Cerita Rakyat: Terjadinya Selamatan Duduk Perut

Alkisah Rakyat ~ Selamatan duduk perut yang selama ini dilaksanakan di Gorontalo, Limboto  bukanlah sekedar selamatan biasa saja, melainkan sudah menjadi adat kebiasaan disana bahwa setiap pasangan suami istri yang telah dilakukan dalam akad nikah yang sah, maka untuk hamil yang pertama diadakanlah selamatan duduk perut, yang mulanya berasal dari Raja Zulkarnain. Sekedar pengantar, baiklah kiranya dikemukankan terlebih dahulu tentang siapa dan bagaimana sebenarnya si Zulkarnain tersebut sebelum menjadi raja, dan sekaligus menjadi pengantar  kita untuk memahami isi cerita yang sebenarnya.

Sebelum Zulkarnain menjadi raja, para pemangku adat memang memegang peranan yang penting dalam masyarakat pada waktu itu, sehingga pada suatu ketika Zulkarnain didatangi oleh salah seorang pemangku adat dan meminta kesediaannya untuk diangkat menjadi raja di tempat itu. Mendengar permintaan yang demikian, seraya Zulkarnain menjawab dan berkata, "Saya belum bersedia diri untuk diangkat menjadi raja di tempat ini, berhubung saya masih sementara mengidam penyakit, yaitu bisul dibagian kepala saya yang makin lama makin besar sehingga kelihatannya seakan-akan sudah menyerupai tanduk."   


Pemangku adat itu menjawab dengan penuh rasa optimis bahwa dia akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengatasi masalah itu, dan akhirnya ternyata bahwa usahanya berhasil dengan baik, yaitu dengan jalan memotong kaki celana panjangnya. Kemudian bagian yang dipotong itu diserahkan kepada Zulkarnain dengan maksud agar dia pakai sebagai penutup kepalanya yang sekaligus dapat menutupi bisul yang sudah menyerupai tanduk itu, sehingga sampai sekarang ini celana panjang dari para pemangku adat di Gorontalo panjangnya hanya diantara buku-buku dengan pergelangan kaki. Karena alasan Zulkarnain sudah dapat diatasi dengan baik, maka dengan demikian Zulkarnain pun resmilah  menjadi raja di Gorontalo.

Pada saat-saat mulainya memangku jabatan raja, pada suatu ketika Zulkarnain menyuruh petugas kerajaan untuk mencarikan  seorang tukang Pangkas Rambut, yang tiada berapa lama kemudian mereka telah temukan dan terus datang bersama-sama mereka langsung menghadap kepada sang raja. Berkatalah Sang Raja kepada tukang pangkas rambut itu, katanya "Engkau ini akan aku jadikan tukang pangkas rambutku yang tetap, namun dengan catatan engkau harus jujur dan setia, sebab aku ini mempunyai tanduk dan tidak boleh engkau beritahukan kepada siapa saja. Jika engkau akan bukakan rahasia mengenai keadaan diriku yang bertanduk ini, maka akan kusuruh bunuh engkau."

Mendengar titah sang Raja demikian si tukang pangkas rambut itu pun setuju, sekaligus menyatakan kesediaannya kepada sang Raja. Mulailah ia melaksanakan tugasnya dengan baik terus menerus dan sampai meninggal ia tidak pernah menodai kepercayaan sang Raja kepada dirinya, sehingga tidak ada seorangpun dalam masyarakat itu yang sempat mengetahui rahasia tentang keadaan diri sang Raja yang bertanduk itu.

Atas meninggalnya itu, sungguh susah sang Raja memikirkan siapa gerangan kelak yang dapat menggantikan tukang yang sejujur itu, lalu segera memerintahkan kembali petugas kerajaan pergi mencari tukang yang di maksud, dan tiada berapa lamanya kemudian kembalilah mereka menghadap sang Raja bersama-sama dengan calon pengganti si mati dalam tugas memangkas rambut sang Raja. Seketika sang Raja melihat si calon itu, segera berkata, "Aku ini sebenarnya mempunyai tukang pangkas rambut yang tetap, tetapi sungguh sangat disayangkan karena saat ini dia telah tiada, dia telah pergi mendahului kita semua menuju ke alam baqa. Maka untuk itu aku minta agar engkau bersedia menggantikan tugasnya dengan catatan, engkau tidak boleh engkau beritahukan kepada siapa saja. Bila engkau akan bukakan rahasia mengenai keadaan diriku yang bertanduk ini, maka akan kusuruh bunuh engkau."

