Alkisah Rakyat ~ Di Kalimantan Selatan, di daerah-daerah pedalaman, tanahnya kering, tidak seperti di daerah-daerah pantai, umumnya berawa-rawa. Daerah pedalaman yang berbukit-bukit, rangkaian dari pegunungan Meratus, yang membujur arah Utara-Selatan hampir ditengah-tengah daerah Kalimantan tersebut. Di daerah-daerah Seperti itu, pencaharian rakyat umumnya bertani, khususnya berladang. Di samping padi banyak juga ditanam tanaman lain seperti sayuran, ubi kayu, buah-buahan dan sebagainya.
Cara mereka bertani padi, kebanyakan dengan cara menebang hutan. Dan setelah ditanami beberpa kali, artinya setelah beberapa kali panen, maka daerah tersebut ditinggalkannya untuk beberapa tahun lamanya, kadang-kadang sampai lima enam tahun baru kembali lagi ke tempat tersebut. Cara bertani seperti itu, disebut berladang.
Hal ini sesuai untuk daerah-daerah seperti di lereng-lereng pegunungan Meratus itu, sebab tanah masih cukup luas, jumlah penduduk belum begitu banyak. Di samping itu, juga dengan membiarkan bekas ladang tersebut beberapa tahun lamanya dengan maksud agar tanah tersebut subur kembali, dengan ditumbuhi oleh hutan yang baru, timbullah bunga tanah yang baru, sehingga tanah subur kembali. Menurut yang punya ceritera, pada jaman dahulu di daerah pedalaman ini hiduplah keluarga petani yang mempunyai anak laki-laki bernama si Lanang. Kebetulan, ketika itu keluarga tersebut baharu selesai memotong padi huma tunggalnya. Karena ayah si Lanang sudah tua, maka disuruhlah si Lanang mencari tempat baru untuk berladang tahun berikutnya. Untunglah bagi si Lanang ketika itu, sebab tidak jauh dari ladangnya yang semula tanah yang subur. Maka dikerjakannya tanah tersebut, ditebangnya kayu-kayu, dibuangi tunggul-runggul kayu tersebut dan sebagainya. maka disuruhlah si Lanang mencari tempat baru untuk berladang tahun berikutnya.
Karena ayah si Lanang sudah tua dan sudah tidak begitu kuat lagi untuk bekerja yang berat-berat hampir setiap hari si Lanang sendirian saja mengerjakan ladangnya itu. Semua itu dikerjakannya dengan tekun dan senang hati, demi baktinya kepada ayah dan ibunya. Lanang adalah anak yang patuh kepada ayah ibunya, tekun, raji dan pandai membalas budi orang tuanya. Setelah beberapa minggu si Lanang mengerjakan ladangnya menebang pohon, membuang tunggul-tunggul, membersihkan rumput menebas dan sebagainya, terkejutlah dia sebab apa yang telah dikerjakan sekian lamanya itu rasa-rasanya seperti hasil sehari dua saja. Seolah-olah pohon-pohon yang telah ditebangnya itu berdiri kembali seperti semula. Akhirnya hati si Lanang merasa curiga, tentu ada yang kurang beres menurut pikirnya. Jangan-jangan datu-datu penunggu ladang ini mengganggunya.
Si Lanang di samping anak yang baik budi, rajin bekerja, juga bukan anak yang penakut. Mungkin karena didikan alam di tempat ia hidup itulah menyebabkan si Lanang menjadi orang yang pemberani. Melihat keadaan ladangnya demikian, setiap kali ditebang setiap kali seperti bangkit kembali seperti asal, dalam hatinya ingin tahu mengapa demikian. Dalam hati ditetapkannya, bahwa: "Aku harus tahu hal ini mengapa demikian?"
