Seuk Lilin Morin Dengan Melieki

Alkisah Rakyat ~ Suami-isteri Seuk Lilin Morin dan Meli Eki mempunyai dua orang putera yang sulung bernama Meli Eki Kawaik dan yang bungsu bernama Meli Eki Kiik. Keduanya tidak mempunyai saudara perempuan. Itulah sebabnya mereka ingin merantau untuk mencari seorang gadis yang kelak kemudian akan dijadikan isterinya. Untuk maksud itu ke duanya harus meninggalkan orang tuanya menuju ketempat perantauan yang bagi mereka sendiri belum jelas dimana. Dalam perjalanannya itu, tibalah mereka di suatu tempat yang disebut Rai Husar. Di tempat ini Meli Eki mengetuk dengan ujung jari kakinya maka tiba-tiba terbukalah Raik Husar itu. Ternyata di tempat yang terbuka itu, terdapat sebuah keranjang. Tali keranjang itu besar lagi panjang, sementara itu Rai Husar yang terbuka itu, sangat dalam sehingga sulit dijangkau tanpa bantuan sesuatu alat untuk mencapai dasarnya.


Setelah melihat alat tersebut maka Mane Ikun atau Meli Eki Kiik mengambilnya dan diserahkan kepada kakaknya Mane Ulun atau Meli Eki Kawaik, sambil berkata: "Saya ingin turun ke bawah Rai Kidun. Saya sangat mengharapkan di sana dapat menemukan seorang gadis yang bakal menjadi saudara kita." Setelah berkata demikian, iapun masuk ke dalam keranjang dan keranjang mulai diturunkan oleh Mane Ulun sampai di Rai Kidun.

Sesampai di Rai Kidun, Mane Ikun pun keluar dari keranjang sambil mondar mandir mencari seorang gadis. Mane Ulun tetap menjaga tali keranjang tersebut siang dan malam. SebelumMane Ikun turun keduanya telah membuat suatu perjanjian. Dalam perjanjian itu ditetapkan bahwa apabila gadis yang sedang dicari itu diketemukan maka Mane Ikun harus menggoyang-goyangkan tali keranjang sehingga diketahui oleh Mane Ulun. Ini pertanda bahwa keranjang sudah dapat ditarik ke atas. Di Rai Kidun itu berdiamlah pula gadis tujuh orang bersaudara. Mereka bertujuh sudah dapat ditemui oleh Mane Ikun. Mane Ikun pun memohon kepada ke tujuh puteri tersebut, agar kepadanya diberikan cincin kepunyaan dari salah seorang di antara mereka. Tetapi permohonan itu ditolak oleh puteri-puteri itu kecuali Feto Ikum yang mau memberikan cincinnya.

Sebelum diadakan penyerahan cincin, Feto Ikun mengajukan beberapa pertanyaan kepada Mane Ikun sebagai berikut: "Kakak berasal dari mana?" Jawab Mane Ikun: "Saya berasal dari Raiklaran. Mane Ikun selanjutnya mengajak Feto Ikun untuk bersama-sama pergi ke Raiklaran.Feto Ikun menjawab: "Baiklah," asal saja hal ini tidak boleh diketahui oleh saudara-saudaraku karena bila mereka mengetahui akan hal ini maka pasti akan disampaikan kepada Ibu- Bapakku. Dan jika demikian halnya, maka kita berdua pasti tidak akan bisa pergo Ke Raiklaran. Orang tuaku sangat keras dalam hal-hal seperti ini." "Siapa nama orang tuamu?" tanya Mane Ikun. "Sya tidak berani menyebutkan nama mereka. Terlalu berat sangsinya apabila nama mereka disebutkan," kata Feto Ikun.

Karena Mane Ikun teteap mendesak maka dengan terpaksa ia memberitahukannya." Nama bapakku adalah Meti Hon Nain yang tidak lain dsari seekor naga jantan yang besar, sedangkan nama ibuku adalah Ta si hin Nain, adalah seekor buaya betina yang cantik.

Setelah mendengar nama-nama itu lalu Mane Ikun berangkat: "Apabila engkau hai Feto Ikun, betul-betul mau mengikuti aku ke Raik laran maka engkau harus memberikan kepadaku sebuah cincin, sebagai tanda bahwa di antara kita berdua sudah ada hubungan yang mesra. Sekarang hendaklah kita merencanakan lebih dahulu, bilamana kita berangkat ke Raiklaran".