Demikian titah sang Raja yang langsung disambut dengan hangat oleh tukang pangkas rambut itu. Mulailah ia melaksanakan ketrampilannya dengan cermat tahulah ia dengan nyata dan terang bahwa sang Raja itu benar-benar bertanduk yang menyebabkan ia selalu gelisah dan tidak bisa tenang, rasanya ia tidak betah memendam hal yang seaneh itu.  Dalam suasana bathin yang penuh tanda tanya itu, mulailah ia mencari penyaluran semua agar hal itu tidak akan menjadi beban yang makin berat dalam jiwanya, maka pergilah ia seorang diri  ke tengah-tengah hutan belantara.

Makin lama ia pergi, makin jauh jarak yang ia tempuh dan akhirnya tibalah ia pada sebatang pohon kayu yang besar dan berlobang, maka tidak segan-segan lagi ia segera menyalurkan apa yang menjadi beban jiwanya selama ini. Jenis penyaluran yang ia laksanakan di tempat itu ialah berteriak dengan sekuat-kuatnya dan sepuas-puasnya serta berulang kali yang kata-katanya, "Raja bertanduk, Raja bertanduk, Raja bertanduk." Dengan demikian puaslah hatinya, legalah perasaannya lepaslah beban jiwanya, segeralah ia meninggalkan tempat itu dan melangkahlah kembali menuju rumahnya.

Kemudian pada suatu ketika orang-orang dari kampungnya masuk hutan dengan maksud mencari batang kayu yang bagus untuk dibuat menjadi beduk di mesjid. Secara kebetulan sekali mereka dapatkan batang kayu besar dan berlobang, lalu mereka  bawa ke kampung. Setiba di kampung mereka kerjakan bersama-sama sampai selesai, lalu digantung di mesjid, yang nanti dibunyikan setelah waktu sembahyang tiba. Tiada berapa lama berselang, waktu sembahyang pun tiba dan untuk itu beduk pun harus dibunyikan.

Seketika beduk dibunyikan, tercengang dan heranlah mereka yang sempat mendengar bunyinya berupa teriakan, "Raja bertanduk, Raja bertanduk, Raja bertanduk," seraya mereka bertanya-tanya kira-kira raja mana sebenarnya yang dimaksudkan bertanduk itu. Betapa malu bercampur marah Sang Raja langsung memanggil tukang pangkas rambut itu karena hanya dia satu-satunya yang mengetahui keadaannya yang sebenarnya, lalu bertanya katanya, "Apakah engkau telah ceritakan kepada masyarakat tentang diriku bertanduk.?" Tukang pangkas rambut, menjawab, "Tidak!" disertai penjelasan bahwa ia pada suatu ketika, karena terdorong oleh rasa tidak betah memendam rahasia yang sangat aneh itu, terus pergi ke tengah hutan belantara dan berteriak pada sebatang pohon kayu yang berlobang secara berulang kali dan sekeras-kerasnya dengan kata-kata, "Raja bertanduk, Raja bertanduk, Raja bertanduk," dan akhirnya ternyata batang kayu dimaksud sudah terambil oleh orang lain dari sana, lalu mereka jadikan beduk di mesjid itu.

Namun demikian, tukang pangkas rambut itu langsung dibunuh oleh petugas kerajaan atas perintah sang Raja. Oleh karena ia tidak bersalah lalu dibunuh, sehingga akhirnya setelah mayatnya dikuburkan atas kehendak dan izin dari Tuhan Yang maha Kuasa, kuburnya menjadi keramat sehingga menarik perhatian seluruh isi negeri itu untuk pergi berziarah kesana. Melihat keadaan yang ajaib itu pada suatu ketika salah seorang anak gadis dari Sang Raja memberitahukan hal itu kepada ayahnya sekaligus memohon supaya ia diizinkan untuk pergi berziarah ke sana.