Pada suatu petang, matahari menjelang tenggelam di ufuk Barat, seperti biasanya si Lanag bersiap-siap akan meningalkan ladangnya akan kembali ke kampung. Panas terik mulai menurun, angin sepoi-sepoi mulai mengembus perlahan-lahan menggerakkan dahan dan ranting-ranting, dan udara terasa segar. Si Lanang telah berkemas akan meninggalkan ladangnya itu. Sesampai di pinggir ladang, terlintaslah di angannya untuk memperhatikan ladangnya dari kejauhan, apa yang terjadi setelah dia pergi. Maka maksud untuk segera pulang ditundanya dan berlindunglah dia dibalik pohon sambil memperhatikan ke arah ladangnya. Sudah beberapa saat lamanya si Lanang memperhatikan keadaan sekitar ladangnya itu, namun tidaklah ada sesuatu yang mencurigakan di ladangmya itu. Kebetulan, ketika diangkatnya kepalanya, menengadah ke atas, dilihatnya sekawanan burung punai terbang menuju ladangnya; hinggap di pohon besar di tengah ladangnya itu. Semenetara itu kawanan burung itu melihat kian kemari, seolah-olah takut kalau di sekitar itu masih ada manusia.
Dengan hati yang berdebar-debar, si Lanang memperhatikan kawanan burung punai tersebut. Setelah dilihatnya bahwa ditempat tersebut sudah tidak ada manusia lagi, maka kawanan burung punai tersebut turun ke tanah ladang si Lanang tersebut. Mula - mula burung-burung tersebut bersiul-siul dan suaranya merdu sekali. Kemudian sambil bersiul menari-nari kian kemari dalam ladang tersebut. Sementara itu si Lanang heran sekali, rupanya sementara burung-burung tersebut bersiul-siul dan menari-nari, sementara itu pohon-pohon yang telah ditebang di Lanang itu satu persau bangkit, berdiri kembali seperti semula, seperti belum pernah diapa-apakan oleh manusia. Rupanya siulan dan tari burung-burung punai ini mengandung kekuatan gaib yang bisa membangkitkan kembali pohon-pohon yang telah ditebangi oleh si Lanang tersebut.
Dalam hati si Lanang: "O, ini rupanya yang menyebabkan mengapa pekerjaanku yang telah berminggu-minggu ini hasilnya seperti baru beberapa hari saja. Rupanya burung-burung punai ini burung ajaib. Tapi walaupun bagaimana harus kumusnahkan, karena kalau demikian nerarti akan merintangi usahaku ini." Setelah berbuat demikian, burung-burung tersebut kemudian menghilang, beterbangan naik ke pohon besar dalam ladang si Lanang tersebut dan karena hari sudah mulai gelap, maka bergegas-gegaslah si Lanang pulang ke kampung dan begitu sampai di rumah, segera diceritarakanlah apa yang baru disaksikannya itu kepada kedua orang tua si Lanang. Dan kedua ibu bapanya pun heran mendengar ceritera anaknya itu, sebab seumur hidupnya, baru sekali itulah mendengar ada burung punai ajaib seperti itu. Kata ayah si Lanang kepada anaknya itu: "Lanang, besok pagi kau harus mengintai dan meneliti lagi apa yang telah terjadi tadi sore itu dengan hati-hati, janganlahkau tergesa-gesa pulang sebelum senja benar. Usahakanlah agar kau bisa menjebak dan menengkap burung ajaib tersebut."
Keesokan harinya, seperti biasa, si Lanang berangkat menuju ladangnya. Lanang memang anak yang rajin dan tekun bekerja, dengan tidak membuang-buang waktu, sesampai di ladangnya ia terus bekerja dengan tekun. Menebangi pohon, memuang tunggul-tunggul, menebas rumput,membakar ranting-ranting kayu dan sebagainya. Sehari penuh kerja keras di ladangnya, karena itu hasilnya pun memadai dengan kerajinannya itu. Sore itu si Lanang memang sudah merencanakan bermaksud untuk berhenti lebih cepat dari biasanya, sebab teringat akan mengintai sekali lagi kalau-kalau terjadi seperti yang terjadi kemarin sore. Maka bersiap-siap si Lanang untuk bersembunyi di balik pohon besar persembunyiannya yang kemarin dan sudah dipersiapkannya sebuah tudung besar, untuk menjebak, menangkap punai ajaib itu, seperti amanat orang tuanya tadi malam.
Lanang telah bersiap-siap menanti apa yang akan terjadi di tempat persembunyiannya yang kemarin, di balik sebuah pohon besar.Diperhatikannya pohon besar yang berada ditengah ladangnya. Baru beberapa saat Lanang menunggu di balik pohon tersebut, berdatanganlah kawanan burung punai yang kemarin itu. Setelah memperhatikan kian kemari dan ternyata tiada orang lagi sekitar tempat tersebut, maka kawanan burung punai itu pun turunlah ketanah ladang si Lanang itu. Mulailah mereka bersiul-siul merdu sekali sambil menari-nari kian kemari.
