Cerita Gumalangit, Cerita Rakyat Gorontalo ~ Menurut cerita dari orang-orang tua penduduk Bolaang Mongondouw asalnya dari Gumalangit, Tendeduwata, Tumotol Bokol, dan Tumutol Bokat. Dahulu kala mereka tinggal menetap pada suatu tempat yang bernama Huntuk. Asal mula cerita kejadiannya adalah sebagai berikut:
Dahulu kala ketika air ampuhan menggenangi seluruh daratan yang tersisa dipermukaan bumi tinggallah satu tempat, yakni puncak gunung Komasan atau Huntuk. Letak tempat yang kira-kira letaknya 40 Km ke pedalaman dari desa Bintauana di hulu sungai Hanga dan dinamai Huntuk Baludawa.
Pada waktu itu tinggallah seorang manusia yang masih hidup ialah seorang lelaki yang bernama Gumalangit (artinya orang dari langit). Pada suatu ketika Gumalangit berjalan di tepi laut tanpa seorang teman pun yang mendampinginya. Tiba-tiba tampak olehnya seorang lelaki di tengah-tengah laut sedang berjalan meniti ombak itu pecah dan bertepatan dengan pecahnya ombak itu muncullah seorang wanita yang sangat cantik.
sumber gambar : indoborneonatural.blogspot.co.id |
Laki-laki yang datangnya meniti ombak itu Gumalangit menamakannya Tumotoi Bokol sedangkan perempuan yang muncul dari pecahan ombak itu diberinya nama Tumotoi Bokat. (tumotoi bokol artinya meniti buih ombak; sedangkan tumotoi bokat artinya pecah dari ombak).
Kemudian Gumalangit melanjutkan perjalanannya lagi menyusuri pantai, sementara di dalam perjalanan itu ia merasa haus. Tiba-tiba tampak olehnya seruas bambu yang sedang dimain-mainkan ombak dan setelah diambil dan diamat-amatinya ternyata bambu itu polos tanpa ruas pada bagian ujung pangkalnya. Meskipun demikian bambu itu diambilnya juga dan dibawanya menuju ke mata air yang keluar dari batu. Salah satu dari ujung bambu itu ditutupinya dengan telapak tangan lalu diisinya dengan air kemudian air yang di dalam bambu itu dituangkannya ke mulut, tetapi anehnya air itu tidak tertuang. Hal ini dilakukannya berulang-ulang kali tetapi hasilnya sia-sia belaka, tambahan pula ujung bambu yang ditutupnya dengan telapak tangannya pun tidak setetes juga yang keluar. Dengan tidak berpikir panjang lebar lagi, dihempaskannya ujung bambu yang berisi air itu ke tanah. Tiba-tiba terjadilah suatu keajaiban di mana dengan terperanjatnya ia karena yang keluar dari pecahan bambu tadi ialah seorang wanita yang lebih cantik dari Tumotoi Bokat. Gumalangit yang masih bujangan ini sangat terpikat dengan kecantikan wanita ini lalu diberikannya nama Tende Duwata (yang artinya rohatan jin selaku dewata).
Mengikuti pesan cerita ini, keempat insan yang telah muncul pada waktu itu berkumpul bersama-sama lalu mengadakan mufakat. Akhirnya mereka-mereka memperoleh kesimpulan bahwa :
- Gumalangit mempersunting Tende Duwata, sedangkan,
- Tumotoi Bokol mempersunting Tumotoi Bokat.
Untuk hidup selanjutnya mereka akan tetap menetap di puncak gunung Huntuk Baludawa. Pada waktu air ampuhan makin hari makin berkurang (surut) sehingga kian bertambah luaslah pula permukaan bumi. Akhirnya hampir seluruh daratan mulai kering dan air yang masih tertinggal, mengalir melalui sungai-sungai seperti yang kita lihat sekarang. Dari tahun ke tahun ke empat insan ini mulai kelihatan gejala-gejala ke tambahan umat.
Dari keluarga Tumotoi Bokol dan Tumotoi Bokat dianugrahi seorang bayi laki-laki yang tampan lalu diberi nama dari orang tuanya Dinondong.
