Cerita Datuk Kilang Besi

Cerita Datuk Kilang Besi ~ Pada zaman dahulu, di sebuah kampung, di dusun Mersam sekarang, tinggallah sepasang suami istri. Bintang Kemarau dan Puti Malang Musim. Suami istri ini sudah bertahun-tahun mendambakan keturunan, namun belum juga dikabulkan Tuhan. Mereka telah menemui dukun ke hulu dan ke hilir, Bernazar itu ini telah pula mereka lakukan namun hasilnya belum nampak. Suatu ketika Tuhan mengabulkan juga apa yang selama ini mereka dambakan. Puteri Malang Musim akhirnya hamil juga. Dan setelah cukup bulannya, maka ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Setelah anak yang dilahirkanya itu besar nampaklah beberapa keganjilan pada dirinya. Apabila ia duduk berjongkok lututnya mencecah sampai ke telinganya. Itulah sebabnya kenapa kemudian orang sekampungnya memanggilnya Bujang Panjang Lutut.


Ketika Bujang Panjang Lutut sudah dewasa, dengan tak disangka-sangka, datang raja ke kampungnya lengkap dengan hulubalang, panglima-panglima perang, serta pengiring. Rupanya raja serta rombongannya itu sedang melakukan perjalanan keliling untuk melihat-lihat rakyatnya dari dekat. Tengah raja berada  disana Bujang Panjang Lutut telah pula menemui ayahnya Bintang Kemarau. Anak lelaki itu mengutarakan keinginannya untuk diperbolehkan mengikuti raja itu ke Jambi. Darah mudanya terpanggil melihat rombongan raja yang hebat itu. Ia amat kagum dengan segala ketangkasan para dubalang serta para panglima perang yang menyertai perjalanan raja tersebut.

"Ayah," katanya, "hamba ingin benar turut serta bersama raja ke Jambi. Rasanya Tuan Raja takkan berkeberatan menerima hamba bekerja diistana beliau."

"Amboi anakku," jawab ayahnya. "Seseorang yang bekerja diistana raja ialah yang berpengetahuan cukup. Sedangkan engkau, kepandaian apakah yang telah engkau punyai? Tidakkah nanti engkau akan menjadi ocehan orang sepanjang hari ? 

Menurut hemat ayah tak usahlah engkau berencana seperti itu. Baik engkau batalkan saja. Di kampung ini tak kurang pekerjaan yang dapat engkau perbuat. Bukankah engkau anak ayah dan ibumu satu-satunya?"
Tapi Bujang Panjang Lutut, tetap bersikeras untuk turut serta bersama raja ke Jambi. Ia pun langsung menghadap raja Jambi yang dikaguminya itu. Tanpa takut sedikit pun diutarakannyalah apa yang terkandung dalam hatinya.

"Apa Lut, yang dapat engkau kerjakan?"jawab raja agak lucu.

"Badanmu saja seperti ini. Ditiup angin engkau sudah rebah apalagi kalau bekerja dengan kami." Terserah Tuanku," jawabnya seadanya." Apa saja yang dapat hamba kerjakan akan hamba lakukan." "Kalau  begitu, baiklah!" jawab raja. "Sekarang ikutilah kami!"

Maka berangkatlah Bujang Panjang Lutut bersama raja dan rombongannya menuju Jambi. Di atas kapal yang membawa rombongan Raja Jambi itu, ia ditugaskan sebagai tukang masak. Ternyata masakannya amat enak, dan disenangi raja. Begitulah sesampai di Jambi ia dijadikan tukang  masak di istana.

Bujang Panjang Lutut telah lama bekerja di istana raja di Jambi. Ia ternyata tidak mengecewakan baginda sama sekali. Sementara itu, datang undangan dari raja negeri Palembang, untuk mengikuti suatu perlombaan. Raja Jambi segera mengumpulkan para panglima, para dubalang yang akan ikut itu, dipilih baginda dari berbagai pelosok negeri Jambi. Tak pula ketinggalan tukang masak istana, Bujang Panjang Lutut dibawa serta. Bila segala perlengkapan sudah tersedia, maka berangkatlah raja beserta rombongannya itu menuju negeri Palembang. Begitu sampai di Palembang, raja beserta para Panglimanya segera menghadap raja negeri Palembang. Akan halnya Bujang Panjang Lutut, tinggal di perkemahan, sesuai dengan tugasnya sebagai tukang masak. 

