Manusia Menjadi Burung Pipit

Manusia Menjadi Burung Pipit ~ Ada seorang naluo kapuruna (besar pantatnya) yang dijual. Kemudian ada pula seorang anak raja perempuan bernama Gigimani. Ada tunangannya seorang anak raja dari Jawa bernama Datirijawa. Anak ini menangis, dia ingin dibeli (dijadikan budak). Maka ibunya berkata; "Bagai mana kamu dibeli (dijadikan budak), sedang engkau anak raja mempunyai banyak pengasuh, bahkan ada yang khusus mengangkat kotoranmu?" Dibelinya orang yang besar pantatnya. Tujuh bulan kemudian terjadilah peristiwa yang ajaib di kampung itu. Semua orang di Kampung itu menjadi burung pipit termasuk ibu Gigimani. Bertepatan dengan peristiwa ini datang tunangan Gigimani, yaitu Datirijawa untuk menjemput tunangannya. Maka disiapkanlah segala pakaian dan perhiasannnya, semjua barang-barang serta makanan yang akan menjadi bekal dalam perjalanan nanti. Setelah segala sesuatunya siap, maka berangkatlah ia. Ditinggalkannya kampung itu sebab tidak ada gunanya lagi tinggal di sana oleh karena tidak ada lagi teman.


Orang yang besar pantatnya itu, ikut berangkat, bersama dengan anak raja. Sudah hampir tiga bulan lamanya mereka berlayar, perahu tiba-tiba berhenti karena angin tidak bertiup. Maka duduklah anak raja tadi di haluan, menyanyi memanggil angin:
Domi le domi, domi le domi.
Lelenangura dati rijawa.
Sudah busuk tempat pinang, lebih busuk lagi angin bertiup, sebab ia orang yang dibeli, yang datang itu. Saya hanya orang yang dibeli. Raja yang ada di buritan. Kemudian menyanyi lagi anak raja yang dihaluan itu.
Domi le domi, domi le domi.
Lelengura dati rijawa.
Walaupun sudah wangi, lebih harum yang bertiup itu. Setelah tiga bulan lamanya berlayar menuju kampung laki-laki itu, maka sampailah ia. Orang pun datanglah beramai-ramai menjemput anak raja Datirijawa itu dengan isterinya. Mereka datang menjemput dengan usungan emas.

Orang yang (besar pantat) itu pun akan diusung, dan berkatalah ia, "Jangan saya diusung dengan usungan itu sebab saya sakit bisul; carilah oko untuk usungan saya." Sesampainya di rumah maka dipersilahkanlah ia naik. Adapun anak raja perempuan yang dibeli tadi tidak dipersilahkan naik ke rumah. Kata raja, "Biarkanlah anak ini tinggal dibawah; tidak naik ke rumah karena raja kurang senang." Sesudah itu raja memerintahkan kepada seluruh rakyatnya agar membuat sawah yang luas. Maka dibuatlah sawah seluas tiga ratus hektare yang akan dijaga oleh anak perempuan tadi dari serangan burung pipit; sedang tiga ratus hektare lainnya akan dijaga oleh seluruh rakyat bersama raja.

Setelah selesai semua maka disuruhlah anak itu pergi menjaga sawah. Kata raja, "Berikanlah sisa-sisa beras jagung untuk bekal kepada anak itu!" Maka berkatalah anak yang dibeli itu. "Kalau ada sisa-sisa beras jagung yang sudah membubuk berikanlah untuk bekal saya!" Maka diberikanlah jagung bersama tongkolnya untuk anak itu. Setelah sampai di dangau, tempat menjaga padi di tengah sawah itu, maka disisipkanlah jagungnya itu di atas dangau itu dan tidak pernah lagi disentuhnya. Adapun tanaman padi ketika itu sementara mulai berbuah dan sebahagian sudah mulai berisi. Tiba-tiba bertiuplah angin yang sangat kencang sehingga semua orang jatuh di parit. Maka menyanyilah anak tersebut:
E ina-ina ja na ande = Ibu-ibu jangan dimakan
Ja na ande ri sapoku = Jangan makan di rumah saya
Ri sapoku tori dauluna = Di rumah saya akan datang orang dari uluna
Maka datanglah induk burung pipit. Di antara burung-burung pipit itu ada sepotong yang berwarna putih bulunya. Itulah yang menyanyi menjawab nyanyian anak tadi;
E ana yaku ande
Yaku ande ri sapomu
Ja tori daulana
Maksudnya; "Ya anak sayang, saya tidak akan makan padi saya datang hanya mengikuti angin yang bertiup." Setelah itu beterbanglah semua burung pipit itu. Ketika rombongan burung pipit itu datang, bermacam-macamlah makanan yang dibawanya. Semua bergantungan dibubungan, dan didinding sehingga mengakibatkan dangau hampir tidak kelihatan lagi, karena beraneka ragam makanan bergantungan di dangau tersebut.