Kedua bayi yang baru dilahirkan ini sangat dicintai oleh kedua orang tuanya, pertumbuhan badannya subur, serta turut-turutan kepada orang tua mereka. Setelah menjelang dewasa kedua anak ini dikawinkan oleh orang tuanya. Rumah tangga keduanya pun sangat rukun dan damai. Dari hal perkawinan mereka lahirlah seorang bayi laki-laki yang diberi nama Sinudu. Sinudu pun diasuh dan dididik serta dielu-elukan seperti dengan perlakuan terhadap mereka pada zaman dahulu semasa mereka baru dilahirkan.
Setelah Sinudu dewasa maka dikawinkan dengan seorang wanita yang bernama Golingginan. Perkawinan antara Sinudu dengan Golingginan beroleh seorang bayi wanita pula lalu diberi nama Sampoto. Kehadiran Sampoto ditengah-tengah keluarganya disambut dengan baik atau diasuh sebagaimana asuhan orang tuanya dulu waktu kecilnya. Setelah Sampoto mulai menanjak dewasa lalu dilamar oleh seorang pemuda yang bernama Daliyan (Daliyan). Pelamaran ini diterima baik oleh kedua orang tuanya, lalu kemudian dilangsungkan dengan perkawinan. Perkawinan dari Sampoto dengan Daliyan memperoleh tiga orang anak masing-masing, yang sulung bernama Pondaag, kedua bernama Daago dan yang bungsu bernama Mokodoog.
Dari antara ketiga anak tersebut (Pondaag) kawin dengan Dampuloling. Setahun sesudah perkawinannya dengan Dampuloling lahirlah seorang bayi perempuan yang sangat cantik, namanya diperoleh dari kedua orang neneknya yaitu Bua’ Silagondo atau nama panggilan kesayangannya Boki.
Lama kelamaan tempat yang mereka huni ini makin bertambah banyak penduduknya yang berdatangan untuk bermukim di tempat itu, sehingga keturunan mereka mulai terpencar-pencar di sekitar Huntuk Buludawa. Mereka yang tersebar ini dari tahun ke tahun kian bertambah banyak sehingga diantara mereka tidak saling kenal mengenali lagi satu dengan yang lain, walaupun mereka seasal dan seketurunan. Persebaran mereka itu ada yang ke pantai utara ada yang ke pedalaman sebelah Timur dan Selatan di samping itu pula ada juga yang tinggal menetap di tempat itu. Yang menuju ke daerah pantai Utara bermukin di tempat-tempat yang bernama; Pondoli, Sinumolantaan. Ginolatungan dan Buntalo. Yang menuju ke pedalaman sebelah Timur (Lopa'i Mogutalong) mendiami tempat-tempat seperti; Tudu Impassi, Tudu in Lolayan, Tudu in Siya', Sinutungan, Alot, Batunoloda dan Batu Bogani.
Yang menuju ke pedalaman sebelah selatan (Lopa'i Dumoga) mendiami tempat-tempat yang bernama Bumbungan, Mahag, Tabagolinggot, Tabagomamang, Dumoga mointok dan Siniyow. Akhirnya di tempat yang mereka diami itu masing-masing mengangkat kepala suku atau pemimpin yang sanggup mengatur tata tertib perkampungan. Pimpinan yang mereka pilih ialah orang-orang yang cerdas, tangkas dan berani serta berwibawa. Mereka yang dipilih ini diberi gelar “Bogani” (orang yang gagah dan berani). Bogani yang termasyuhur pada waktu itu ialah :
- Bulumondo di Tudu in Lolayan.
- Bolokasi di Buluan.
- Rondong dan Bangiloi di Polian.
- Manggopa Kilat dan Salamatiti di Dumoga Moloben.
- Amali dan Inali di Bumbungan.
- Damonegang di Tudu in Babo' dan
- Punuk Gumolang di Ginolantungan.
Referensi : Berbagai Sumber
loading...
0 Response to "Cerita Gumalangit, Cerita Rakyat Gorontalo"
Post a Comment