Asal Mula Nama Negeri Lempur Bagian 2

Asal Mula Nama Negeri Lempur Bagian 2 ~ Oleh karena itu sudilah kiranya kakanda Rencong Talang memberi maaf dan ampun kepada Kakanda Pamuncak Tanjung Seri yang tak bisa hadir di sini dan beliau juga menyampaikan salam dan harapan semoga pesta yang kakanda adakan ini akan berjalan dengan lancar dan aman hendaknya, hingga tak kurang pula satu apa pun jua dan tidak ada pula cacat celanya." Mendengar itu menjawablah Pamuncak Rencong Talang; "Aduh adinda, jalan yang jauh dan sulit yang telah engkau tempuh bersimbah letih dan pelauh, tak perlulah adinda berkata sebegtitu jauh, terimalah ucapan selamat dan rasa terimakasih dari kakanda dalam menerima kedatangan adinda dan kemenakanda dan mengenai kesehatan dinda Pamuncak Tanjung Seri apakah tidak begitu parah?". Mendengar pertanyaan dari Pamuncak Rencong Talang maka istri Pamuncak Tanjung Seri, pertanyaan itu hanya dijawabnya dengan gelengan kepalanya saja.


Maka dilanjutkannya pula, sesungguhnyalah sedih dan gembiralah yang kakanda rasakan waktu ini, sedih karena adinda Pamuncak Tanjung Seri tak dapat menghadiri pesta kakanda ini, pesta yang kita sama-sama agungkan selama ini dan gembira karena kemenakanda dapat datang berkunjung ke sini dan dapat pula bergembira ria dalam pesta yang kakanda adakan ini. Apa kabar kau ananda, nampaknya sekarang engkau telah menjadi besar dan telah tumbuh menjadi seorang gadis yang remaja dan cantik. Nasehat dari paman ialah patuh dan taatlah kepada orang tua, serta baik-baiklah dan pandai-pandailah menyesuaikan diri dalam pergaulan. Memang awak anak junjungan, tapi kalau tabiat awak tercela tiada orang akan menghiraukan awak, apalagi awak seorang perempuan hendaknya baik-baiklah menjaga mulut, karena mulut adalah harimau dalam dirinya awak. Terakhir paman sampaikan dan harapkan semoga engkau bisa bersenang dan bergembira dalam pesta paman ini dan bila ada sesuatu hal dan keperluan sampaikan saja kepada paman, janganlah engkau merasa malu,"  kata Pamuncak Rencong Talang kepada Puteri Pamuncak Tanjung Seri.

Namun segalanya itu tak dijawab oleh Puteri Pamuncak Tanjung Seri. Hanya anggukannya saja yang nampak. Setelah itu, maka disampaikan pula tak dapat hadirnya Pamuncak Tanjung Seri. Sehingga merekalah yang diutus untuk datang, serta disampaikan sekali lagi rasa penyesalan dan maaf dari Pamuncak Tanjung Seri akan hal tersebut. Mendengar itu mengangguk-angguklah Pamuncak Rencong Talang. Setelah itu maka pembicaraan mereka berkisar pada hal-hal yang biasa dan tentang persiapan kenduri yang akan diadakan itu. Mereka bercerita pula tentang keadaan hasil panen yang baik serta banyaknya penduduk mendapat padi dalam panen. Diceritakan pula oleh Pamuncak Rencong Talang, bahwa ia telah pergi mengundang adiknya Pamuncak Koto Tapus yang dikatakannya mungkin tak berapa lama lagi akan sampai ke tempatnya. Setelah mereka puas dalam bercakap-cakap, maka isteri Pamuncak Tanjung Seri member oleh-oleh yang telah mereka bawa dari negeri mereka, sebagai tanda ucapan semoga kenduri yang akan diadakan itu selamat dan lancar adanya seperti yang mereka harapkan bersama. Dengan rasa gembira dan sukacitanya, maka Pamuncak Rencong Talang menerima pemberian dari  mereka itu. setelah itu tak lupa pula ia menyampaikan rasa dan rasa terima kasih dan rasa gembiranya karena menerima pemberian dari keluarganya itu. Setelah mereka puas bercakap-cakap dan melepaskan rasa rindu di hati masing-masing, malam pun telah larut tak terasa, karena asyiknya mereka berbicara. Maka diantarlah kedua mereka ke tempat dimana mereka ditempatkan oleh Pamuncak Rencong Talang.

