Si Kabayan Pura-Pura Bertapa

Si Kabayan Pura-Pura Bertapa ~ Si Iteung sudah hampir kehabisan kesabarannya, sudah bosan dan jengkel melihat Si Kabayan menganggur terus, tidak punya pekerjaan. Juga dapurnya sudah beberapa hari tidak mengepulkan asap ke luar. "Malu sama tetangga," kata Si Iteung. Maka Si Kabayan pun sadar bahwa orang miskin memang suka dianggap warga yang hina oleh sesama hidupnya yang lebih mampu. Bukan dikasihani dan ditolong. Atu wajar-wajar saja, dianggap dan diperlakukan sebagai sesama makhluk yang bermartabat manusia, pikir Si Kabayan, karena orang miskin kan bukan orang yang jahat.


Kata Si Iteung selanjutnya; "Kang Kabayan! Bagaimana hidup kita ini? Apa akan begini terus. Berusahalah, Kang, carilah rezeki. Kita kan harus makan. Kalau tidak bisa cari pekerjaaan; bagaimana kalau Akang pergi minta-minta saja ke kota. Di sana banyak orang-orang kaya."

Si Kabayan kaget. Loncat ke udara. Marah; "Apa? Aku harus mengemis?! Haram Iteung! Haram! Aku tidak mau! Itu menodai kehormatan harga jati diriku sebagai makhluk yang bermartabat manusia. Kehormatan itu harus aku pertahankan, karena kalau hilang, aku bukan makhluk yang bermartabat manusia lagi. Dan kata pak Kiyai, orang yang kaya, harus dan wajib membayar zakat dan sedekah yang dikumpulkan dan diatur demikian rupa sehingga orang miskin tidak perlu jadi pengemis atau hidup setaraf dengan tikus-tikus, kucing-kucing dan anjing-anjing liar yang berebutan sisa-sisa makanan orang di tempat-tempat pembuangan sampah. Kata Abah, di dunia jangan sampai ada manusia yang harus mengemis. Masyarakat harus bersih dari pengemis. Kalau banyak pengemis, masyarakat apa namanya? Tidak Iteung, Akang tidak mau mengemis!"

"Ah Abah bisa saja ngomong begitu," jawab Si Iteung. "Tapi mana mau si kaya membantu si miskin. Buktinya kaum pengemis itu bertambah banyak saja, berkeliaran dimana-mana."

Si Kabayan ngotot. Hidup jangan sampai harus mengemis. Beberapa hari kemudian dia berkata: "Jalan cerah, Iteung. Akang punya rencana." Lalu dia terangkan apa yang akan dia kerjakan. Si Iteung ketawa gembira. Dia setuju dengan siasat suaminya yang akan segera dilaksanakan. Suamiku sudah bangun, pikirnya. Memang dia tidak bodoh. Banyak akal. Cuma tidak selalu mau menjalankannya. Dipeluknya sang suami. Tidak lama kemudian, Si Kabayan sudah merangkak-rangkak seperti kodok masuk ke dalam sebuah gua yang setengah gelap. Duduk bersila di sebuah sudut seperti patung Budha. Gua itu letaknya dalam hutan yang tidak jauh dari kampung halamannya.

Dalam pada itu, Si Iteung getol menyebarkan kabar angin dikalangan masyarakat desa dan kota bahwa Si Kabayan pernah mimpi bertemu dengan seorang wali yang bernama Ki Panembahan Agung Selo, yang bisa menari dangdut di atas permukaan air dan bisa masuk kamar orang lewat lobang kunci. Wali itu telah memerintahkan kepada Si Kabayan bahwa dia harus menolong orang-orang yang sedang menghadapi pelbagai macam kesulitan hidup. Untuk itu Si Kabayan harus bertapa dalam gua Simagonggong. Insya Allah, dengan berkahnya sang wali,  Si Kabayan akan bisa menolong siapa saja yang sedang dilanda kesulitan hidup. Kabar angin itu cepat sekali menebar ke mana-mana laksana api yang membakar gubug-gubug reyot di daerah-daerah kumuh kota yang akan dibangun komplek perumahan yang mewah-mewah. Maka berbondong-bondonglah orang-orang datang ke gua Simagonggong, tempat pertapaan Si Kabayan itu. Mereka minta doa-doa dan jimat. Kebanyakannya orang-orang kota yang mengeluh karena kena penyakit baru yang mereka namakan penyakit "stres".

Mengenai penyakit baru itu Si Kabayan pernah mendengar keterangan dai pak Guru, bahwa penyakit itu berpusat sebab-musababnya pada kemungkaran yang mewabah di kalangan masyarakat kota modern. Para penderitanya terdapat dalam dua kelompok manusia yang bertentangan dengan sikap hidup dan nasibnya. Kelompok yang pertama terdiri dari para pelaku kemungkaran; sedang kelompok yang kedua adalah para korban kemungkaran-kemungkaran itu.