Apa gerangan permaianan yang akan diperlombakan itu? Tak lain, ialah sepak raga. Tapi bolanya terbuat dari rotan melainkan dari besi. Besarnya tentu sebesar bola biasa. Bola besi padu inilah yang akan disepak serta disundul. Tentu saja kepala dan kaki, yang mampu menyundul dan menyepaknya ialah kepala dan kaki orang memiliki ilmu batin yang tinggi. Sebab kalau tidak, kepala dan kaki itu akan remuk dibuatnya. Pastilah permainan ini hanya dapat dimainkan oleh orang-orang tertentu saja. Dan amat baik untuk menguji ilmu kuat serta ilmu kebal. Terutama untuk melihat sampai dimana suatu negeri telah mempunyai dubalang yang dapat diandalkan atau belum.

Raja Jambi sangat terkejut menghadapi kenyataan ini. Beliau baru pertama kali melihat permaianan ini. Biasanya di negeri Jambi, orang hanya bermain sepak raga yang terbuat dari rotan. Andainya beliau tahu ini yang akan dijumpainya di Palembang, pastilah beliau tak akan memenuhi undangan raja negeri Palembang tersebut. Untuk surut tentu tak mungkin. Tak baik malu diperlihatkan kepada pihak lawan. Dengan rasa berat terpaksa jugalah baginda menerima bentuk permainan itu.

Permainan itu dimulai pagi hari di sebuah tanah lapang. Sepanjang pinggir tanah lapang itu telah dipadati oleh orang yang akan menyaksikan permainan tersebut. Giliran pertama yang akan memainkan bola itu ialah dari Palembang. Orang itu dengan seenaknya dapat memainkan bola besi itu. Bola itu berpindah-pindah dari kaki kiri, ke kaki kanan, dan diselingi dengan sundulan kepala, tak jejak-jejak ke tanah hampir setengah jam. Sungguh sangat tinggi ilmu batin yang dimilikinya. Melihat ini raja Jambi beserta semua anak buahnya mengaku kalah. Mereka terang-terangan mengatakan ketidaksanggupan memainkan raga besi padu itu. Raja Palembang terasa tak senang menerima pernyataan raja Jambi. Belum dicoba sudah menyatakan kalah. Oleh sebab itu sang raja segera mengadakan perundingan dengan tamunya. Kali ini beliau mengajukan permainan kilang yang terbuat dari besi. Orang yang akan bermain harus memasukkan salah satu anggota tubuhnya ke dalam kilang itu. Kemudian kilang itu diputar. Seandainya orang tersebut tidak berilmu tentu akan remuk redam digasak bilasan besi tersebut.

"Dua hari lagi kita adakan lagi pertandingan itu," kata raja Palembang kepada raja Jambi.

"Mana mungkin?" jawab raja Jambi. "Kami sudah kalah akan pula kalah dalam babak berikutnya? Permainan kedua ini sudah terang lebih hebat dari yang pertama."

"Kita coba-coba," jawab raja Palembang bernada sinis. "Bukankah tuan belum melakukan sesuatu? Sedangkan tuan telah berpayah-payah datang kemari? Nanti bila ternyata kami kalah, maka kami akan tunduk ke bawah kekuasaan tuan. Tapi kalau itu sebaliknya, mau tidak mau tuan harus tunduk ke bawah kekuasaan negeri Palembang."

Raja Jambi tersudut. Semua panglima dan hulubalang kecut. Menampik tawaran tentu tak mungkin. Di sana raja di sini juga raja. Keduanya sama-sama mempunyai harga diri.

"Baiklah kalau demikian!" jawab raja Jambi dengan lantang menahan gejolak perasaannya. Segera sesudah itu beliau pun minta diri dan langsung berkumpul bersama rombongannya.

Baginda segera mengumpulkan para panglima perang dan hulubalangnya. Satu persatu mereka itu dimintai pendapatnya. Tapi tak seorang pun yang sanggup melakukan permainan maut itu. Di bagian lain para dubalang berbisik-bisik. Tiba-tiba salah seorang, dari mereka berseru. 

"Apakah tidak baik kalau tugas ini kita berikan kepada tukang 'masak Bujang Panjang Lutut itu, baginda? Dia sendiri tidak masuk hitungan. Masuk tak penuh, keluar tak kurang. Dia tak ada gunanya sama sekali bagi kita."

Mendengar usul itu raja termenung. Pikirannya gundah gulana. Segala rasa himpit-berhimpit dalam sanubarinya. Bagaimana pun beliau menaruh kasihan juga. Tapi keadaan sudah sangat terdesak. Esok pagi pertandingan akan dimulai. Apa boleh buat.

