Cerita Si Beru Dayang

Alkisah Rakyat ~ Kata yang empunya cerita dahulu kala adalah sebuah kerajaan di Tanah Karo. Penduduknya belum mengenal padi, oleh karena itu dipergunakan buah kayu sebagai makanan. Maka diutus Dewatalah si Beru Dayang sebagai perantara kepada manusia, maka diciptakannyalah padi sebagai makanan.


Pada suatu hari adalah beberapa anak-anak berjalan-jalan sambil menggendong adik-adiknya, tiba-tiba mereka menemukan satu buah labu besarnya. Tidak diketahui anak-anak itu buah buah apa itu, oleh karena itu mereka masing-masing memanggil ibunya. Sampailah berita itu kepada raja, tetapi raja pun tidak juga mengetahui buah apa itu. Oleh karena itu dikumpulkan seluruh rakyatnya kalau-kalau ada yang yang mengetahuinya.

Maka terdengarlah suara dari angkasa katanya.

"Hai raja yang besar itulah si Beru Dayang yang telah berubah menjadi tumbuh-tumbuhan. Si Beru Dayang itu adalah orang yang paling miskin. Beberapa bulan yang lalu si Beru Dayang mati di sini karena kelaparan tidak makan; ibunya pun kelaparan sangat pada waktu itu. Oleh karena itu ia tidak sanggup menolong anaknya selain daripada air matanya saja yang jatuh kepada anaknya yang belum besar itu. Si Beru Dayang mati di atas pangkuan ibunya. Setelah anaknya itu dikuburkannya pergilah ia. Ia merasa tidak ada lagi gunanya hidup karena anaknya itu sudah mati. Maka ia pun terjun ke sungai lalu menjadi ikan. Oleh karena itu peliharalah si Beru Dayang, potong-potonglah ia sampai halus kemudian tanamlah sampai ia subur kelak. Siapa yang memeliharanya kepadanya diberikan si Beru Dayang hasilnya.

Dia sangat rindu kepada ibunya oleh karena itu pertemukanlah ia dengan ibunya," demikian kata suara itu.

Maka sejak itu dipelihara oranglah si Beru Dayang. Dipotong-potonglah buah itu sampai halus kemudian ditanam. Itulah sebabnya maka padi dinamai si Beru Dayang. Kalau masih bibit dinamai si Beru Dayang. Ketika berumur enam hari dinamai si Beru Dayang Merengget-engget, ketika berumur sebulan dinamai si Beru Dayang Meleduk si Beru Dayang Burnis. Pada waktu itu tibalah waktu menaburi padi. Yang menaburi padi itu adalah pemuda dan anak gadis. Tiga orang gadis dan tiga orang pula pemudanya. Semuanya berpakaian rapi dan bagus. Si Pemuda membawa kitang yang berisi air tawar, si gadis membawa tumba beru-beru yang berisi tawar daun simalem-malem, dan daun kalinjuang. Setiap menaburi padi dengan air beserta ramuan-ramuan itu tadi si gadis berseruy:

"Bangunlah engkau hari Beru Dayang, suburlah engkau, kami datang bersenang-senang (anak gadis dan pemuda), oleh karena itu suburlah engkau!"

Pada waktu padi bunting ia diberi makan,persis seperti manusia memberi makanan anak kepada perempuan yang sedang hamil tua. Dibuatlah makanan enak, yaitu gading, lemang, ikan emas dan lain-lain. Beberapa orang tua-tua pergi ketengah-tengah padi membawa makanan yang telah disiapkan. Lalu berserulah orang tua-tua itu memanggil padi.

"Mari Baru Dayang berkumpullah engkau semua; jangan terkejut engkau kami beri makan, makanan yang enak; bangunlah engkau, keluarlah buahmu seperti yang dikehendaki namanya sekarang Beru Dayang La Simbaken.

Setelah buah padi keluar dinamailah si Beru Dayang Kumarkar Dunia. Setelah buah padi berisi air dinamailah si Beru Dayang Terhine-hine. Setelah buah padi berisi maka datang pulalah orang tua-tua pemilik ladang membawa tapak sirih lengkap dengan isinya, telur ayam, dan beras ke tengah ladang. Setelah sampai ditengah ladang, lalu menarik tiga rumpun padi dan mengikatnya menjadi satu. Lalu tapak sirih beserta isinya beras dan telur ayam tadi diletakkan di bawah padi yang diikatnya tadi kemudian ia pun makan sirih di situ. Setelah selesai makan sirih lalu ia pun berseru.