Ayahnya menjawab,"Tunggu sebentar, "biarlah orang banyak itu kembali dulu semua, baru ayah beranak itu pergi kesana. Tiada berapa lama kemudian, melangkahlah keduanya ke sana, dengan maksud untuk pergi menziarahi kuburan keramat tersebut. Tiga bulan lamanya sesudah mereka berziarah kesana, tiba-tiba pada suatu saat si anak gadis itu memberitahukan kepada ayahnya bahwa ia sejak kembali dari kuburan itu menstruasinya tidak turun-turun lagi. Ayahnya menyesal dan segera memerintahkan kepada petugas kerajaan supaya memanggil dukun.

Para petugas kerajaan bersama seorang dukun datanglah dan langsung menghadap Sang Raja, dan Raja segera memberitahukan  bahwa menstruasi dari gadisnya sudah tiga bulan tidak turun-turun lagi sambil ia mengharapkan ketrampilan tangan dingin dan pengetahuan khusus dari Sang Dukun agar dapat menerka apakah anak gadisnya itu sudah hamil atau tidak. Segera Sang Dukun mempraktekkan keahliannya baik dengan jalan mengelus-elus perut si anak gadis maupun dengan cara-cara khasnya yang lain, lalu hasilnya segera diberitahukan, bahwa si anak gadis itu tidak hamil hanya menderita penyakit di perutnya.

Kemudian bulan keempat pun  tibalah, namun menstruasi belum turun juga dan dengan demikian dukun pun diganti dengan dukun yang lain. Demikianlah seterusnya sampai bulan yang ketujuh, dimana bulan silih berganti, dukun pun silih berubah, namun menstruasi belum kunjung turun. Kemudian bulan ke delapan pun tiba, namun menstruasi belum juga kunjung datang. Salah seorang hulu balang menghadap raja dan memberitahukan ada seorang dukun yang terkenal lagi ternama di negeri itu, tapi dukun itu hanya seorang lak-laki. Sang Raja memerintahkan agar dukun dimaksud segera dipanggil. Tiada berapa lama kemudian dukun terkenal lagi ternama itupun datanglah, dan sebagaimana dukun-dukun sebelumnya.

Maka ia pun mempunyai cara dan peragaan-peragaannya tersendiri dalam hal menerka apa gerangan yang terkandung dalam perut si anak gadis tersebut. Dengan penuh yakin, dukun itu memberitahukan hasilnya kepada Sang Raja bahwa si anak gadis tersebut telah hamil, dan kandungannya sudah berumur delapan bulan serta bayi dalam kandungan berjenis kelamin laki-laki, lalu dukun itupun kembali ke rumahnya.

Betapa marahnya sang Raja atas peristiwa yang menimpa anggota keluarganya, lalu disuruh bunuhlah anak gadisnya itu. Kekejaman yang keliru dari Raja sampai ke telinga dukun ternama lalu datanglah ia menghadap raja, sambil menjelaskan bahwa kandungan anak gadis raja benar-benar bayi yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi bayi itu terjadi bukanlah dari hasil pembuahan akibat pertemuan sel telur dengan sel sperma melainkan hal itu terjadi justru karena kekuasaan dan kehendak Tuhan semata-mata. Setelah mendengar penjelasan demikian, penyesalan sang Raja sungguh tak terkatakan lagi, seraya mengharapkan kepada dukun supaya segera pergi mencari orang yang bisa dan sanggup menghidupkan kembali anak gadisnya yang telah menjadi mayat itu. Dan sebagai jaminannya sekaligus akan diberikan kepada siapa saja yang dapat menghidupkan anak gadisnya.

Dukun itu pun segera pergi, mendaki gunung, menuruni lembah, menyusup masuk semak belukar, serta onak durinya, dan akhirnya sampai di pinggiran sebuah pantai, dari situ pandangannya, ditujukan ke laut lepas dan nampaklah di sana ada sebuah pulau kecil, lalu berdayunlah ia menuju ke pulau itu. Beberapa  saat kemudian sampailah ia kesana, dijemput oleh seorang yang hanya satu-satunya yang tinggal di pulau itu, lalu ia segera menyampaikan maksud tujuannya yaitu mengharapkan kesediaan orang pulau itu kiranya berkenan akan menghidupkan kembali anak gadis yang sudah mati dibunuh atas perintah raja sendiri.