Pada hari yang telah lama dinantikan, yaitu hari yang telah ditentukan untuk melaksanakan  kenduri dan pesta sudeih nue pun tiba peralatan dan segala persiapan telah disediakan semuanya. Undangan telah pula dijalankan dan telah nampak pula para tamu berdatangan dalam satu atau dua rombongan yang datang dari tempat yang jauh, maka acara pembukaan dari pesta itu pun dimulai.

Telah dirundingkan, bahwa peralatan dan kendurinya dilaksanakan dalam masa tiga hari, telah pula ditetapkan pembagian-pembagian hari-hari yang akan dipakai itu menurut kesepakatan mereka dalam musyawarah yang dipimpin oleh Pamuncak Rencong Talang sebagai berikut.

Pada hari pertama kenduri dan  pembukaan di sepanjang larik (rumah adat yang dihuni kira-kira 20 kepala keluarga). Dihadiri oleh pemuka-pemuka adat, para pamuncak -pamuncak, para ninik-mamak, orang cerdik pandai lainnya, orang tua-tua yang diundang dari daerah yang jauh atau negeri lain, serta masyarakat lainnya dengan acara makan.

Pada hari kedua diadakan kenduri dan acara adat yang diadakan di rumah adat (Umoh Gedeang) yang hanya dihadiri oleh pemuka adat, ninik mamak, depai, dan pemuka masyarakat lainnya.

Pada malam ketiga itulah diadakan pesta untuk para anak muda, yang merupakan acara khusus untuk mereka. Sedangkan undangan yang lainnya baik meraka yang diundang ataupun mereka yang tidak diundang, pada hari pertama itulah tempatnya, sedangkan anak-anak muda berpesta ria pada malam ketiga.
Pada malam ketiga itu diadakanlah pesta dan kenduri yang hanya khusus untuk muda-mudi, sedangkan para orang tua hanya menyaksikan dan mengawasi mereka, hingga agak larut malam dan biasanya pesta berlangsung  sampai subuh. Pada malam ketiga itu hadirlah anak dara dari Pamuncak Tanjung Seri, dara yang lincah berparas jelita menjadi inceran mata pemuda. Dikisahkan bahwa pesta berlangsung dengan sangat meriah dan gembira, orang tua yang tadinya hadir telah meninggalkan mereka berpesta karena telah mengantuk. Sedangkan anak-anak muda itu dimeriahkan oleh tari tauh "sehuten dengan asiknya. Juga pesta itu dimeriahkan oleh tari tauh yang merupakan tarian khas penduduk setempat dalam pesta sesudah tunai. Sehingga tak terasa hari telah larut dan ayam jantan pun telah berkokok sekali.

Maka tersentaklah isteri Pamuncak Tanjung Seri dari tidurnya yang lelap dan pergi melihat pesta itu. Nampaklah bahwa anaknya beserta teman-teman sebayanya masih asyik. Ia bermaksud mengajak anaknya pulang tidur, takut kalau anaknya sakit atau masuk angin karena hari telah hampir pagi. Tetapi gadis remaja yang sedang asyik berpantun dan menari itu tiada mengacuhkan panggilan ibunya. Ia tetap bergembira dengan acaranya, maka ibunya pergi dan beberapa saat kemudian datang lagi ibunya untuk memanggilnya pulang. Ia tak mengacuhkan ibunya malah sebaliknya karena dongkol selalu dipanggil, maka ia berbuat durhaka kepada ibunya, ia marah. Ada seorang pemuda dekatnya dan bertanya kepada dara yang cantik itu siapa gerangan perempuan tua yang memangilnya itu? Mendengar pertanyaan itu tanpa dipikir dan dipetimbangkan, maka dijawabnyalah: "Oo, perempuan itu adalah pesuruh saya."

Oh, anakku, oh buah hatiku, tempat curahan kasih dan sayang, kata ibunya dalam hati, ketika mendengar bibir mungil anaknya itu mengucapkan kata-kata yang tak disangka akan keluar dari mulut anaknya itu.

