Cerita Rakyat, Asal Usul Ampuang Pertama

Cerita Rakyat, Asal Usul Ampuang Pertama ~ Dahulu kala hiduplah dua orang raksasa suami istri dengan anak mereka yang bernama Wataure. Nama raksasa laki-laki itu ialah Wakeng. Dan ada juga tiga orang bersaudara, dua orang adiknya Panggelawang sedangkan saudara perempuan mereka  bernama Niabai.

Pada suatu waktu kedua saudara laki-laki itu bepergian saudara perempuan mereka tinggal sendirian sementara menyambung-nyambung benang koro.
sumber gambar : wikipedia.org
Tak berapa lama antaranya datanglah si raksasa lalu didukungnya Niabai di bawa pergi untuk dijadikan  lauknya. Setelah Wanggaia dan Panggelawang kembali Niabai tidak nampak lagi di dalam rumah. Mereka memperhatikan pekerjaannya dan menemukan bahwa benang karo itu telah terentang di sepanjang jalan. Timbullah pikiran mereka untuk mengikuti arah benang tersebut.

Setelah diikuti arah benang itu jelas kelihatan bahwa ujung benang berada di rumah raksasa. Sekilas nampak oleh mereka bahwa saudara mereka disekap dalam kurungan di bagian bawah rumah raksasa itu. Keduanya pun naik dan masuk ke dalam rumah raksasa dengan maksud untuk melamar pekerjaan. Lamaran mereka diterima baik. Secara spontan segera ditugaskan memasak dan disuruh memotong saudara mereka Niabai untuk dijadikan lauk. Setelah menerima perintah pergilah raksasa itu ke kebun sedangkan anaknya berada diatas loteng.

Sepeninggal raksasa itu. Wanggia dan Panggelawang segera menunaikan tugas mereka, tetapi yang mereka potong untuk dijadikan lauk adalah anak si raksasa sendiri. Kemudian keduanya memotong jembatan yang biasa dilalui si raksasa pada bagian bawah diukur sedemikian rupa sehingga bila mereka melewatinya tidak akan patah. Langkah selanjutnya yang mereka tempuh ialah membebaskan semua orang yang berada dalam kurungan dan menyuruh mereka lari. Sesudah itu mereka mengatur makanan si raksasa.
Tak berapa lama kemudian raksasa suami istri tiba di rumah. Setelah melepaskan lelah keduanya lalu makan. Sementara mereka makan, berkatalah burung nuri piaraan mereka "Cih! Wakeng suami istri makan anak mereka" Mendengar itu, raksasa  perempuan itu berkata,  "Coba dengarkan baik-baik apa yang dikatakan oleh burung nuri di atas itu." Lalu berkatalah burung nuri itu pula. "Cih! Wakeng suami-istri makan anak mereka." Raksasa laki-laki itu menyendok makanannya lalu ditemukannya jari bekas dicat. Setelah diketahuinya bahwa itu jari anaknya di dalam biliknya Hanyalah sisa kepalanya tertanam di atas bantal dengan rambut terurai.

Raksasa suami-istri segera turun dari rumah dan mencari Wanggaia dan Panggelawang. Namun Wanggaia dan Panggelawang dan saudara perempuan mereka telah lari. Dengan penuh amarah raksasa itu memburu mereka.

Wanggaia dan saudara-saudaranya telah berada di ujung jembatan ketika dikejar. Dan pada saat raksasa itu tiba di tengah jembatan, runtuhlah jembatan tersebut.

Sebelumnya Wanggaia dan Panngelawang telah memasang tempuling di bawah jembatan dengan ujungnya yang tajam ke atas. Ketika jembatan itu patah, si raksasa jatuh dan segera tertikam dengan tempuling. Lalu berkatalah raksasa itu kepada Wanggaia dan Panggelawang, "Darah kami berdua akan menjadi banjir api, napas kami akan menjadi angin puyuh dan daging kami akan menjadi abu." Mendengar maksud perkataan raksasa itu demikian maka Wanggaia dan Panggelawang berkata kepada raksasa itu, "Baiklah! Kalau kamu berdua menjadi banjir api, angin puyuh dan abu, maka kami berdua akan duduk di mata angin timur untuk menolong anak cucu kami berdua.” Sesudah itu, raksasa itu menghembus napasnya yang terakhir dan Wanggaia, Penggelawang serta saudara perempuan mereka kembali ke rumah mereka.

Tiada berapa lama kemudian saudara perempuan mereka Niabai menjadi hamil. Pada suatu waktu Niabai ditiup angin puyuh dan jatuh di lautan menjadi buaya. Wanggaia dan Penggelawang berdiam di atas puncak gunung Sinambung di Talaud mengarah ke negeri Bowongnaru.

Sekali peristiwa ada yang dari Mindanao hendak pulang ke Sangihe, di tengah lautan perahu mereka tidak mau maju lagi. Setelah ternyata perahu mereka tidak kandas karena sesuatu. Setelah kemudian diteliti bahwa ada sebutir telur yang melekat pada lunas perahu. Telur itu besar sekali dan segera diambil dan dimuat di dalam perahu. 

Sesudah mereka tiba diujung pulau Sangihe, mereka segera mendarat dan memanggil petenung untuk melihat keadaan telur tersebut. Hasil penenungan menunjukkan bahwa telur itu akan menetas dan akan lahir seorang anak laki-laki. Tempat di mana petenung meramal hasil tersebut disebut Tariang. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka ke tempat asal mereka di Moade.

Beberapa hari kemudian telur itu kemudian menetas dan memang lahirlah seorang anak laki-laki. Anak itu diberi nama Ampuang Pertama. Setelah besar dan menjadi dewasa  ia ingin pergi ke Mindanao.

Sekali waktu terjadi suatu peristiwa seekor buaya mendarat di Kotabatu. Telah beberapa hari buaya tersebut tidak mau meninggalkan tempat itu. Maka dipanggillah petenung untuk melihat apa sebab demikian. Ramalan itu mengatakan bahwa buaya itu akan turun ke laut, lagi apabila ada seorang Kulang dari Tabukan tiba di Kotabatu. Kebetulan Ampuang pertama pergi ke Kotabatu. Setiba Ampuang Pertama di Kotabatu ia segera dijemput dan dimintakan agar sudi berhadapan dengan buaya tersebut supaya buaya itu mau meninggalkan tempat itu. Setelah Ampuang Pertama bertemu dengan buaya itu maka buaya itu memuntahkan taringnya dan gelang sebagai pemberian kepada Ampuang Pertama. Kemudian buaya itu pergi sedangkan taring dan gelang dibawa oleh Ampuang Pertama.

Menurut pemikiran orang-orang tua, telur yang menjelma  menjadi Kulano tadi adalah ibu Kulano, yang biasa disebut Niabai.

Referensi : Berbagai Sumber
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Cerita Rakyat, Asal Usul Ampuang Pertama Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Cerita Rakyat, Asal Usul Ampuang Pertama Sebagai sumbernya

Related Posts :

0 Response to "Cerita Rakyat, Asal Usul Ampuang Pertama"

Post a Comment

Cerita Lainnya