa setelah besar akan dibunh, dan disate hati mereka, maka larilah mereka itu dengan perahu, yang akhirnya sampailah di tempat ini. Isteri raja yang ada sekarang, sebenarnya tidaklah mengandung. Perutnya besar karena dibuat, dengan jalan menelan tungku dan pecahandapur. Galuh Gagalang itu orang yang mulut besar, apa saja ditelannya, rakus sekali. Bagaimanakah rasa dendam baginda mendengar penuturan burung pipit tersebut. Rasa-rasa berat menahan diri untuk segera kembalike istana, untuk mengadakan perhitungan dengan -isterinya Galuh Gagalang, Nyai Ciciri gadungan itu. Akan dipancungnya nanti supaya keluar isi perutnya. Disabar-sabarkan hati baginda, agar lengkap mendengarkan kisah burung pipit itu.
Desak anak burung pipit pada ibunya: Bu,dimanakah sekarang Nyai Ciciri itu? Masih hidup ataukah sudah mati? Kalau sudah mati dimanakah kuburannya? Sttt, sahut pipit. Jangan keras-keras. Ya di dasar sungai di bawah lanting itulah Nyai Ciciriitu masih ada. Sebab, dahulu setelah dianggapnya mati karena disumbat dengan cairan lilin sewaktu melahirkan itu,kemudian badan Nyai Ciciri itu disumbatkan kedalam lubang jamban pada lanting (rumah di atas rakit) ini. Tenggelam ke dasar sungai ini. Itulah sebabnya mengapa perahu anak bertiga itu terhenti disini, rupanya Yang Maha Kuasa akan membukakan rahasia mereka itu. Kemudian disambungnya kisah Nyai Cicicri itu oleh ibu pipit; dan tepat pukul enam pagi, barulah kisah itu selesai. Legalah hati raja bisa mengikuti seluruh kisah burung pipit tersebut. Raja pura-pura diam saja. Selesai mandi dan bersantap pagi, raja minta diri.
Sesampai dimistana, di perintahkannya kepada punggawa, agar seluruh isi perahu beserta orang yang ada di dalamnya diangkat naik ke darat, dan di bawa ke istana. Maka segeralah dilakanakan oleh punggawa-punggawa istana akan perintah raja tersebut. Sebaliknya Akhmad, Muhammad beserta adik mereka si Beringin Kuning keheran-heranan mengapa mereka diperlakukan demikian. Mereka menanyakan kepada para punggawa, siapakah yang memerintahkan mereka berbuat demikian dan dijawab atas perintah raja. Ketiga bersaudara tersebut penuh ketakutan, jangan-jangan raja murka, karena mendapat pelayanan yang tidak hormat selama raja bermalam diperahu mereka itu. Hukuman apakah yang akan mereka terima. Di istana orang sibuk mengatur ini, mengatur itu, sementara ketiga bersaudara itu penuh kecemasan, akan diapakan mereka itu. Dilihat oleh mereka punggawa-punggawa itu membangun kandang burung yang bagus sekali. Setelah seledai ternyata diisi dengan sepasang burung pipit, dengan anaknya yang masih kecil seekor.
Rupanya burung pipit, yang bersarang di atas pohon beringinkuning itu ditangkap orang atas perintah raja dan ditempatkan dalam sangkar indah yang baru saja dibangun orang. Sedang ketiga bersaudara itu ditempatkan dalam kamar yang indah-indah. Selesai para punggawa raja menyiapkan ini dan itu, maka diadakan keramaian karena hati raja gembira sekali.ada pertemuan dengan orang banyak dalam keramaian itu diceriterakanlah oleh raja sejak awal sampai akhir, bahwa ketiga bersaudara itu adalah puter baginda. Bahwa isteri bagida yang sekarang adalah penjelmaan dari Nyai Ciciri adalah palsu, sebenarnya ia Galuh Gagalangyang merusak rumah tanga raja. Maka sebagai pernyataan rasa syukur bagida kepada Yang Maha Kuasa, diselenggarakanlah keramaian besar-besaran untuk menjamu rakyatnya.
Kembali kita ke sungai, ke perahu tempat tiga bersaudara itu, Raja memerintahkan agar lanting di cekat perahu itu digeser/diubah letaknya. Sementara itu pemilik lanting tersebut berdatang sembah kepada raja. Wahai ampunilah hamba ini baginda. Apalah sebab kiranya maka lanting kami jadi diubah letaknya. Dimankah kami tinggal nantinya? Baginda menjawab dengan senyum dikulum: Hai hambaku, janganlah kau khawatir akan lantingmu ini. Kalu sampai rusak, nanti akan kami ganti dengan 2 kali lebih baik dari pada lantingmu itu. Maka berdiamlah pemilik lanting tersebut. Terkisah, setelah lanting bergeser beberapa meter dari letak asalnya menyembullah dari dasar sungai itu, sesosok tubuh, putih bersih bercahaya dan setelah timbul di atas permukaan air, ternyata menyaksikan peristiwa tersebut. Mereka saling berpandangan, saling bertanya-tanya dalam hati mereka, siapakah orang yang baru timbul dari dasar sungai tersebut.
Sementara itu, raja bersabda kepada seluruh yang hadir: Inilah Nyai Ciciri permaisuriku. Tiga bersaudara itulah anakku. Maka segeralah diusung orang Nyai Ciciri tersebut ke istana. Setelah diadakan perewatan seperlunya, tampaklah Nyai Ciciri semakin cantik, semakin cantik, semakin bersri-seri. Bagiamanakah haru hati keluarga raja tidaklah dapat dibayangkan. Beberpa hari lamanya istana diliputi suasana riang gembira. Setelah suasana agak mereda, maka diberitakan oleh raja, bahwa raja bermaksud akan mengadakan rapat besar. Dalam rapat besar tersebut raja akan menyerahkan kerajaan kepada putera beliau yang sulung, yaitu Akhmad untuk menggantikan menduduki singsana kerajaan. Karena usia raja sudah cukup lanjut dan ingin beristirahat, ingin menjauhkan dirinya dari pergaulan ramai. Ingin meningkatkan ibadah, mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Singkatnya, sejak itu kerajaan dipegang oleh Akhmad, sedang perdana menteri dipegang oleh Muhammad. Sedang Beringin Kuning yang cantik molek rupawan lagi baik budi itu mendampingi kakaknya dalam mengemban tugas-tugas negara. Negara dalam keadaan aman, damai, makmur dan sejahtera.
Sumber : Ceritera Rakyat dari Kalimantan Selatan
loading...
0 Response to "Cerita Beringin Kuning"
Post a Comment