Sehubungan dengan hal itu, maka Feto Ikun mengharapkan kesediaan Mane Ikun untuk menjemputnya pada tengah malam. Menurutnya, saat-saat itu, orang tua dan saudara-saudaranya telah tidur nyenyak. Sementara itu cincinpun diserahkan Feto Ikun kepada Mane Ikun sebagai tanda hubungan kasih. Cincin itu diberi nama Lanturu. Kasaktian dari cincin itu ialah apabila kita sedang lari dan dikejar orang  maka cukup menunjuk mereka dengan jari yang memakai cincin itu maka dengan sendirinya mereka akan berhenti mengejar. Hal lain lagi ialah pada saat kehendak naik ke Raiklaran, maka  Mane Ikun harus menggendong Feto Ikun karena Feto Ikun turunan raja Lubu Raiklaran sehingga jika berjalan kaki maka Paiklaran akan hancur. Demikianlah hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh Mane Ikun.

Setelah perjanjian tersebut disepakati barulah merela memulai perjalanan ke rumah Feto Ikun yang bernama, Uma Main Dadulis. Setiba Mane Ikun di Uma Hain Dadulis, maka pintu rumah diketuk dan Feto Ikun pun membuka pintu. Sudah itu mereka berdua berjalan menuju Rai Husar dimana Mane Ulun sedang menjaganya.

Di Rai Husar, yaitu di dalam istana, terdapat dua buah meriam besar yang biasa di sebut Kilat Inan Rua. Selain itu terdapat pula beberapa meriam kecil sebagai penjaga istana. Bila terjadi suatu keributan di dalam istana maka meriam itu akan meletus denga sendirinya. Oleh sebab itu, setiap kali hendak mendatangi istana dengan harus diperhitungkan sungguh-sungguh agar terhindar dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak dikehendaki.

Kedatangan Mane Ikun ke istana sudah diperhitungkan semasak- masaknya. Dan cincin wasiat pemberian Feto Ikun itulah uang banyak berjasa bagi mareka berdua.

Setelah Feto Ikun dan Mane Ikun meninggalkan istana barulah meriam dan bedil meletus dan seluruh isi rumahpun terbangun sambil berteriak, "Hei......tolong..... tolong, Feto Ikun telah larikan. Yang melarikan pasti Mane Ikun karena tadi siang dia sedang asyik bercakap-cakap dengan Feto Ikun".

Tidak lama kemudian Mane Ikun dan Feto Ikunpun tiba di Rai Husar.Feto Ikun langsung dimasukkan ke dalam keranjang dan keranjangpun mulai ditarik oleh Mane Ulun.

Setelah sampai di atas Feto Ikun menyuruh Mane Ulun memnurunkan keranjang agar Mane Ikun dapat ditarik keatas. Permintaan tersebut tidak dilayani oleh Mane Ulun. Mane Ulun, karena Mane Ulun sendiri ingin mengawini Feto Ikun. Timbul perdebatan antara Feto Ikun dan Mane Ikun. Dalam perdebatan tersebut ternyata Feto Ikun mengalah sehingga keranjang itu digantung kembali pada tempatnya semula, sementara itu pintu Rai Husar pun tertutuplah.

Mane Ulun pun menggendong Feto Ikun dan berjalan menuju rumah orang tuanya. Sesampai disana, maka orang tuanya mulai bertanya: "Mengapa Mane Ikun tidak kembali bersamamu?". Mane Ukun diam saja tidak menjawab apa-apa karena takut. Akibat dari ketakutannya itu, maka hanya Feto Ikunlah yang diminta masuk ke dlam istana, sedangkan Mane Ulun tidak. Ia meneruskan perjalanannya tanpa tujuan yang pasti.

Dalam perjalanan itu, ia  bertemu dengan seorang janda yang bernama Uduk Lia Wen Kuru Kaletek. Tani Udan Nanasa Loro. Mane Ulun tinggal bersama janda tersebut sampai ia meninggal.

Sementara itu di istana, Feto Ikun memberitahukan kepada orang tua Mane Ikun: "Sebenarnya saya ini berasal dari bawah tanah. Saya datang di pusar tanah karena dibawa oleh Mane Ikun. Kemudian saya ditarik ke atas oleh Mane Ulun. Sampai di atas, Mane Ikun tidak mau lagi menurunkan keranjang untuk mengangkat Mane Ikun. Karena itu timbul perdebatan antara saya dan Mane Ulun dimana saya pada akhirnya mengalah. Pada saat itu pintu Rai Husarpun tertutup kembali. Dan saya digendong oleh Mane Ulun sampai disini. Ini jelas bahwa Mane Ulun membohongi adiknya Mane Ikun."

