Alkisah Rakyat ~ Pada suatu waktu, Abunawas bersama beberapa orang temannya sedang duduk bercerita, setelah mereka selesai mengikuti sembahyang jemaah magrib. Mereka bercerita tentang kehidupan keagamaan. Kebetulan mereka menyinggung suatu masalah yang mengatakan bahwa orang buta itu tidak berdosa karena pintu masuknya dosa tertutup baginya. Alasannya karena matalah yang selalu melihat ke sana kemari yang dapat mendatangkan dosa. Akan tetapi, Abunawas tidak menyetujui pendapat tersebut dan berniat akan membuktikannya.
Keesokan harinya, Abunawas berjalan-jalan dengan maksud untuk bertemu dengan orang buta. Dia mau membuktikan pendapatnya bahwa orang buta pun dapat pula berbuat dosa. Ia menyiapkan pundi-pundi dan mengisinya dengan uang ringgit. Tidak beberapa lama Abunawas berjalan, ia benar-benar menemukan orang buta. Abunawas memperhatikan gerak-gerik orang buta itu yang sedang berjalan dengan tongkatnya. Kemudian ia berpura-pura pula menjadi orang buta sambil membawa tongkat. Lalu ia sengaja menabrak orang buta itu seraya berkata. “Aduh! Sungguh malang nasibku sebagai oang buta, ditabrak oleh orang yang tidak memiliki rasa belas kasihan.
Orang buta itu heran mendengar keluhan orang yang ditabraknya, lalu berkata. “Maaf saya juga orang buta. Saya tidak dapat melihat dan hanya dapat berjalan dengan bantuan tongkat ini. Sekali lagi mohon maaf, karena sungguh-sungguh saya tak sengaja.”
“Oh, engkau juga buta ya?” tanya Abunawas pura-pura tak tahu.
“Iya, saya buta. Peganglah tongkatku ini. Orang buta pastikan memakai tongkat untuk berjalan.” Jawab si Buta. Disuruhlah Abunawas memegang tongkatnya. Begitu pula sebaliknya, si Buta juga meraba tongkat Abunawas untuk membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang yang buta.
Akhirnya Abunawas berkata. “Kalau begitu kita senasib. Saudara. Bagaimana kalau kita mencari rezeki bersama-sama.” Orang buta itu pun menyetujui ajakan Abunawas. Maka mereka berjalan bersama-sama dan orang buta itu yakin bahwa orang yang ditabraknya itu juga orang buta yang senasib dengan dia. Keduanya saling memaafkan dan terus berjalan bersama mencari rezeki.
Di tengah perjalanan Abunawas berpura-pura mau kencing dan meminta tolong kepada si Buta, agar pundi-pundinya yang penuh berisi uang dipegangkan dahulu baik-baik. Sementara Abunawas berpura-pura kencing, ia terus memperhatikan tingkah laku si Buta. Kemudian si Buta meraba-raba pundi-pundi itu dan hatinya mulai tergoda untuk memiliki isinya. “Wah! Pundi-pundi ini banyak sekali isinya. Lebih baik aku mengambilnya lalu pergi. Pasti ia tak dapat mencariku karena ia juga buta,” pikir si Buta tersenyum. Ia lalu meninggalkan Abunawas dan mencari tempat persembunyian agar si Abunawas tidak dapat menemukannya.
Dalam situasi demikian, Abunawas berpura-pura mencari si Buta dan meminta pertolongan kepada Tuhan. “Ya Tuhan, malang benar nasibku! Tadi saya ditabrak orang, sekarang uang saya yang dilarikan orang. Sial benar aku! Ya Tuhan semoga orang yang mengambil uang saya, terkena lemparan batu ini, tepat pada tulang keringnya. Biar tahu rasa dia!.
Setelah itu, dengan jitu Abunawas melempari si Buta dan persis kena tulang keringnya.
Aduh, aku kena! Gumam si Buta meringis kesakitan. Hal ini membuat si Buta kelabakan. Ia segera beranjak mencari lagi tempat persembunyian untuk menghindari Abunawas. Akan tetapi, Abunawas yang berpura-pura buta itu mengikuti si Buta kemana pun ia pergi. Setelah dekat, Abunawas memohon lagi kepada Tuhan. “Ya Tuhan, semoga orang yang mengambil pundi-pundiku, terkena lagi lemparan batu pada kepalanya.
Tak lama kemudian, terdengar lagi suara kesakitan dari si Buta. Aduh, kena lagi nih! Kepalaku jadi benjol. Si Buta memegangi kepalanya yang benjol. Maka si Buta panik dan heran. Kok, doanya terkabul lagi. Ah, itu hanya kebetulan. Si Buta menghibur diri. Lalu ia menghindar lagi. Dan terus menghindar, tetapi Abunawas tetap mengikutinya terus. Secara berturut-turut Abunawas berdoa lagi, sambil melakukan lemparan beruntun kepada si Buta dan selalu tepat yaitu tepat mengenai perut, dada dan terakhir muka si Buta.
Setelah terkena lemparan beruntun, si Buta berpikir. Mengapa semua sasaran yang akan dilempar selalu tepat mengenainya. Dipikirnya lagi hingga berkerut keningnya. Si Buta makin heran. Ia curiga. Tak lama kemudian, barulah si Buta menyadari bahwa temannya itu Abunawas mempermainkannya. Antara marah, dan was-was, si Buta berkata. Kalau begitu Saudara tidak buta. Saudara hanya mempermainkan saya! Ambillah kembali pundi-pundimu ini.
Akhirnya si Buta menyerahkan pundi-pundi itu kepada Abunawas dengan penuh kesedihan dan penyesalan terhadap nasibnya. Abunawas sendiri pulang sambil tersenyum kegelian. Ia puas karena dapat membuktikan bahwa orang buta dapat juga berbuat dosa.
Kesimpulan
Cerita ini dapat digolongkan sebagai dongeng karena cerita ini tidak pernah terjadi. Dalam cerita ini digambarkan beberapa peristiwa yang dapat dijadikan nasihat dalam kehidupan.
Pertama
Janganlah kita terlalu mudah menerima apa yang disampaikan orang kepada kita. Sebaiknya hal itu dipikirkan dan dipelajari baik-baik baru kita menaruh kesimpulan.
Kedua
Manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan berbuat jahat termasuk orang buta sekali pun. Oleh karena itu, dalam kehidupan ini kita harus selalu mawas diri dan bertobat kepada Tuhan.
Ketiga
Salah satu godaan yang paling besar dalam kehidupan ini ialah masalah uang atau harta. Karena uang, orang buta sekalipun dapat terpengaruh untuk berbuat tidak baik.
Keempat
Perbuatan yang tidak baik akan terbalas dengan perbuatan yang tidak baik pula.
0 Response to "Abu Nawas Dan Orang Buta"
Post a Comment