Sementara itu pohon-pohon yang telah rebah ditebang si Lanang ketika siang hari tadi, mulailah berdiri satu persatu, kembali seperti semula. Sementara memperhatikan kejadian tersebut, Lanang dengan garakan yang tangkas melemparkan tudung besarnya ke arah kawanan burung, menjebak burung tersebut, tapi alangkah kecewanya karena dalam sekejap mata beterbanganlah kawanan burung punai tersebut, menghilang ke arah pohon besar di tengah ladang Lanang tersebut.
Dengan harap-harap cemas, mudah-mudahan ada diantara burung tersebut yang terjebak, Lanang mengangkat tudungnya dan sementara itu terasa ada gerakan di dalam tudungnya itu. Maka sambil mengangkat tudung, si Lanang sambil berkata: "KIni ajalmu hai burung punai telah tiba, kau harus kubunuh, karena telah mengganggu pekerjaanku elama ini. Lihatlah kayu-kayuan yang telah kutebangi, kembali lagi seperti semula karena kelakuanmu itu." Sementara tudung terangkat, alangkah terkejutnya si Lanang, karrna ternayata yang bergerak-gerak itu bukanlah burung punai tetapi manusia, seorang perempuan cantik. Danterpukaulah si Lanang dibuatnya.
Dengan senyum berkatalah orang tersebut: "O, Lanang yang baik budi. Janganlah kau bunuh aku. Aku berjanji akan setia hidup di sampingmu. Aku akan menjadi penolongmu sampai diakhir jaman, akhir hayatmu." Lanang seakan-akan dalam mimpi saja, empat lima kali dia menggosok-gosok matanya,apakah benar yang dilihatnya itu. Tetapi setelah ternyata bahwa yang dilihatnya itu memang benar-benar manusia, lalu diajaknya wanita itu bercakap-cakap dan kemudian diajaknya pulang ke tempat orang tuanya. Tidak diceriterakan selama dalam perjalanan pulang ke rumah orang tua si Lanang. Sesampai di rumah, orang tua si Lanang sangatlah heran, mengapa anaknya pulang bersama seorang wanita yang cantik seperti bidadari saja. Barulah hilang heran orang tua si Lanang setelah mendengar ceriter anaknya mengenai kejadian yang baru saja dihayati si Lanang, dalam kebun atau ladangnya itu.
Kini kegembiraanlah yang meliputi rumah tangga orang tua si Lanang itu, apalagi setelah mendengar kata-kata yang lemah lembut penuh sopan santun dari gadis tersebut. Dan gadis tersebut akhirnya tinggalbersama keluarga atau orang tua si Lanang, diangkat sebagai anak orang tua si Lanang itu. Berhubungan si Lanag belum kawin dan ternyata kedua merekatidak berkeberatan, singkatnya mereka dikawinkan. Dan ternyata setelah beberapa waktu lamanya mereka kawin mereka dikaruniai seorang anak laki-laki molek parasnya mirip sekali dengan ibunya. Rumah tangga si Lanang ini rukun, ruhi rahayu kalau menurut bahsa Banjar; hidup bahagia penuh kasih sayang antara suami -isteri. Lebih-lebih lagi dengan lahirnya anak yang tidak jauh bedanya dengan wajah ibunya itu. Lanang dan isterinya sangat sayang kepada anak mereka itu. Apa saja dipinta anaknya, selalu dikabulkan mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, isteri Lanang selalu membantu apa yangdikerjakan suaminya. Di ladang, di rumah, selalu dibantunya suaminya itu. Pada suatu ketika, tatkala isteri si Lanang membantu suaminya di ladang, dilihatnya bahwa ikan untuk makan siang hari tidak ada. Maka berkatalah dia kepada suaminya: "Aku hendak menangguk ( menangkap ikan dengan tangguk) ikan ke sungai, untuk makan siang nanti. Anak kita sedang tidur." Kebiasaannya, kalau anaknya ini bangun dari tidur selalu terus mencari ibunya. Sementara menunggu anaknya yang sedang tidur su Lanang mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan di pondoknya itu.