Babunya, pesuruhnya, manusia yang tak berarti sedikitpun bagi dirinya, padahal ia dilahirkan oleh ibunya, dibesarkan oleh perempuan buruk rupa ini, ia disusui oleh ibunya ini. Anak celaka rupanya anaknya ini. Telah dibesarkan harimau dalam hidupnya, mengapa ia tega mendengar dirinya seperti ini. Tak terkatakan sedih hati ibunya mendengar ucapan abak daranya itu. Sangat pedih ia mendengarkannya sebagai babunya. Larilah ia meninggalkan pesta durhaka anaknya itu, tak terpandangnya lagi muka para tamu-tamu yang ada waktu itu. Namun begitu dicobanya juga menahan hatinya, tanpa berkata-kata dan melihat anaknya lagi berbaliklah ia dan terus pergi ke tempat tidurnya sambil menangis meratapi kelancangan puteri remaja kesayagannya itu.

Pesta berlangsung terus, waktu berjalan juga. Menjelang subuh berakhirlah pesta anak muda tadi. Setelah itu mereka pulang ke tempat masing-masig dengan kenangan sendiri-sendiri pula. Pada keesokan harinya setelah mereka berkemas-kemas dan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa mereka dalam perjalanan pulang ke tempat asal mereka, maka menghadaplah utusan dari Pamuncak Tanjung Seri. Ibu dan anak, menghadap Pamuncak Rencong Talang mohon diri untuk pulang ke negerinya, datang menampakkan muka, pulang menampakkan punggung. Mereka bermaksud akan pulang pada hari itu juga, karena apa yang mereka hajadkan sewaktu datang dahulunya telah mereka laksanakan. Kenduri serta pesta dan, keramaian telah selesai. Mana yang dekat telah pulang, mana yang jauh telah kembali ke tempat asalnya.

Setelah mendengar itu berkatalah Pamuncak Rencong Talang kepada kedua mereka itu: "terima kasih kakanda ucapkan kepada adinda dan kemenakanda yang telah bersusah payah datang kemari melintasi hutan rimba memenuhi undangan kami. Sekarang kalian akan pulang, sebenarnya terkandung maksud untuk menahan kalian semuanya sehari dua hari lagi untuk bersenang-senang, tapi dipikir-pikir mungkin keponakan telah rindu kepada ayahnya Pamuncak Tanjung Seri, oleh karena itu tak maulah hamba menahan kalian berlama-lama. Maka hamba lepaskanlah kalian berangkat hari ini, mudah-mudahan dalam perjalanan nantinya tidak mendapat aral sesuatu pun sampai di rumah. Sampaikanlah salam hamba untuk adinda Pamuncak Tanjung Seri, semoga kita dipanjangkan umur hendaknya oleh Tuhan."

Maka jawab isteri Pamuncak Tanjung Seri, meski dengan hati yang masih mendongkol dan marah karena peristiwa yang tak diduganya yang terjadi pada dirinya semalam. Tetapi tak diperlihatkannya, dan berdoalah ia dalam hatinya, semoga kakanda Pamuncak Rencong Talang tak mendengar berita yang memalukan keluarganya itu, agar jangan dicoret arang di kening suaminya. Maka dicobanya menenangkan dirinya agar jangan juga nampak di wajahnya. "Semoga kakanda melepaskan kami dengan muka yang jernih hati yang suci, karena perjalanan yang jauh yang akan dihadapi. Mohon diri kami serta segala salam dan pesan kakanda pastilah adinda sampaikan, dan semoga kita bertemu pula di masa yang akan datang." Terakhir kami harapkan doa dan restu kakanda untuk melepas kami berangkat, semoga kami selamat  di perjalanan. "Kata isteri Pamuncak Tanjung Seri. Ia merasa sendiri bahwa ia telah sanggup menenteramkan hatinya, sehingga ia berbicara dengan tenang.

Setelah mereka minta diri dan mohon do'a restu dari Pamuncak Rencong Talang, maka mereka pun berangkatlah menuju daerah Pamuncak Tanjung Seri yang dilepaskan oleh Pamuncak Rencong Talang beserta dengan sanak keluarganya.