Kemudian pergilah anak itu ke sungai untuk mandi. Setelah tiba disungai, berdatanganlah burung-burung pipit itu membasahi badan orang yang mandi itu; sehingga sudah menjadi kebiasaan sampai sekarang burung membasahi badannya. Sesudah mandi dipasangnyalah pakaiannya. Ditanyakanlah apakah sudah sembuh? Dijawabnya, "Belum". Cukup tujuh kali ditanyakannya hari pun sudah malam. "Kami ingin kembali," Bawalah saya, apalagi saya ini orang miskin". 'Kami adalah keluarga yang tidak kecukupan, dimana malam disitulah  tempat tidur.

Ada suatu ketika raja bertanya kepada rakyatnya bagaimana  tentang padi di sawah yang sekarang dijaga itu. Orang menjawab bahwa padi di sawah tidak berbuah; sebaliknya padi kepunyaan anak perempuan itu sangat menjadi buahnya. Dengan penuh keheranan, raja berkata kepada orang banyak, "betulkah apa yang kalian ceriterakan itu? Kenapa harus demikian bukankah anak perempuan itu hanya seorang diri?". Orang menjawab, "kalau raja tidak percaya, silahkan raja datang menyaksikan sendiri."

Maka berangkatlah raja ketempat penjagaan burung pipit di sawah kepunyaan orang banyak itu. Sementara baru kelihatan sawah tersebut, jatuhlah raja didalam parit, sedangkan anak itu diam saja di pondok penjagaan burung pipit itu. "Perhatikanlah," kata orang banyak kepada raja. Menyanyi lagi anak dipondok itu. Sesudah menyanyi anak tersebut, barulah burung pipit lagi menyanyi. Kalau sudah menyanyi burung pipit di pondok, berdatanglah bermacam-macam makanan di pondoknya. Gogoso dan nasi jaha semuanya dibawa oleh burung pipit. Sementara angin laut sudah bertiup maka menyanyilah anak di pondok itu.
E ina-ina ja mu ande
a jamu ande jar ri sapoku
Ri sapoku tori baluna
Tori baluna yaku li
Kemudian burung pipit lagi yang menyanyi;
E ana aga ku ande
Aga ku anderi sopomu
Ri sapomu tori baluna
Tori baluna kuace wei
Ya anakku, saya datang hanya mengikuti kedatangan laut. Burung pipit datang lagi dipondok-pondok anak itu. Setara, raja merangkak di pematang sawah, kelihatan olehnya padi kepunyaan anak itu sangat banyak. Raja pun tidak berkata-kata, sementara ia duduk di pematang sawah. Sesudah habis  makan, dibawanyalah ke sungai. Sesudah kembali dari sungai dipasangnyalah pakaiannya, sambil berjalan. Sementara anak itu berkata, "Sudah sembuh?, belum! Sudah sembuh, belum? Sudah sembuh, belum?" Dikatakannya sudah sembuh itu. Karena dikejutkan tiba-tiba raja dalam keadaan pingsan. Melihat keadaan itu sibuk, karena raja dalam keadaan pingsan. Melihat keadaan itu anak raja perempuan tadi lalu pergi mengambil air; dibasahinya ujung rambutnya lalu dipercikkan ke seluruh badan raja. Raja pun sadarlah. Ditindisnyalah paha anak itu. Dan berkatalah raja seketika, bahwa anak tersebut adalah isterinya. Maka berkatalah anak tersebut. "Saya bukan isterimu tuanku. Kalau tuanku memandang isteri tuanku tentu akan mengenal wajahnya. Sementara itu raja merencanakan memanggil isterinya. Maka pergilah orang untuk mengambilnya. Maksud raja untuk membunuh isterinya itu, katanya, "Beritahukan perempuan itu segera ke sana, sebab hanya dia yang dapat dijadikan pawang padi."

