Cerita Bujang Senaning

Cerita Bujang Senaning ~ Kira-kira tahun 1290, negeri yang belum bernama itu sekarang bernama Dusun Tangah Lubuk Ruso, diperintah oleh seorang raja yang bernama Sutan Mambang Matahari. Baginda mempunyai dua orang anak. Yang laki-laki bernama bujang Selat, dan yang perempuan bernama Puteri Cermin Cina.

Suatu masa, datang seorang saudagar muda dengan kapal yang sarat dengan barang dagangan ke negeri itu. Saudagar itu bernama Bujang Senaning. Orangnya masih muda serta memiliki raut muka yang elok. Ia pun pandai bergaul dan pandai menarik hati orang yang diajaknya berbicara. Setibanya di negeri itu ia beserta kapalnya langsung berlabuh di tepian Raja Sutan Mambang Matahari. Oleh raja, tamu yang baru datang itu diundangnya mampir ke rumah. Anak muda itu disambut dengan ramah tamah oleh raja beserta kedua orang anaknya Bujang Selat dan Puteri Cermin Cina. Sutan Mambang Matahari yang arif bijaksana itu segera dapat menangkap sifat-sifat serta budi bahasa anak muda itu.

Bujang Senaning yang elok raut mukanya itu, dan baik budi bahasanya itu, amat menawan hati raja beserta kedua orang anaknya. Raja pun kemudian menawarkan kepada pemuda itu agar suka bermalam di rumahnya. Pemuda yang juga seorang saudagar kaya itu tanpa banyak pertimbangan menerima ajakan baginda raja. Kapalnya yang sarat oleh barang dagangan dijaga oleh hulu balang kepercayaan Sutan Mambang Matahari. Maksudnya sudah jelas agar kapal beserta isinya itu jangan diganggu orang. Nampak benar raja berusaha mengambil hati anak muda itu.

Puteri Cermin Cina sibuk menyiapkan kamar serta tempat tidur bagi saudagar muda yang menarik hatinya itu. Melihat perlakuan anak dara yang manis itu. Bujang Senaning segera ingin membalas budi baik sang gadis pada saat itu. Disuruhnya anah buahnya membawa barang-barang makanan serta barang-barang keperluan wanita yang elok dari kapalnya. Tak terkirakan betapa besarnya hati anak dara itu menerima pemberian tamunya. Nampaknya gayung telah bersambut, kata telah berjawab. Pucuk dicinta ulam tiba. Bujang Senaning merasa sangat kerasan tinggal di rumah Puteri Cermin Cina. Selama ia tinggal di rumah itu telah terjadi pertemuan-pertemuan yang teratur dengan Puteri Cermin Cina.


Percakapan dan senda gurau menerbitkan rasa saling cinta mencintai antara kedua orang itu. Dari sanalah tumbuh saling berteguh janji antara mereka. Bujang Senaning memberanikan diri mengajukan lamaran kepada Sutan Mambang Matahari. Lamaran tersebut diterima dengan baik. Setelah mendapat kata sepakat, Sutan Mambang Matahari memanggil sanak keluarga serta orang-orang terkemuka dalam negerinya.

"Anakku Puteri Cermin Cina telah mendapat jodoh yang cocok baginya. Aku pun telah direstui, dan pertunangan telah dilakukan. Tinggal lagi meresmikan hari pernikahan mereka. Ini akan kita laksanakan setelah aku kembali dari berlayar."

Mendengar ucapan raja semua orang yang hadir mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju dan ikut berbahagia. Memang sudah masanya puteri yang cantik itu mendapat jodoh. Sekarang jodohnya telah datang sendiri. Niat baik tak usah dihalang-halangi, baik benar kalau disegerakan.

"Selama aku melakukan pelayaran," kata raja kepada orang banyak, "hendaknya kalian jaga supaya jangan terjadi hal-hal yang tak diingini. "Orang banyak kembali terangguk-angguk dan tersenyum-senyum. Beberapa hari kemudian Sutan Mambang Matahari pun berangkatlah pergi berlayar. Maksud perjalanannya untuk membeli alat-alat perlengkapan perkawinan anaknya nanti.

Setelah Sutan Mambang Matahari pergi, suatu hari Bujang Selat mengajak Bujang Senaning bermain gasing di halaman rumah. Maka mulailah kedua orang lelaki yang sebaya  itu bermain dengan riang gembira. Makin lama permainan itu makin mengasyikkan, pangkah, memangkah. Peluh berleleran di muka mereka sementara bunyi tawa dan seloroh tak berkeputusan. Amat gembira nampaknya kedua orang itu, bermain gasing.

Puteri Cermin Cina asyik menjahit di dalam kamarnya seorang diri. Sulaman-sulaman itu harus sudah siap menjelang perkawinannya dengan Bujang Senaning nanti. Ketika ia mendengar suara ramai kedua lelaki yang sedang bermain gasing itu ia tersenyum simpul tak menentu di dalam kamarnya. Tetapi tiba-tiba ia amat ingin melihat tunangannya bermain gasing. Pelan-pelan ia lalu berdiri menuju jendela sambil menenteng sulamannya. Ia merenggahkan sebelah pinggulnya di tepi jendela sambil matanya melirik tunangannya di bawah yang sedang asyik bermain gasing  bersama kakaknya Bujang Selat.