"Datuk panglima," kata raja kepada salah seorang panglima yang hadir disitu. "Pergilah temui Bujang Panjang Lutut. Beritahukan kepadanya supaya menghadap segera ke mari." Menerima perintah rajanya itu segeralah datuk panglima itu menemui Bujang Panjang Lutut. Didapatinya tukang masak itu sedang menanak nasi. Dan ia sangat terkejut melihat karena tukang masak yang pendiam itu. Kenapa tidak? Kedua lututnya dijadikannya tungku jerangan periuk. Sementara api berkobar marak membakar alas periuk, tukang masak itu dilihatnya bersiul-siul. Api yang sedang marak itu tidak membakar kulitnya sedikit jua pun.

"Hei, Bujang Lutut' sapa panglima itu kepada tukang masak tersebut. "Engkau dipanggil raja. Sekarang juga engkau harus menemui beliau." "Ada keperluan apa gerangan, tuan baginda terhadap hamba?" jawab tukang masak itu. "Tentu ada keperluan. Kalau tidak ada maskan baginda memanggilmu." kata panglima.

Bujang Panjang Lutut pun cepat berangkat menemui raja. Sampai dihadapan baginda, ia lalu menyembah penuh hormat. Pada saat itu juga raja lalu berkata kepadanya yang masih dalam kebingungan itu.

"Bujang," kata baginda, makanya engkau kupanggil karena akan kami serahi tugas yang maha penting. Engkaulah yang mendapat kehormatan untuk menyertai pertandingan kilang besi esok pagi."

Mendengar itu tukang masak raja itu termenung sejurus lalu memandang kepada raja dengan sikap mohon belas kasihan.

"Ampun hamba tuanku," jawabnya. "Hamba ini tak memiliki sesuatu kepandaian apa pun. Elok kiranya tuanku pilih panglima-panglima Jambi yang serba berpengalaman itu. Hamba ini tak pantas sama sekali untuk mengerjakan tugas tersebut."

"Bujang!" seru raja agak marah. Tak seorang pun boleh membantah perintahku. Bagaimana pun engkau harus mengikuti pertandingan kilang besi itu." "Ampun maaf hamba tuanku," jawabnya.

"Hamba tak sadar telah terlanjur berkata yang tak patut. Kalau memang demikian kata tuanku baiklah." Lalu berlalulah ia dari tempat itu.

Kilang besi sudah dipasang. Orang yang akan melihat pertandingan sudah memenuhi pinggir lapangan. Yang akan memulai permainan ini sudah ditentukan dari Jambi, sebab pada hari pertama yang memulai ialah dari Pelembang. Dalam pada itu Bujang Panjang Lutut sudah memasuki lapangan. Dengan acuh tak acuh ia mengarahkan langkahnya menuju kilang besi yang ada di lapangan itu. Begitu ia sampai, segera kilang itu dipegangnya dengan tangannya. Serta merta kilang itu hancur lebur dibuatnya. Melihat itu raja negeri Palembang segera memerintahkan agar dipasang kilang kedua. Tangan Bujang Panjang Lutut dimasukkan ke dalam kilang yang siap berputar. Ternyata bukan tangannya yang hancur, melainkan besi itu belah dan kemudian berkeping-keping. Sekarang raja Palembang sadar bahwa beliau harus mengakui keunggulan Jambi. Dengan demikian beliau segera menyerahkan beberapa orang dulubalangnya tanda penyembahan sebagai bukti kekalahannya. Oleh raja Jambi serahan itu ditolaknya dengan sopan.

"Dalam pertandingan itu Tuanku," katanya, "tak ada rupanya yang kalah dan yang menang. Kalau pada hari ini kami yang menang, maka ketahuilah bahwa kemarin kami kalah. Pertandingan yang kita lakukan ini sama-sama kita menangkan. Soalnya sekarang pintu perdamaian terbuka dengan selebar-lebarnya. Maka apa yang akan Tuan Baginda berikan itu harap suka membatalkannya."

"Kalau begitu," kata raja Palembang, "kami terima dengan segala senang hati." Setelah mengucapkan kata-kata itu baginda cepat menyalami raja Jambi. Kemudian raja Jambi dan rombongan kembali pula ke negerinya.

Dalam pada itu tersebut seorang raja di Kerinci bernama Tiang Bungkuk yang selalu membangkang. Orang kuat dan sakti ini tak hendak membayar upeti kepada raja Jambi. Padahal Kerinci adalah daerah kekuasaan Jambi. Maka dicarilah akal untuk menundukkan pembangkang tua ini. Pilihan raja sudah jelas bahwa Bujang Panjang Lutut yang telah diangkatnya menjadi panglima perang dan sudah mendapat sebutan baru Panglima Datuk Kilang Besi, yang setepat-tepatnya untuk memikul tugas menangkap Tiang Bungkuk. Datuk Kilang Besi, ini mempunyai suatu keistimewaan. Ia dapat berubah-ubah wujud. Ia dapat berubah rupa menjadi kucing dan kadangkala dapat menjelma menjadi harimau. Dan bila dikehendakinya ia dapat berubah menjadi harimau yang sangat buas.