Setelah beberpa lama ibunya pergi, maka anaknya pun bangunlah dari tidurnya. Demi dilihatnya ibunya tidak ada didekatnya, dan ditunggunya beberapa saat belum juga datang, mulailah anaknya itu menangis. Sementara itu si Lanang berusaha untuk menghibur hati anaknya sambil menunggu kedatangan isterinya dari sungai. Tapi tangis anaknya tidak mereda,bahkan semakin menjadi-jadi dan semakin keras. Sampai lelah si Lanang berbuat agar anaknya berhenti menangis, namun tidak berhasil dan ibunya tidak datang-datang juga. Sementara itu datanglah isteri si Lanang dari sungai dengan pakaian basah kuyup dan terus menghidupkan api untuk memasak makanan siang; sementara itu anaknya pun terus menangis. Rupanya anaknya semakin kesal dan tak ada yang menghapuskan kekesalan anak tersebut. Kata anak itu kepada ibunya dengan merengek-rengek : "Bu, nyanyi bu. Bu, nyanyi bu. Nyanyi yang merdu bu." Terus saja anak tersebut merengek-rengek agar ibunya mau menyanyi.
Kata ibunya: "Nak, ibu tidak pandai menyanyi. Ibu tidak bisa menyanyikan yang lai kecuali nyanyian ibu yang sakti itu. Kalau ibu menyanyikan itu ibu tidak mungkin lagi jadi manusia. Ibu akan kembali menjadi burung. Kalau ibu menjelma burung kembali, kita tidak mungkin berumpul seperti sekarang ini." Rupanya anak tersebut tidak mengerti apa maksud ibunya itu,maka teruslah dia merengek-rengek meminta agar ibunya menyanyi. Sementara bercakap-cakap itu, nasi pun masak, dan mulailah mereka makan siang. Tapi sianak masih tetap menangis merengek-rengek minta agar si ibu menyanyi dan tidak mau makan.
Sehabis makan tengah hari tersebut, berkatalah sang isteri kepada suaminya: "Kanda, rupanya sudah takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa dinda hanya untuk sementara waktu saja harus menjadi isteri kanda. Dinda minta janganlah kanda menentang dan menyesali kehendak Tuhan tersebut. Terimalah nasib dan takdir kita itu dengan penuh kesabaran. Ini suatu pertanda, bahwa Tuhan menghendaki agar dinda kiranya menjelma burung kembali seperti dahulu."
Selesai berkata demikian, isteri si Lanang mengenakan pakaian yang baik-baik. Menurut yang punya ceritera sampai lapis sembilan. Selasai berpakaian bagus itu, berkatalah dia kepada anaknya itu: "Nak, sesungguhnya ibu tetap ingin berkumpul dengan ayah dan dirimu. Ibu tidak ingin untuk meninggalkan kalian berdua. Ibu sangat cinta padamu dan ayahmu. Tapi karena anakku me minta ibu agar mau menyanyi dan ibu hanya bisa menyanyikan nyanyian saktiku, untuk menghiburmu, maka ibu akan menjelma kembali menjadi brung seperti dahulu. Biarlah ibu menjelma kembali menjadi burubg asal kau bersama ayahmu hidup sehat walafiat di dunia ini."
Habis berkata demikian kepada anaknya, berkatalah dia kepada suaminya: "Kanda, kini rupanya jalan lain untuk menghibur anak kita tidak ada lagi.Karena itu kanda harus berani bertekad agar dinda menyanyi, demi nak kita yang kita cintai. Tapi sebelum itu dinda berpesan, wahai kandaku, Lanang yang kucintai. Dinda berharap, bahwa anak tunggal kita itu, buah hati kita bersama, kalau dia telah menjadi anak piatu nanti, karena dinda kembali menjadi brurng harap mendapat lindungan dan pelayanan yang sebaik-baiknya.