"Itu, dik Cermin memandang kita di atas!" kata Bujang Selat kepada Bujang Senaning yang siap memangkah gasingnya yang sedang terpasang dalam suatu lingkaran kecil di tanah. Saat muka Bujang Senaning tengadah ke atas memandang tunangannya, tangannya terayun tinggi memegang gasing yang teralit tali hitam. Sebentar kemudian tangan itu turun dan secepat gasingnya bersiutan di udara lalu menghujam dengan derasnya meningkah gasing Bujang Selat. Gasing yang kena pangkah itu nampak teruntal ke udara dengan derasnya, berputar-putar mengenai kening Puteri Cermin Cina yang tak sempat mengelak.

Dalam bayangan samar-samar nampak anak gadis itu terjatuh ke atas lantai, tergolek tak sadarkan diri lagi. Melihat kejadian itu kedua lelaki itu tertegun sesaat dalam kebingungan. Tetapi kemudian mereka cepat berlari ke atas rumah. Benar saja, Puteri Cermin Cina sudah tak sadarkan diri lagi. Di keningnya tercacak canggai gasing kepunyaan Bujang Selat yang terdan pangkah tadi. Tanpa sempat berbuat apa-apa Puteri Cermin Cina telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kedua lelaki itu meraung-raung bagaikan orang gila tak tentu apa yang akan mereka lakukan. Tapi sebentar kemudian Bujang Senaning menghentikan tangis dan raungnya.

Dibelakangnya, di dinding, tersilang sebuah tombak. Secepat  tangannya menarik tombak itu lalu ia berlari ke muka jendela dan tombak itu dilemparkannya lalu tercacak hulunya di dalam tanah. Mata tombak itu tercuat lurus ke atas berkilat-kilat kena sinar matahari. Lelaki itu nampak melangkahkan kakinya dan setelah tubuhnya sudah berada diatas jendela menggelinding sebentar kemudian melayanglah tubuh itu tepat mengenai ujung tombak di bawah. Perutnya tembus dan ujung tombak yang runcing menyembul di bagian tubuhnya sebelah belakang Bujang Senaning terkulai lalu tewas seketika.

Bujang Selat melihat adik yang dicintai serta calon iparnya sudah meninggal dunia berlari memanggil orang dusun dan memerintahkan agar kedua mayat itu dikuburkan. Puteri Cermin Cina dimakamkan di tepi sungai. Sedangkan mayat Bujang Senaning dibawa oleh anak buahnya serta beberapa orang negeri itu ke kapal. Mayat itu dibawa dengan kapal menuju ke seberang dan dikuburkan di sana. Tempat ini kemudian dinamakan Dusun Senaning.

Kedatangan Sutan Mambang Matahari sudah amat dekat. Bujang Selat teringat akan ayahnya yang tak berapa lama lagi akan kembali, menjadi sangat takut. Ia pun memutuskan untuk segera lari meninggalkan kampungnya. Berapa orang kampung diajaknya serta. Dengan sebuah kapal berangkatlah ia bersama beberapa orang pengikutnya arah ke hilir jurusan pasang Senana. Belum lama kapal itu berlayar, ia melihat sebuah kapal di kejauhan. Kapal itu tak lain kapal ayahnya sendiri yang rupaya sudah kembali dari berlayar. Karena takut dimarahi ayahnya ia pun membelokkan kapalnya cepat-cepat ke tepi. Setelah sampai di tepi ia lari arah ke Pasang Senana, yang kemudian tak diketahui lagi nasibnya, hilang bagaikan batu jatuh ke lubuk. Orang-orang yang menyertainya dan tak hendak mengikutinya tetaplah tinggal di sana yang lama kelamaan mendirikan perkampungan. Kampung inilah kemudian yang bernama Selat.

Kapal Sutan Mambang Matahari bergerak terus arah ke hulu dan setalah sampai ditepiannya berlabuhlah kapal itu disana. Raja itu pun segera naik ke daratan menuju rumah yang telah sekian lama ditinggalkannya. Tapi alangkah heran raja itu, melihat negerinya amat sepi tak berpenghuni lagi. Terus bergegas naik ke rumah. Tapi rumah ini pun dalam keadaan kosong pula. Dari beberapa orang penduduk yang berhasil dijumpainya, yang rupanya tak ikut dengan kapal Bujang Selat, diketahuinyalah apa sebenarnya yang sudah terjadi.

Dengan beberapa orang yang masih tertinggal itu, raja Sutan Mambang Matahari berangkat ke seberang dusun. Di sana beliau bersama-sama dengan pengikutnya yang masih ada mendirikan kampung tempat tinggal. Mengingat perkampungan itu terletak antara tempat Bujang Senaning dan Kapal Bujang Selat. Jadi terletak ditengah-tengah, maka dinamakanlah kampung itu Dusun Tengah Lubuk Ruso.

Sumber : Cerita Rakyat Daerah Jambi oleh Drs. Thabran Kahar; Drs. R. Zainuddin; Drs. Hasan Basri Harun; Asnawi Mukti, BA
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Cerita Bujang Senaning Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Cerita Bujang Senaning Sebagai sumbernya

0 Response to "Cerita Bujang Senaning"

Post a Comment

Cerita Lainnya