Dengan bekal kemampuan yang seperti ini berangkatlah ia menuju Kerinci. Di sini didapatinya bahwa pekarangan Tiang Bungkuk itu penuh ditumbuhi bunga-bungaan serta tanam-tanaman keperluan dapur. Datuk Kilang Besi pun segera menuju ke tengah-tengah kelompok tanam-tanaman itu. Disana ia menjelma menjadi seekor kambing. Lalu dengan lahapnya kambing itu melalapi tanaman itu. Kebetulan Tiang Bungkuk telah kembali dari sungai selesai mengambil air sembahyang. Kambing yang ada di dalam kebun itu dihalaunya bercampur rasa marah. Tapi kambing itu makin dihalau makin mendekat. Dan setelah dekat ditanduknyalah Tiang Bungkuk hingga terjatuh. Tentu saja orang tua itu sangat marah. Sumpah dan carutnya keluar beruntun diiringi caci-maki terhadap kambing yang kurang ajar itu.

Sementara itu dengan jenakanya kambing nakal itu berlari-lari kecil mengelilingi Tiang Bungkuk yang terkapar di tanah. Ketika ia berusaha tegak, seutas tali tiba-tiba telah membelitnya dengan kukuh. Langsung pada saat itu juga Tiang Bungkuk rebah kembali. Dan pada saat ia sadar dilihatnya yang ada didekatnya bukan lagi kambing, tetapi seorang manusia yang memandangnya dengan bengis. Oleh Datuk Kilang Besi ikatan tali Tiang Bungkuk makin dipereratnya. Tubuh yang sudah terikat itu langsung diseratnya dan dibawa ke tepi sungai. Selanjutnya ditaruh dibawah rakit dan segera dibawa ke Jambi. Setelah sampai di Jambi, Tiang Bungkuk  diserahkan oleh Datuk KIlang Besi kepada raja. Oleh raja lalu dimasukkan kedalam penjara.

Selang beberapa lama di dalam penjara itu. Tiang Bungkuk memohon kepada raja agar kepada istrinya dikabarkan agar mengirimkan lemang, yang menurut katanya adalah makanan yang sangat disukainya. Terhadap permohonan ini raja tak berkeberatan sedikit pun untuk mengabulkannya. Untuk itu diutuslah seseorang yang akan menemui istri Tiang Bungkuk ke Kerinci. Isteri Tiang Bungkuk lalu membuat lemang seperti yang diminta suaminya. Rupanya isterinya itu tahu maksud suaminya yang sebenarnya. Ke dalam lemang itu dimasukkannya sebilah keris kecil, keris sakti Tiang Bungkuk. Apabila keris itu sudah ditangan suaminya pastilah tak seorang pun yang mampu mengalahkannnya, dan ia pasti menang. Dengan perasaan gembira lemang itu diserahkannya kepada utusan Jambi itu, untuk diserahkan kepada Tiang Bungkuk apabila sudah sampai di Jambi.

Sebelum diberikan kepada Tiang Bungkuk, lemang itu sesampai di Jambi diserahkan kepada raja. Melihat lemang itu dengan seketika datang firasat dalam diri baginda. Ia tiba-tiba menaruh curiga terhadap lemang yabg dikirimkan isteri Tiang Bungkuk itu. Segeralah Lemang itu dibelah. Dan tak salah dugaan raja di dalam lemang itu dijumpai sebilah keris kecil. Raja pun teringat akan cerita orang bahwa itu adalah keris Tiang Bungkuk yang maha ampuh. Inilah keris yang akan dapat menamatkan riwayatmu Tiang Bungkuk! desis baginda menahan marah. "Sungguh tolol benar akal licikmu," Lalu keris kecil itu diserahkannya kepada panglimanya.

Waktu lemang diberikan, langsung panglima kerajaan itu menikam tubuh Tiang Bungkuk. Ternayata Tiang Bungkuk tak berdaya terhadap kerisnya sendiri. Ia pun meninggal dunia seketika.

Sumber : Cerita Rakyat Daerah Jambi oleh Drs. Thabran Kahar; Drs. R. Zainuddin; Drs. Hasan Basri Harun; Asnawi Mukti, BA
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Cerita Datuk Kilang Besi Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Cerita Datuk Kilang Besi Sebagai sumbernya

0 Response to "Cerita Datuk Kilang Besi"

Post a Comment

Cerita Lainnya