Karena tali keranjang tidak kunjung tiba maka Mane Ikun mulai menyadari bahwa ia telah ditipu oleh saudaranya sendiri. Ia mulai mencari jalan yang lain untuk keluar tetapi nyatanya sangat sulit. Oleh sebab itu ia berdoa. Doa itu diucapkan sebagai berikut: "Apabila saya bukan turunan raja, maka saya tidak mampu menemukan jalan ke atas dunia, tetapi apabila saya adalah turunan raja maka tidak ada halangan atau kesulitan bagi saya dalam mencari jalan untuk kembali ke istana Raiklaran. Setelah selesai mengucapkan doa mak jalan pun terbukalah baginya untuk kembali ke istana di Fatumea. etelah ia tiba di istanan iapun terus brjalan ke sebuah sumur yang bernama We Kmurak Mutin di Rai Marlilu atau air yang dibawah tanah. Dalam perjalanan tersebut Mane Ikun melewati sumur yang dituju lalu tibalah ia di Halilulik di Amoro. Di tempat ini ada jalan keluar yang menuju ke Raiklaran. Mane Ikun pun berjalan melalui jalan keluar yang ada menuju ke Fitumea. Di perjalanan menuju Fatumea ada sebuah sumur lagi yang bernama We Kmurak Mean. mane Ikun pun berjalan menuju sumur tersebut lagi. Sumur itu dijaga oleh dua orang puteri, masing-masing bernama Seuk Nahak Hala Bouk dan Hour Nahak Lala Bouk.

Di tempat itu juga terdapat orang yang menjaga lebah dan kayu cendana. Penjaga itu bernama Sole Noet Maromak. Ia biasa memotong dato dan kabitan. Di Kmurak Mean ada satu jalan yang bercabang dua itu berteriak: "Jangan bunuh kakak kami,karena kehadirannyalah sehingga kami masih selamat sampai  yaitu satu jalan menuju istana Fatumea sedangkan lainnya menuju ke Kinit dan Rain. Cabang jalan tersebut membingungkan Mane Ikun oleh karena itu ia bertnya kepada kedua puteri itu. Kedua puteri tersebut membritahukan kepada Mane Ikun bahwa cabang bahagian kanan menuju ke istana Fatumean sedangkan cabang sebelah kiri menuju ke Kinit dan Rain.

Mane Ikun ternyata memilih jalan yang menuju ke Kinit dan Rain. Tempat ini dijaga dan dihuni oleh burung elang. Di tempat ini ia tidak bertemu dengan induk burung elang karena ia sedang pergi menonton pesta di istana Fatumean. Kikit dan Rain hanya dijaga oleh dua ekor anak burung elang atau Saur dan Raut. Mane Ikun bertanya kepada kedua ekor anak elang itu sebagai berikut : "Dimanakah ibu kalian?" Lalu dijawab, "Mama sedang pergi menonton pesta di Fatumean tidak lama lagi ia kembali." Setelah mereka asyik bercakap-cakap maka datanglah Saur Inan Wehali. Saur Inan Wehali hampir saja mencakar  ane Ikun yang sementara bercakap-cakap dengan anak elang itu berteriak: "Jangan bunuh kakak kami karena kehadirannya sehingga kami masih selamat sampai saat ini. Tanpa dia kami sudah dibunuh orang. Teriakan itu didengar oleh Saur Inan Wehali sehingga terpaksa ia turun ke rumah. Pada kesempatan itu Mane Ikun pun bertanya, "Kemana mama tadi." Lalu dijawab: "Saya tadi pergi ke Fatumean untuk menonton pesta besar yang diadakan leh raja. Karena salah seorang puteri raja baru kembali yang dibawa oleh seorang putera yang datang ke Fatumean." Mane Ikun pun meminta kesediaan induk elang tadi untuk pergi mencari daging di pesta tersebut tadi. Permintaan tadi diikuti atau ditaati dan ternyata yang dibawa adalah 4 ekor ayam jantan yang besar. Kikit Inan Wehali bersama kedua anak elang tadi ingin makan daging mentah saja. Sebaliknya Mane Ikun tidak suka makan daging mentah. Ayam-ayam pun dibagi-bagikan kepada mereka.