Setiba utusan raja, lalu berkatalah perempuan tersebut; "Saya akan mandi dahulu," "Tidak usah mandi sebab hari sudah malam. Waktu yang tinggal sedikit inilah yang sebaik-baiknya digunakan." "Kenapa tergesa-gesa sekali? Saya masih berbedak,"

"Tidak usah", katanya, "Saya ganti pakaian." "Biar saja, tidak perlu, kita menuju pelabuhan perahu sekarang." Sementara berjalan, berkata lagi perempuan itu; "Saya ini akan mati. Saya mungkin akan dibunuh." Begitulah kata-katanya sepanjang jalan. Setelah nampak oleh raja, maka raja pun lalu mengejarnya. "Saya ini akan mati, sungguh saya akan mati." Maka berkatalah Gigimani. "Tuan akan dibunuh walaupun tuanku seorang raja, sedang saya ini hanyalah budak." Raja laki-laki (Datirijawa) tidak mengenakan pakaian biasa melainkan pakaian kerajaan, sedang anak perempuan itu mengenakan pakaian dan perhiasan emas. Kira-kira sudah tujuh bulan waktunya berlalu perkawinan didinding sehingga mengakibatkan dangau hampir tidak kelihatan lagi, karena beraneka ragam makanan bergantungan di dangau tersebut.

Kemudian pergilah anak itu ke sungai untuk mandi. Setelah tiba disungai, berdatanganlah burung-burung pipit itu membasahi badan orang yang mandi itu; sehingga sudah menjadi kebiasaan sampai sekarang burung membasahi badannya. Sesudah mandi dipasangnyalah pakaiannya. Ditanyakanlah apakah sudah sembuh? Dijawabnya, "Belum". Cukup tujuh kali ditanyakannya hari pun sudah malam. "Kami ingin kembali," Bawalah saya, apalagi saya ini orang miskin". 'Kami adalah keluarga yang tidak kecukupan, dimana malam disitulah  tempat tidur.

Rupanya isterinya raja sudah mengidam. Ia mulai sakit-sakit. Satu-satunya obat yang dapat menyembuhkan hanyalah hati dari seekor rusa yang putih. Meskipun berat dikatakannya juga kepada  raja, suaminya. Maka raja pun segera berangkat mencari rusa putih,meninggalkan isterinya seorang diri diperahu. Sudah hampir tiga bulan lamanya, raja belum juga kembali. Dalam keadaan demikian, sementara bersiap mereka berangkat maka datanglah perempuan tadi untuk ikut bersama mereka berlayar. Maka disuruhlah ia pergi mengambil air dengan bobo ketika hendak mengambil air, maka isteri raja di perahu berbayang di permukaan air di sumur.

Disangkanya mukanya sendiri yang kelihatan itu, yang sesungguhnya buruk, sehingga bobo yang dibawanya dipecahkannya, lalu pulang. Setelah sampai di perahu bertanya isteri raja, "Mana air dan bobo yang kamu bawa?" Jawabnya" sudah pecah, karena dikagetkan ikan yang berkelahi." Disuruh bawa lagi cerek untuk tempat air. Cerek itu dipecahkannya lagi. "Mana cerek air?" "Saya dikejutkan oleh biawak sehingga cerek tersebut jatuh dan rusak." Apa saja yang bisa masuk akal dijadikannya alasan untuk memberitahu kepada isteri raja di perahu. Kemudian di bawa lagi belanga, tetapi dipecahkannya dengan batu besar. Ketika ditanya, mana belanganya; dijawabnya bahwa ia terkejut sehingga belanga terlempar ke laut. Ia pun lalu berdiam diri.