Dikisahkanlah, pada waktu mereka berangkat, mereka dikawal oleh pengawalnya. Mereka berjalan terus dan telah jauh kampung dan negeri tempat tinggal Pamuncak Rencong Talang tertinggal dibelakang dan makin lama tak nampak lagi kampung itu. Pada suatu tempat bertemulah mereka dengan rombongan yang juga baru kembali dari negeri Rencong Talang, yaitu rombongan anak-anak muda yang akan kembali ke tempat asal mereka. Setelah dekat nampaklah salah seorang dari mereka adalah pemuda yang malam tadi menanyakan ibu puteri Pamuncak Tanjung Seri. Setelah dekat merekapun mufakat untuk istirahat sejenak sambil melepaskan lelah dan mereka berhenti dengan terlebih dahulu bertukar sapa. Waktu mereka beristirahat itu terlompat pula pertanyaan dari pemuda yang tadi malam juga yang menanyakan siapakah sesungguhnya perempuan tua yang selalu bersamanya itu.

Tanpa pikir panjang dan ragu hati dijawabnya pula pertanyaan pemuda tadi, katanya: "Perempuan itu adalah babu saya, guna membantu saya dalam perjalanan dan mengurus perlengkapan saya."

Terdiam ibunya mendengar ucapan anak daranya, sedih hati tak terkatakan, hiba tak terucapkan, ditahannya mulutnya agar jangan terlompat kata-kata. Ditahannya hati agar jangan terlompat air mata dari pelupuknya. Sedangkan pemuda-pemuda tadi dan anak daranya terus bercakap-cakap dengan riangnya tentang hal-hal yang menggembirakan hati mereka. Begitulah pula si dara setelah mengadakan dan mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati ibu kandungnya sendiri, dengan kata-kata yang sangat menyakitkan dan pedih sekali bagi ibu yang menerimanya, ia seakan-akan tidak meresa apa-apa. Ia malah bercakap-cakap dan berkelakar dengan riang gembiranya. Setelah selesai mereka beristirahat, mereka pun bersiap-siap untuk berangkat menuju tujuan masing-masing, sekali lagi mereka bertukar sapa kata perpisahan. Dikisahkanlah, selama dalam perjalanan isteri Pamuncak Tanjung Seri selalu murung dan ia selalu teringat dengan kata-kata yang telah diucapkan oleh anaknya masih terngiang-ngiang di telinganya. Berkatalah ia dalam hatinya, alangkah lancang dan buruknya sifat anak daranya itu, alangkah sampai hatinya ia tak menakui dirinya sebagai ibunya, ia yang telah melahirkannya serta membesarkannya dengan susah payah. Ia adalah ibu kandungnya sendiri, perempuan yang telah melahirkannya dengan susah payah dan penuh pengorbanan. Sekarang nyatanya setelah ia besar menjadi putri yang cantik jelita, tak mau lagi mengakui perempuan tua yang sudah buruk rupa sebagai ibunya sendiri. Dihinanya ibu kandungnya di hadapan khalayak ramai. Sesungguhnyalah anak itu adalah anak durhaka adanya.

Diceritakanlah sewaktu rombongan tersebut sedang melewati suatu daerah antara Pulau Sangjar engan Lolo dimana  daerahnya penuh dengan rawa berlumpur. Si ibu tak tahan  lagi membayangkan betapa durhakanya anak itu kepadanya. Tak tahan ia dikejar-kejar bayangan yang menggambarkan betapa kejam hati anak itu kepada dirinya, selagi ia masih bisa berjalan, berpakaian sendiri, sudah begitu tabiat anak kepadanya. Apalagi bila kelak ia telah tua dan tak berdaya lagi mengurus dirinya sendiri, bagaimana jadinya. Maka berdo'alah ia kepada Tuhan, agar anaknya yang durhaka itu, anak yang tidak berperasaan itu, anak tak membalas guna itu ditelan oleh rawa lumpur yang sedang  mereka lalui itu.

Rupanya do'a yang diucapkan dengan tulus hati oleh seorang ibu yang didurhakai oleh anaknya sendiri oleh Tuhan, sehingga pada suatu tempat, si dara itu terjerat kakinya oleh rawa berlumpur itu, sehingga makin lama makin dalam jua ia terbenam. Ia menangis dan  meraung meminta pertolongan kepada ibu dan pengawalnya, tapi ibunya tiada mengacuhkannya. Maka datanglah para pengawalnya menolong dengan jalan menarik tangan anak gadis itu keatas, tapi usaha mereka itu sia-sia sebab bukannya tertarik ia ke atas malah makin terbenam ia ke dalam lumpur itu. Berpaling  ia minta tolong kepada ibunya, tapi dijawab oleh ibunya; "Aku bukan ibumu, aku hanyalah babumu yang buruk dan jelek." Si gadis itu terus juga meraung sambil berkata, "Tolong, tooooloooonggg ibu, aku tidak akan durhaka lagi kepadamu, aku telah berdo'a, maafkanlah aku ibu.