Stres pada para pelaku kemungkaran terjadi, karena mereka takut bakal ditangkap polisi dan dijebloskan ke dalam penjara. Sedang stres yang terjadi pada para korbannya, disebabkan oleh karena mereka sangat marah, jengkel dan frustrasi, melihat kemungkaran-kemungkaran itu bukanlah berkurang, melainkan malah bertambah marajalela, sedang mereka sendiri sebagai korban merasa dirinya tanpa daya untuk memberantasnya. Frustrasi itulah penyebab utama dari pada stres mereka. Keterangan pak Guru itu menyangkut dalam hati Si Kabayan yang kini sedang nongkrong bertapa dalam gua yang setengah gelap itu.
Tiap pelaku kemungkaran yang kena stres itu diberi jimat dan sebuah mantra oleh Si Kabayan. Jimatnya berupa sebuah kerikil yang berwarna. Persediaan jimat itu satu keranjang penuh yang telah dikumpulkan oleh Si Iteung dan Si Bego dari tepi sungai. Pelaku kemungkaan yang kena stres itu harus memerlakukan jimatnya dengan hati-hati dan baik-baik supaya jangan kualat, kena kutukan wali Ki Panembahan Agung Selo. Mantranya ditulis dalam aksara Arab, dan harus dibaca seratus kali setiap malam sebelum tidur. Bunyinya; Mulai sekarang aku berjanji akan menjadi orang yang jujur dan baik. Tuhan saksinya. Untuk jimat dan mantra itu, ada yang harus bayar sampai seharga mobil baru, tapi banyak juga yang hanya bayar seharga seekor kerbau atau domba. Tergantung, apakah ikan kakap atau ikan teri si penjahatnya.

Adapun bagi kelompok yang menjadi korban kemungkaran, Si Kabayan tidak menuntut bayaran apa-apa. Malah sebaliknya adakalanya dia memberikan sebagian atau seluruhnya dari uang yang dia terima dari pasien-pasien kelompok pelaku kemungkaran itu kepada kelompok yang menjadi korban-korban mereka. Dan dia pun hanya memberi mantra saja yang harus dibaca tenang-tenang dan meresap dalam hati sambil menarik napas lambat-lambat dan dalam-dalam sebanyak tiga kali. Membaca secara demikian itu harus dilaksanakan setiap kali orang ingat sama Tuhan; kapan saja dan dimana saja orang lagi berada. Bunyinya; Alhamdulillah, Gusti. Semoga kejujuran hamba-Mu ini menjadi teladan bagi anak - cucu hamba. Dan semoga mereka pun seperti hamba, mengutuki segala macam perbuatan yang jahat terhadap sesama hidup Amien. Dalam beberapa minggu saja, Si Kabayan sebenarnya sudah bisa membikin Si Iteung bahagia dengan setumpukan uang yang banyak. Tapi karena sebagiannya telah disumbangkan kepada para penderita stres dari kelompok korban kejahatan-kejahatan itu, maka yang diserahkan kepada Si Iteung tidak seberapa banyaknya. Tapi cukup untuk membikin dapur Si Iteung berasap lagi. Dan Si Bego tidak sering lagi nangis minta makan.

Akhirnya, Si Kabayan mulai merasa bosan berpura-pura bertapa di gua itu. Dan dia mulai sadar bahwa dengan perbuatannya itu dia pun telah berbuat kemungkaran pula. Dia telah ikut menghidupkan ketahyulan yang bukan-bukan di kalangan masyarakat, dengan jalan mengelabuin mata mereka. Dan kesadarannya itu telah membikin dia merasa benci terhadap dirinya sendiri. Jangan-jangan aku akan dapat stres juga nanti, pikirnya. Dia takut kena stres, karena suara otak, hati nurani dan perutnya sudah mulai bertabrakan. Kebetulan pada suatu hari datanglah seorang laki-laki yang merangkak-rangkak seperti kodok masuk gua. Orang itu tidak punya keluhan apa-apa, selain mengenai soal berikut. Katanya; "Begini, Kabayan. Saya ini sejak kecil punya cita-cita yang hingga kini tidak kesampaian juga."

"Cita-cita apa, kawan?"

"Begini, Kabayan. Aku ini telah memerlukan jauh-jauh datang ke gua bermacam-macam jimat. Kebetulan sejak kecil aku mengingingkan memiliki satu jimat yang sungguh aku perlu untuk memudahkan hidupku di dunia yang acak-acak ini."

"Jimat apa yang Anda perlukan itu, kawan?"

"Jimat yang bisa membikin aku kaya raya dalam sekejap mata, seperti di zaman sekarang kan begitu banyak orang-orang yang kemarin masih mengkrak-mengkrik, sekarang kok tiba-tiba bisa menjadi balioner-balioner yang harta kekayaannya melimpah-limpah sampai ke luar negeri. Nah, Kabayan, jimat semacam itulah yang aku sejak kecil sudah mimpi-mimpikan ingin memilikinya. Kasihlah aku jimatnya itu satu, dong."

Mendengar kata-kata orang itu, mata Si Kabayan tiba-tiba melotot, berbinar, mendelik, bergulir ke kiri dan ke kanan, lalu setengah membentak; "Tolol banget kamu ini, kawan! Kalau aku punya jimatnya yang kamu minta itu, mana mau aku kasihkan sama kamu. Mana mau aku berminggu-minggu nongkrong dalam gua yang bau kentut setan ini untuk sekedar mencari sesuap nasi." Dia marah sekali, sehingga orang itu cepat-cepat merangkak - rangkak keluar gua, seperti kodok yang ketakutan disepak pantatnya. Hari itu juga Si Kabayan merangkak-rangkak seperti kodok lagi, keluar dari lobang gua yang bau kentut setan itu. Kini dengan menyandang gelar MPP (Mantan Pertapa Palsu) yang takut kena penyakit stres.

Sumber : Si Kabayan Manusia Lucu oleh Achdiat K. Mihardja
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Si Kabayan Pura-Pura Bertapa Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Si Kabayan Pura-Pura Bertapa Sebagai sumbernya

0 Response to "Si Kabayan Pura-Pura Bertapa"

Post a Comment

Cerita Lainnya