Ditangan kandalah baik-buruknya anak kita itu. Kanda, selama kita hidup bersama dinda telah merasakan kasih sayang dan cinta kasih seorang suami padaku. Karena itulah, sebenarnya dinda berat untuk berpisah dengan kandaku. Tapi telah dinda katakan tadi rupanya hal ini sudah suratan takdir kita bersama, anak kita terus menerus menangis sampai parau meminta dinda supaya menyanyi, kalau tidak diturutkan akan mebahayakan keselamatan anak kita. Terpaksalah dinda akan nyanyikan nyanyian sakti dinda itu, untuk menghibur anak kita itu." Kemudian isteri Lanang berkata lagi kepada anaknya itu, katanya: "Nak, duduklah baik-baik, hadapilah, pandanglah ibumu aik-baik. Pandangilah baik-baik wajah ibu yang terakhir sebagai manusia, sebab sebengtar lagi ibumu akan menjelma kembali sebagai burung. Tapi rupanya sang anak tidak menghiraukan ucapan ibunya itu, selalu merengek-remgek agar ibunya tetap menyanyi. Sang ibu kemudian berkata lagi: "Baiklah anakku, apa pinta anakku akan ibu kabulkan, tetapi sekali lagi ibu katakan, janganlah nanti anakku menyesal, sekarang ibu mulai menyanyi, nyanyian sakti ibu, yang anakku minta itu." Lima kali berturut-turut sang ibu menyanyi, mulailah lutut sang ibu berubah menjadi lutut burung dan bertanyalah sang ibu kepada anaknya: "Cukuplah sudah anakku, puaskah sudah nak?"
Anak itu menjawab : "Belum ibu, teruskan ibu menyanyikan nyanyian saktinya itu dan kini sampai batas pinggang sang ibu sudah berubah menjadi berujud pinggang burung. Sementara itu baharulah sang anak terperanjat demi dilihat ibunya berubah ujudnya, benar-benar menjadi burung. Sang anak berteriak-teriak: "Bu, bu, berhenti bu, berhenti bu." Kata sang ibu: "Bukankah sudah ibu katakan nak, kini tak dapat diubah lagi." Kemudian ibu tersebut mengangkat mukanya perlahan-lahan mencari-cari di manakah suaminya itu. Ternyata si Lanag zedang sibuk menutupipintu-pintu, jendela-jendela dan semua lubang-lubang kecil pada dinding rumahnya itu. Maksud suaminya itu tiada lain, jika nanti isterinya itu telah benar-benar berubah menjadiburung kembali dapat ditangkapnya kembali.
Sang isteri memanggil suaminya katanya: "Kandaku Lanang marilah kemari, sambutlah salam dindamu yang setia kepadamu, sebagai salamku yang terakhir. Dinda akan selalu terjkenang akan kandaku. Sampai akhir hayatku dinda akan tetap terkenang akan kandaku." Sementara itu diteruskannya menyanyikan nyanyian saktinya itu dan seketika iru seluruh tubuh sang isteri telah berubah kembali menjadi burung, seekor buring punai dan terbanglah burung tersebut kian kemari dalam rumah dan sementara itu si Lanang berusaha untuk menangkap kembali burung punai penjelmaan isterinya itu, tapi sia-sia saja, karena burung punai tersebut selalu terbang dan akhirnya burung tersebut dapat keluar melalui lubang kacil pada jendela bagia atas rumah Lanang tersebut.
Dengan amat tergesa-gesa Lanang lari keluar rumah untuk mengejar burung tersebut, tapi ternyata burung punai tersebut tidak terbang jauh, melainkan hinggap di atas pohon durian yang ada di depan rumah si Lanang tersebut. Di atas pohondurian tersebut bernyanyilah punai sakti itu sambil mengepak-ngepakkan sayapnya seakan-akan mengucapkan selamat tinggal dan selamat berpisah untuk selama-lamanya kepada suami dan anak kesayangannya. Setelah beberapa saat punai ajaib itu bertengger di atas pohon durian tersebut, tampak dari kejauhan datang kawanan burung punai ke tempat tersebut, kemudian bersama-sama terbang dengan punai ajaib itu. Kini punai ajaib telah jauh, terbang menghilang untuk selama-lamanya; tinggallah si Lanang dengan anaknya yang piatu, yang dirundung penyesalan yang tak kunjung reda.
Sumber : Ceritera Rakyat dari Kalimantan Selatan
loading...
0 Response to "Punai Ajaib, Cerita Asal Kalimantan Selatan"
Post a Comment