Berkatalah raja perempuan, "Kalau begitu cobalah cari kutu saya ini." Sementara mencari kutu, berkatalah perempuan itu, Berikanlah saya sepasang pakaianmu supaya saya lebih rajin mencari kutumu." Raja perempuan pun menanggalkan pakaiannya dan diberikannya kepada orang yang mencari kutu tersebut. Karena asyiknya dicarikan kutunya, maka isteri raja un tertidur. Ketika itulah ia gunakan kesempatan mencungkil kedua mata isteri rajalalu dilemparnya ke lalut. Maka pada saat itu berhasillah menjadi isteri raja.

Sedang raja sudah datang membawa rusa putih. Berkatalah ia, "Mengapa raja terlalu lama tidak segera pulang, potonglah rusa itu." Sesudah dipotong diambilnya hatinya dan dikatakannya, baiklah kita berangkat saja. Ketika sampai dirumah berkatalah ibunda raja. "Seperti tidak menyerupai muka anak mantu saya yang berangkat dahulu. Muka lain yang datang."

Isteri raja yang dijatuhkan dilaut tadi terkait dikemudi perahu. Kemudian setelah perahu tiba dipelabuhan, merengkaklah ia ke darat, menuju ke sebuah batang kayu yang berlubang dan tinggallah ia disana sampai ia melahirkan anak. Anak itu dipeliharanya di lobang kayu sampai besar. Suatu ketika berkata anaknya kepada ibunya, "Saya ingin memancing ikan dilaut." Jawab ibunya," Bahan apa yang jadikan pancingnya? "Kayu pancingan dari batang padi sedangkan talinya dari rambut." Maka pergilah anak kecil itu memancing. Baru saja dilemparkannya dilaut, ia sudah mendapatkan ikan sebesar nyiru. Berkatalah anak itu, "Inilah ikan-ikan yang saya dapat pancing." "Ikan apa yang didapati itu?

Baiklah di jual saja; kalau sudah laku, uangnya belikan saya sirih". Anak itu pergilah menjual ikan tadi dengan memanggil-manggil. "Ikan raja-ikan raja."Ketika sampai dirumah raja, raja bertanya. Dibayar dengan apa ikanmu ini nak? Jawab anak itu.

"Sirih, berikan saya sirih yang sudah rusak disudut sana." Maka sirih itupun diberikan kepadanya. Sesampainya sirih itu diberikannya kepada ibunya, ia pun pergi  menangkap ikan (memancing ikan) lagi. Ikan yang didapatnya lalu dijualnya pula. Anak itu memanggil-manggil menjual ikan itu; "Ikan, ikan raja." "dibayar dengan apa"? kata raja " Ada yang dibungkus dengan daun jagung didapur tempat masak." Rupaya itulah mata Ibunya. Anak itu kemudian bertanya, "Adakah kelapa putih disini tiga buah?"

"Ada", Dapatkah saya bawa kerumah?" Maka dibawa oleh anak ini kelapa tiga buah tadi. "Kupaslah dengan baik dan asahlah dibatu, mata saya itu," kata ibunya. Berulangkali dasah dipasanglah. "Sudah kelihatan saya ini? "Masih kabur kelihatan." Lakukan lagi satunya, asah di batu. Bukan main, sudah berapa bulan hanya dekat perapian terus saja. Asah lagi, lalu pasang," Bagaimana, sudah terang? "Sudah terang betul" "Kalau begitu saya akan berhenti saya akan berhenti memancing ikan.

Bertepatan saat orang kampung melaksanakan upacara melepas perahu, seorang anak berdiri di muara sungai. Berkata anak itu kepada ibunya, "Oh, ibu orang melepas perahu rupanya tentulah ada ayam kecil disana; saya akan ambil, saya akan pergi menyabung ayam." Maka diambilnya ayam tadi yang putih bulunya lalu ia berangkat menuju tempat penyabungan ayam yaitu dirumah raja. Ketika raja melihat anak itu memegang ayam kecil, maka berkatalah raja; "Maukah engkau menyabung ayammu Nak? Bawalah kemari! Berapa taruhannya"? Anak itu menjawabnya. "Diri sayalah taruhannya hai baginda raja."

