Cerita Legenda Mamle ~ Seorang laki-laki suku Frisya menikah dengan perempuan suku Sandrafe. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Mamle, artikan sakti. Karena ayahnya meninggal, Mamle ikut ibunya tinggal di Bolsase, Wen.
Pada suatu hari, Mamle yang masih kecil itu ikut membuka ladang baru bersama ibunya. Ibu Mamle menyiangi rumput, Mamle menebang pohon menggunakan tmakh khewekh (kapak batu). Mamle menebang pohon dengan semangat hingga di tempat itu tinggal satu pohon minggaian, yaitu sejenis pohon sukun, yang tersisa. Dia memanjat pohon itu dan menebang cabang-cabangnya hingga puncak pohon.
Ibu Mamle sangat khawatir melihat hal itu. Ia berteriak agar anaknya cepat turun. Tiba-tiba Mamle menjatuhkan kapak batunya sambil terjun dari puncak pohon. Ternyata setelah sampai di bawah, anak itu tidak mengalami cedera sedikitpun.
"Anak ini pasti mempunyai kesaktian karena ia terjun dari pohon yang tingi, tetapi tidak cedera sedikit pun," kata ibu Mamle mengagumi anaknya. Setelah dewasa, Mamle membangun bol taro, yaitu rumah pesta tari. Selesai membangun rumah itu, dia mengundang orang dari berbagai daerah sehingga pesta itu dihadiri banyak tamu. Ada dua perempuan suku Sandrafe hadir di antara para tamu. Mereka adalah syolo (saudara perempuan anak paman).
Mamle. Kedua perempuan itu menaruh hati kepada Mamle, akan tetapi, para tetua kedua perempuan itu melarang mereka berhubungan dengan Mamle. Mamle dikejar para lelaki peserta tari untuk dibunuh.
Dia selamat kerena cepat-cepat melarikan diri. Sewaktu berlari, Mamle melihat pohon enau. Kemudian, ia menyadap pohon enau itu dengan seruas drin (bambu kecil) sambil berkata, "Tuak ini harus dapat memabukkan orang-orang yang akan membunuhku."
Ketika para pengejar datang, Mamle berkata, "Jangan kalian bunuh aku. Minumlah tuak ini sampai habis. Setelah itu, kalian boleh membunuhku." Kemudian, para pengejar Mamle minum tuak itu. Ketika tuak itu akan habis. Mamle menepuk bagian bawah bambu itu ke tanah sambil berkta, "Nhon oli (kembali)." Seketika bambu itu penuh dengan tuak.
Akhirnya, para pengejar Mamle mabuk. Kesempatan baik itu tidak disia-siakannya. Ia segera menggunakan kesaktiannya untuk mencabut jurang yang curam untuk membentangi orang-orang itu. Ketika orang-orang itu sadar, mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena di depan mereka terbentang jurang yang curam.
Mamle mengubah dirinya menjadi burung layang-layang dan mendatangi mereka. Orang-orang yang percaya kepadanya, ia selamatkan. Akan tetapi, mereka yang tidak percaya ia tinggalkan hingga mati dan menjadi batu. Kedua perempuan yang menaruh hati kepada Mamle ikut mati. Mereka menjadi batu dan disebut sitri (tempat hati tertambat). Apabila kedua batu itu diusap atau diperolok, turunlah hujan lebat. Batu itu masih ada sampai sekarang.
Lama setelah kejadian itu, Mamle diundang oleh seseorang untuk membuka ladang baru, tetapi dia terlambat datang. Orang-orang lain yang membuka ladang telah kecapean dan beristirahat. Mamle kemudian membuat api dan mengumpulkan kayu-kayu kering. Dengan sebelah tangannya, kayu-kayu kering itu ia tarik satu kali sudah bertumpuk dengan baik. Semua kayu dan belukar di tempat itu akhirnya terbakar habis sehingga ladang itu siap ditanami. Orang-orang yang hadir di situ keheranan melihat cara kerja Mamle.
Pada suatu hari, Mamle hendak mengunjungi bibinya yang menikah dengan orang Sawiat di tanah Meybat. Di tengah perjalanan ia mencabut dua buah gunung, yaitu Gunug Yilo dan Gunung Tless. Kedua gunung itu diikat dengan tali dlimit dan diapit di kedua lengannya.
Tempat bekas gunung itu menjadi dua telaga dengan air berwarna biru. Di dalam telaga itu hidup berbagai macam ikan air asin. Setelah sampai di dekat tanah Meybat, Mamle mengikat gunung itu di pohon kara, sejenis pohon gabus. Setelah itu, dia menuju ladang baru. Ketika dia meminta makan, orang-orang di situ mencelanya. Kemudian dia ke ladang baru di sebelahnya, yaitu ladang bibinya. Bibinya segera memberinya makan.
Setelah orang-orang di ladang itu kembali ke rumah masing-masing, Mamle mengambil dua gunung yang diikat tadi. Kedua gunung itu ia dirikan di ladang baru, kecuali ladang bibinya. Kedua gunung itu masih ada disana sampai sekarang.
Pada suatu hari, ibu Mamle sakit, tetapi tidak ada satu orang pun menjenguk. Bahkan, sampai meninggal pun tidak ada orang datang melayat. Dengan sedih Mamle membawa jenazah ibunya ke khalikhat (tempat menyimpan mayat). Setelah tiga hari, dia mengadakan dlen (pesta perkabungan tiga hari) tanpa dihadiri orang.