"Sekarang engkau bernama Beru Dayang Pemegahkan karena  buahmu telah berisi." Setelah itu ia pun pulang ke rumah membawa semua yang diletakkannya di bawah padi tadi yaitu tarak sirih beserta isinya, telur ayam dan beras.

Setelah masa menuai pada hampir tiba maka diadakanlah pesta memberi makan padi yang dinamai "merek page" diundanglah semua famili, bersama-sama berpesta makan besar. Setelah selesai makan di rumah maka orang-orang tua berangkat ke ladang memberi makan padi. Sampai di ladang dikelilingilah padi sambil berseru.

"Makanlah engkau, sudah kami siapkan makananmu dan sekarang engkau bernama si Beru Dayang Patunggungken." Setelah padi selesai diberi makan pulanglah ke rumah. Sampai di rumah ditetapkanlah hari menuai padi.

Setelah menuai padi tiba maka berkumpullah semua keladang untuk menuai padi. Di situ berseru pulalah orang-orang tua.

"Sekarang engkau kami tunai namamu sekarang si Beru Dayang Pepulungken." Setelah selesai maka dimulailah memotong padi. Setelah selesai dipotong lalu diirik. Setelah selesai diirik lalu dikumpulkan menjadi satu lalu berseru paulalah orang-orang tua.

"Sekarang engkau kami satukan menjadi banyaklah engkau, menngununglah engkau, namamu sekarang si Beru Dayang Petambunen." Setelah selesai lalu diangin, setelah seledai diangin barulah dibawa ke rumah. Yang membawanya ke rumah pemuda dan anak gadis beriring-iringan. Setelah sampai di rumah dinamailah si Beru Dayang Pasinteken.

Setelah padi banyak karena selalu subur, terjadilah "elalu perang,saling bermusuhan oleh karena manusia tidak perlu lagi payah-payah mencari nmakanan untuk esok lusanya. Tapi oleh karena begitu lamanya peperangan itu, maka padi itu pun dibakar. Setelah padi itu habis maka aman pulalah kembali. Tiga kali terjadi keributan naka tiga kali pula si Beru Dayang mendatangi manusia untuk memberi benih padi. Pada yang ketiga kalinya si Beru Dayang memberi petuah kepada manusia, katanya.

"Jika waktu menanam tiba ataupun waktu memasukkannnya ke dalam lumbung tepatlah pada waktu enkera, Budaha dan Aditia. Berikut setelah menananam padi tanamlah jawawut, jadi kacang merah dan labu. Benih padi mintalah nanti kepada kelimbubu agar padi subur. Benih jawawut dan jali mintalah kepada anak beru dan tanamlah nanti sekeliling ladang karena anak beru sangat besar tanggung jawabnya kepada keluarga kalimbubu agar jangan retak rumah tangganya. Dan anak beru sedemikian itulah yang menjadi pagar seandainya ada niat buruk orang.

Itulah maksudnya maka jawawut dan jali ditanam di sekeliling ladang. Bibit kacang merah diminta kepada saudara dan ditanam ditengah ladang. Saudara juga besar tanggung jawabnya dalam pertengkaran rumah tangga sama seperti kacang merah menopang kehidupan padi agar tidak tumbang di embus angin. Puang Kalimbubu pun sangat besar tanggung jawabnya menjada kerukunan rumah tangga.

Oleh karena itu bibit labu diminta kepada puang Kalimbubu karena labu pun juga mengikat padi agar tidak patah embus angin, agar padi itu kuat.   Seperti sudah dijelaskan tadi benih padi diminta kepada Kalimbubu karena dari Kalimbubu tuah kehidupan ini. Padi harus dipelihara dengan baik dan dihormati, kita harus saling sayang menyayangi sesamanya. Kita pelihara dia maka kita pun diberinya makan. Pada waktu panen tiba semua famili yang memberikan benih tadi diundang agar bersama-sama merasai panen itu. Jika hasilnya baik, maka diucapkalah terima kasih kepada si Beru Dayang. Jika hasilnya baik maka dimintalah belas kasihan si Beru Dayang.

Sumber : Ceritera Rakyat Daerah Sumatera Utara
 
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Cerita Si Beru Dayang Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Cerita Si Beru Dayang Sebagai sumbernya

0 Response to "Cerita Si Beru Dayang"

Post a Comment

Cerita Lainnya