Ketika ayam itu dilepas berkelahi, orang-orang yang menyaksikan turut memberikan support kepada ayam putih kecil itu sehingga hanya tiga kali dipukulnya ayam besar kepunyaaan raja itu maka matilah ayam raja itu. Katanya, "Ini uang taruhannya." simpanlah disitu, saya akan pulang dahulu Baginda raja." jawab anak itu.

Keesokan harinya ia pun berangkat ke rumah raja untuk menyabung ayamnya. Ketika nampak oleh raja, maka raja bertanya kepada anak itu. "Maukah engkau menyabung ayammu Nak? Bawalah kemari! Berapa taruhannya?" Seperti kemarin dan saya ini menjadi taruhannya lagi." jawab anak itu. Seketika itu ayam pun dilepas berkelahi. Tiada berapa lama ayam raja pun kalah pula. "Ambillah uang kemenanganmu ini," kata raja. "Biarlah disini, saya akan pulang dulu baginda raja, sebab saya ini hanya orang miskin." jawab anak itu. Dengan takdir Tuhan pagi-pagi keesokan harinya harta raja tiba-tiba habis walaupun dahulunya adalah raja yang kaya dan berkuasa. Ketiga kali anak itu datang pula membawa ayamnya kepada raja untuk menyabung.

Kali ini taruhannya ialah daerah kerajaan akan diserahkan bila raja masih kalah lagi. Ayam pun dilepas kemudian perkelahian, dengan Takdir Tuhan satu kali tendang, ayam kepunyaan raja pun kalah pula. Raja pun menyatakan diri kalah dan habislah seluruh harta dan daerah kekuasaannya.

Ketika anak itu hendak pulang, raja bertanya, "Dimana tempat tinggalmu nak?" Anak itu menjawab, "disana, baginda raja." Dua tiga kali raja bertanya, anak itu hanya menunjuk ke arah sana. Maka raja lalu menyuruh ikuti anak itu dari belakang untuk mengetahui dimana rumah tempat tinggalnya.

Ketika sampai disana anak itu menunjuk kayu besar yang sedang rebah itu, katanya; "Disanalah tempat tinggal saya." Tetapi anehnya ketika anak itu menginjak ujung kayu itu satu kali bergoyang batang kayu itu, tiba-tiba anak itu terus menghilang; anak itu tiada kelihatan lagi. Orang-orang yang mengikutinya pun menjadi heran lalu katanya," barangkali anak dari setan kayu ini.

Peristiwa ini pun diumumkan oleh raja kepada masyarakat, maka beramai-ramailah orang keluar menuju tempat itu; hanya orang buta dan orang lumpuh sajalah yang tidak dapat turut bersama-sama bekerja. Ada yang membawa kapak, ada yang membawa parang dan sebagainya. Mereka mulai bekerja hendak memotong kayu besar itu. Tetapi ketika kayu besar itu dipotong, terasa bagaikan besi kerasnya. Semua kapak yang dipakai besar dan kecil semuanya jadi rusak. Mereka pun berhenti lalu bermaksud pulang semua. Tidak lama kemudian kelihatan lagi anak itu sedang mandi dilaut memukul air. Anak tersebut ditangkap lalu dipegang tangannya. "Dimana  rumahmu?" maka masuklah anak tersebut ke dalam rumahnya. Keluarlah ibunya. Mengapa orang begini dibawa kemari? Kalau diketahuinya anaknya, tentu ada tandanya. Bagaimana mukanya tentunya begitu juga muka anaknya. Coba panjat kelapa adakah buahnya jatuh ditempat lain. Mesti ditempat itu; lebih tebal batang kayu, lebih tebal hatinya. Ia tidak punya perasaan.  

Sumber : Cerita Rakyat Daerah Sulawesi Tengah
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Manusia Menjadi Burung Pipit Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Manusia Menjadi Burung Pipit Sebagai sumbernya

0 Response to "Manusia Menjadi Burung Pipit"

Post a Comment

Cerita Lainnya