Tapi ibunya tak mau mendengar permintaan anaknya itu. Ketika dilihatnya anak itu sudah tenggelam hingga dagunya, maka datanglah ibunya tapi bukan untuk menolongnya. Ia datang untuk mengambil barang-barang miliknya yang dipakai oleh gadis itu, yaitu sebuah gelang dan sehelai selendang Jambi. Setelah diambilnya barang tersebut, maka tenggelamlah gadis itu bersama dengan tanis dan penyesalannya. Ia tenggelam ke dalam rawa berlumpur dan ditelan oleh bumi. Oleh karena itulah negeri itu dinamai oleh penduduknya setelah kejadian itu dengan nama Lumpur. Dalam perkembangan kampung itu kemudian, berobahlah menjadi Lempur yang berasal dari kata Lumpur.

Dikisahkanlah setelah itu rombongan dan perempuan itu kemudian melanjutkan perjalanan mereka menuju negeri Pamuncak Tanjung Seri. Setelah lama berjalan mereka menuju negerinya, terasalah penat dan letih. Maka merekapun berhentilah disuatu tempat yang ada tebatnya (kolam). Di situlah mereka berisirahat melepas lelah. Maka pergilah perempuan itu ingin mencuci tangan dan badannya. Teringatlah ia pada anaknya yang telah mendurhakainya dan yang telah pergi untuk selama-lamanya. Terlihatlah pula olehnya waktu itu gelang yang diambilnya dari anaknya waktu anaknya akan ditelan oleh bumi. Terpikir olehnya agar jangan lagi teringat terus kepada anaknya itu, maka dibuangnyalah gelang itu ke dalam tebat, setelah kejadian itu dinamailah tebat itu dengan tebat gelang.

Oleh penduduk daerah itu sampai sekarangpun masih disebut tebat gelang. Setelah mereka berhenti beberapa jenak untuk istirahat dan melepaskan lelah, maka bersiaplah pula mereka melanjutkan perjalanan ke arah tujuan. Maka dikisahkanlah setelah mereka menempuh jarak yang jauh yang mendaki gunung dan melalui lembah, terasa pulalah letih dan hauspun, telah pula datang. Sepakat pula mereka beristirahat untuk beberapa lama, di tempat yang cocok. Setelah melihat ke kiri dan ke kanan, maka ditemuilah sebuah tempat yang juga ada tebatnya. Maka disitulah diputuskan untuk berhenti, karena disana dirasakan airnya bersih dan udaranya sejuk nyaman. Dikisahkan sekali ini pun perempuan itu pergi ke tebat untuk mencuci tangan dan membersihkan badannya. Tapi di sini ia pun teringat juga kepada anaknya setelah melihat kain panjang Jambi yang terbawa olehnya itu.

Sekarang ia telah bertekad betul tidak akan mengenang lagi anak durhaka itu, sebab bila setiap saat dia teringat kepada anaknya itu akan timbul rasa jengkel bercampur marah, mengingat tingkah laku anaknya tersebut. Maka selendang itu pun dibuang ke dalam tebat itu. Sampai sekarang tebat itu oleh penduduk daerah itu dinamai tebat Jambi yang berasal dari kata Selendang Jambi.

Setelah itu diceritakanlah, setelah mereka melepaskan lelah dan haus dahaga serta lapar, maka berkemaslah mereka melanjutkan perjalanan menuju negeri Pamuncak Tanjung Seri. Diceritakanlah bahwa beberapa hari setelah itu maka sampailah Perempuan tadi bersama -sama dengan pengawalnya ke negeri Pamuncak Tanjung Seri.


Sumber : Cerita Rakyat Dari Bengkulu oleh H. Syamsuddin dkk.
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Asal Mula Nama Negeri Lempur Bagian 2 Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Asal Mula Nama Negeri Lempur Bagian 2 Sebagai sumbernya

0 Response to "Asal Mula Nama Negeri Lempur Bagian 2"

Post a Comment

Cerita Lainnya