Setelah upacara perkabungan selesai, Mamle meninggalkan daerah pegunungan dan pergi ke daratan landai. Kemudian, dia tinggal bersama penduduk Khabra. Di sini Mamle juga membuat berbagai kejadian menakjubkan. Bila ingin makan, ia cukup mengatakan, "Datanglah ikan, udang, serta seisi Sungai Serumuk." Seketika itu juga datanglah berbagai macam ikan, daging, serta lauk pauk lain yang siap dimakan.
Mamle juga menuju daerah Srit. Ia mengajar kebajikan kepada orang-orang di situ sambil mengenakan dua buah alas kaki yang terbuat dari batu datar. Sampai sekarang, dua buah batu datar itu masih ada di sana.
Kesimpulan :
Legenda ini mengisahkan kecerdikan Mamle sehingga dia lepas dari kejaran orang-orang yang akan membunuhnya, bahkan akhirnya dia dapat mengalahkan orang-orang itu. Sampai sekarang kita masih dapat melihat buktinya, yaitu dua buah batu datar di daerah Srit serta dua buah gunung di tanah Meybat, yaitu Gunung Yilo dan Gunung Tless. Konon, kedua batu datar itu pernah dipakai Mamle sebagai alas kaki, sedangkan dua gunug itu pernah dicabut Mamle. Hikmah yang dapat kita ambil dari legenda ini adalah orang yang cerdik akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan baik.
Sumber : Cerita Rakyat Dari Irian Jaya oleh Muhammad Jaruki dan Mardiyanto
Lama setelah kejadian itu, Mamle diundang oleh seseorang untuk membuka ladang baru, tetapi dia terlambat datang. Orang-orang lain yang membuka ladang telah kecapean dan beristirahat. Mamle kemudian membuat api dan mengumpulkan kayu-kayu kering. Dengan sebelah tangannya, kayu-kayu kering itu ia tarik satu kali sudah bertumpuk dengan baik. Semua kayu dan belukar di tempat itu akhirnya terbakar habis sehingga ladang itu siap ditanami. Orang-orang yang hadir di situ keheranan melihat cara kerja Mamle.
Pada suatu hari, Mamle hendak mengunjungi bibinya yang menikah dengan orang Sawiat di tanah Meybat. Di tengah perjalanan ia mencabut dua buah gunung, yaitu Gunug Yilo dan Gunung Tless. Kedua gunung itu diikat dengan tali dlimit dan diapit di kedua lengannya.
Tempat bekas gunung itu menjadi dua telaga dengan air berwarna biru. Di dalam telaga itu hidup berbagai macam ikan air asin. Setelah sampai di dekat tanah Meybat, Mamle mengikat gunung itu di pohon kara, sejenis pohon gabus. Setelah itu, dia menuju ladang baru. Ketika dia meminta makan, orang-orang di situ mencelanya. Kemudian dia ke ladang baru di sebelahnya, yaitu ladang bibinya. Bibinya segera memberinya makan.
Setelah orang-orang di ladang itu kembali ke rumah masing-masing, Mamle mengambil dua gunung yang diikat tadi. Kedua gunung itu ia dirikan di ladang baru, kecuali ladang bibinya. Kedua gunung itu masih ada disana sampai sekarang.
Pada suatu hari, ibu Mamle sakit, tetapi tidak ada satu orang pun menjenguk. Bahkan, sampai meninggal pun tidak ada orang datang melayat. Dengan sedih Mamle membawa jenazah ibunya ke khalikhat (tempat menyimpan mayat). Setelah tiga hari, dia mengadakan dlen (pesta perkabungan tiga hari) tanpa dihadiri orang.
Setelah upacara perkabungan selesai, Mamle meninggalkan daerah pegunungan dan pergi ke daratan landai. Kemudian, dia tinggal bersama penduduk Khabra. Di sini Mamle juga membuat berbagai kejadian menakjubkan. Bila ingin makan, ia cukup mengatakan, "Datanglah ikan, udang, serta seisi Sungai Serumuk." Seketika itu juga datanglah berbagai macam ikan, daging, serta lauk pauk lain yang siap dimakan.
Mamle juga menuju daerah Srit. Ia mengajar kebajikan kepada orang-orang di situ sambil mengenakan dua buah alas kaki yang terbuat dari batu datar. Sampai sekarang, dua buah batu datar itu masih ada di sana.
Kesimpulan :
Legenda ini mengisahkan kecerdikan Mamle sehingga dia lepas dari kejaran orang-orang yang akan membunuhnya, bahkan akhirnya dia dapat mengalahkan orang-orang itu. Sampai sekarang kita masih dapat melihat buktinya, yaitu dua buah batu datar di daerah Srit serta dua buah gunung di tanah Meybat, yaitu Gunung Yilo dan Gunung Tless. Konon, kedua batu datar itu pernah dipakai Mamle sebagai alas kaki, sedangkan dua gunug itu pernah dicabut Mamle. Hikmah yang dapat kita ambil dari legenda ini adalah orang yang cerdik akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan baik.
Sumber : Cerita Rakyat Dari Irian Jaya oleh Muhammad Jaruki dan Mardiyanto
loading...
0 Response to "Cerita Legenda Mamle"
Post a Comment