Saur Inan Wehali hampir saja mencakar Mane Ikun yang sementara becakap-cakap dengan anak burung elang. Atas niat dan sikap Saur Inan Wehali itu tiba-tiba kedua anak elang itu berempat untuk dimakan. Sesudah itu Mane Ikun memohon kesediaan induk elang agar mau pergi mencuri seperiuk nasi dipesta besar tadi. Lalu Mane Ikun balik bertanya kepada Saur Inan Wehali: "Masih    Saur Inan pun mengabulakan permintaan tersebut. Ia pergi kepesta dan disana mula-mula ia hingap di atas sebatang pohon yang bernama Hali Sadia Mahali Sanadu. Ia mengamati situasi sekitar untuk dapat melaksanakan niatnya. Dalam pengamatannya ternyata keadaan cukup aman untuk mengambil periuk nasi yang sudah diamati tempatnya dari jauh. Periuk nasipun disambarnya sementara teriakan orang melangit. Salah seorang puteri yang ikut hadir dalam pesta tersebut yaitu Feto Ikun berpendapat bahwa pasti ada orang  menyuruh elang itu datang kemari mencuri nasi itu. Hasil curian tersebut diterima oleh Mane Ikun. Induk elang tadi tetap menghendaki daging mentah sedangkan Mane Ikun menghendaki nasi bersama daging ayam bakar. Merekapun mulai maka. Setelah selesai makan, lalu  Mane Ikun balik bertanya kepada Saur Inan Wehali: "Masih teruskah pesta itu berlangsung?" "Oh......tidak." "kalau benar demikian maka besok pagi saya akan pergi kesana bersama kedua adik saya." Kata induk elang: "Di pesta ada macam-macam permainan seperti likurai, sabung ayam dan lain-lain.

Dalam perjalanan menuju pesta Mane Ikun merubah 2 anak elang tadi menjadi 2 ekor ayam jantan yang akan disabung di pesta. Kedua anak elang tadi ditanyai oleh Mane Ikun seperti berikut: "Maukah kamu kalau nanti saya adukan di pesta?". "kami mau, karena dengan itu semua bangsa ayam akan takut kepada kami. Yang kami khuwatirkan adalah jangan sampai ada orang yang sudah mengenal kami." "Tidak perlu takut, saya akan merubah kamu menjadi ayam jantan yang siap untuk ditajih. Tapi ingat, setelah kembali jangan diberitahu kepada ibu kita, karena jika diketahui maka pasti kita dimarahi." Setiba ditempat penyabungan ayam Mane Ikun tetap menggendong ayam-ayamnya.

Orang-orang sekitar melihat Mane Ikun berdiri bersama ayam-ayamnya. Tiba-tiba datang seorang menawarkan ayamnya kepada Mane Ikun. Tawaran ini disetujui. Pertarungan ayam dimulai dengan ditandai oleh pertaruhan uang perak 2 peti. Mane Ikun setuju akan tawaran itu namun ia sendiri belum memberikan uang taruhannya.

Untuk itu, sang lawan bertanya: "Dimanakah uangmu?" "Barang siapa yang menang barulah kita pergi mengukurnya," jawab Mane Ikun. Selanjutnya Mane Ikun menganjurkan musuhnya supaya mengikat taji pada ayamnya, sementara ayam Mane Ikun tidak diberi taji. Setelah taji diikatkan maka berarti ayam-ayam sudah siap untuk ditaji. Sebelum ayam dilepaskan Mane Ikun berbisik kepada ayamnya sebagai berikut : " Sambarlah leher musuhmu, cakar dia sampai mati di tempat." "Jangan-jangan saya luka nanti." Jawab Mane Ikun.

"Jangan engaku takut! Pasti engkau tidak akan mendapat luka." Setelah berkata demikian maka ayam-ayampun mulai diadu. Sementara berkelahi Mane Ikun berteriak; "Ya Katere Ulu segera potong leher musuhmu." Apa yang dikehendaki oleh Mane Ikun benar-benar terwujud, sehingga Mane Ikun menang dalam pertaruhan tersebut. Berturut-turut beberapa pasang diadu namun ayam -ayam Mane Ikun tetap di pihak yang menang sehingga berhak menerima semua hadiah yang diseduakan.

Di tempat taruhan ayam, Mane Ikundiberitahu bahwa Feto Ikun ingin bertemu dengan Mane Ikun. Mane Ikun dengan ayam- ayamnya diantar ke tempat kediaman Feto Ikun. Mereka membawa serta hadiah yang di menangkan oleh Mane Ikun uang perak sebanyak 8 peti. Feto Ikun ternyata sudah kenal akan Mane Ikun karena cicncin wasiat yang telah diberikan oleh Feto Ikun kepada Mane Ikun di Rai Kidun. Merekapun duduk bersenda gurau sambil berceritera tentang pribadi masing-masing. Sementara itu Mane Ikun bertanya kepada Feto Ikun: "Dari mana asalmu putri raja?". "Dari Paikidun," Jawab Feto Ikun. "Saya waktu itu dijemput oleh seorang putera raja yang bernama Mane Ikun. Saya dibawa ke Rai Husar dan dari sana naik ke Raiklaran dengan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam keranjang, kemudian baru ditarik oleh saudara laki-laki Mane Ikun yang bernama Mane Ulun. Setelah tiba di Raiklaran Mane Ulun tidak mau menurunkan kembali keranjang untuk mengangkat Mane Ikun ke Raiklaran. Karena itu timbul perdebatan antara saya dan dia, sementara itu pintu Rai Husar pun tertutup sehingga Mane Ikun tetap tinggal di bawah tanah. Saya lalu dibawa oleh Mane Ulun ke istana Fatumean. Di Fatumean orang tua Mane Ulun tidak menerima  baik hal ini sehingga ia dikucilkan."

Mane Ikun melanjutkan pertanyaannya; "Masih kenalkah engkau akan daku?"  Feto Ikun menjawab : "Tunjukkanlah padaku cincin yang telah kuberikan padamu." Cincin pun ditunjukkan kepada Feto Ikun. "Melalui jalan mana Mane Ikun datang ke Raiklaran?" kata Feto Ikun. "Saya datang melaluiMarlilu dan keluar di halilulik terus ke We Kmurak Mean dan selanjutnya menuju ke Kikit dan Rain. Di kikit dan Rain saya bertemu dengan Saur dari Maubesi dan sekarang anak mereka dibawa ke sini untuk menonton pesta." "Bagaimana caranya engkau kembali ke sana dan bagaimana pula keadaan kita berdua?" tanya Feto Ikun. "Saya akan mengantarkan kembali kedua adik saya dan saya akan laporkan hal ini kepada ibu saya. Saur Inan Wehali, karena jika tidak demikian maka pasti kami akan dibunuh semuanya."

Mendengar jawaban Mane Ikun demikian, lalu Feto Ikun berkata: "Bawalah semua uang perak dan hadiah yang diperoleh ke kamar saya serta keempat ekor ayam dibawa ke dapur untukdibakar."

Setelah sampai, Saur dan Maubesi memberitahukan segala sesuatunya kepada ibu mereka. Dikatakannya Mane Ikun sudah mempunyai tunangan di Fatumean yaitu puteri raja yang sedang mengadakan pesta. "Siapa nama puteri raja itu?" tanya Saur. Lalu dijawab, "Namanya adalah Feto Ikun." Mendengar itu, Saur pun merasa senang.

Kikit Inan pun memberikan nasihat kepada Mane Ikun sebagai berikut: "Kamu boleh nikah tetapi ingat nasihat saya baik-baik, yaitu pada suatu hari apabila ada sehelai bulu sayapku jatuh kepangkuan isterimu, itulah tanda bahwa saya telah meninggal. Simpanlah baik-baik bulu sayapku itu dan bunuhlah hewan untuk mengadakan pesta memperingati hari kematianku. Sesudah itu, bukalah semua peti karen di dalamnya sudah berisi dengan emas."

Apa yang dipesankan itu, nanti akan terwujud, oleh karena itu semua pesan harus dilaksankan. Dengan demikian, maka Mane Ikun bersama isterinya Feto Ikun menjadi kaya raya dan ternama dimana-mana.

Sumber : Ceritera Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur

loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Seuk Lilin Morin Dengan Melieki Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Seuk Lilin Morin Dengan Melieki Sebagai sumbernya

0 Response to "Seuk Lilin Morin Dengan Melieki"

Post a Comment

Cerita Lainnya