Dengan penuh keikhlasan hati, orang pulau menyatakan kesediaannya, lalu datanglah keduanya menghadap  kepada sang Raja. Setiba mereka di rumah Sang Raja mayat dari anak gadis tersebut sudah dikafankan dan sudah diguling pada sebuah tikar, karena pada waktu itu usungan ataupun dokar belum dikenal. Jadi hanya dengan gulungan tikar itulah mayat dibawa ke kuburan. Memang mujur tak dapat  diraih pada saat itulah orang pulau tampil mempraktekkan pengetahuan khususnya dengan peragaan dan bacaan-bacaan khasnya dan terus melangkahi mayat itu sebanyak tiga kali. Langkah yang pertama dirangakaikan dengan lafal atau bacaan "KUN BI IZNI" (Kun berarti jadi, BI berarti Izini berarti izin) nanti pada langkah yang ketiga lafal atau bacaan sudah dilanjutkan dengan "KUN BI IZNILLAH" (Dengan izin Allah) mayat itupun bergeraklah, segera orang pulau mencabut keris dari ikat pinggannya lalu diirisnya semua tali-tali pengikat kafan dari anak gadis itupun berdirilah, terus turun tangga dengan rambut terurai. Orang pulau segera minta diri  kembali ke tempatnya.

Dari saat itu, hari berganti hari, minggu bertukar minggu dan akhirnya umur kandungan pun menjadi sembilan bulan sepuluh hari, sakitlah perut si anak gadis, petugas kerajaan pergi atas perintah Raja segera menjemput dukun ternama, yang sebelumnya telah memastikan terkaannya tentang isi kandungan, dengan suatu maksud Raja, bahwa jika seandainya akan terbukti bahwa hasil kandungan bukanlah bayi laki-laki melainkan lain, maka dukun itupun segera dibunuh sama halnya dengan tukang pangkas rambut. Perut tiada lama rasa sakit, saat kelahiran tibalah dan hasilnya adalah seorang bayi yang berjenis kelamin laki-laki, sungguh tepatlah tebakan atau terkaan dukun ternama itu.

Karena terkaan dukun tepat dan sudah terbukti dengan nyata kebenarannya, tambahan pula kehadiran orang pulau adalah justru karena usaha si dukun itu semata-mata, maka sang Raja ingin membalas jasa terhadap dukun itu, sesuai janji yang telah diucapkan sebelumnya, namun hanya disambut dengan penuh keikhlasan agar raja tidak perlu menyerahkan apa-apa kepadanya, sekaligus diikuti dengan saran-saran segera bersyukur dan membacakan doa selamat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas keselamatan anak-anak serta kebenaran terkaan dahulu, juga Sang Raja supaya segera memberi makanan kepada semua dukun yang silih berganti dimintai bantuan, sejak kandungan berumur tiga bulan sampai kandungan dilahirkan, jadi ada sebanyak tujuh orang dukun yang harus diberi makan itu.

Berdasarkan saran tersebut Sang Raja segera memerintahkan para petugas kerajaan untuk memasak makanan dimaksud, yaitu tujuh piring nasi warna-warni, dengan ikannya tujuh ekor, ayam panggang, tujuh butir telur rebus, jadi masing-masing memperoleh satu bagian dari tiap jenis.

Namun Zulkarnain berkuasa sebagai raja, tetapi karena ia telah menyuruh membunuh tukang pangkas rambut yang tidak bersalah, diturunkanlah, ia dari tahta kerajaan, lalu ditawarkan menjadi kadhi atau pemimpin agama di tempat yang sama. Dengan demikian pakaian kebesaran raja turut ditanggalkan termasuk tutup kepala yang menutupi tanduknya.

Tawaran menjadi kadhi ditolak oleh Zulkarnain dengan alasan tanduknya nanti kelihatan orang Pemangku adat pun todak kehilangan akal, terus memotong lengan atau tangan baju  dari salah seorang pagawai Syara'a (Syara'a adalah pelaksana urusan-urusan agama yang dibawah koordinasi Bapak Imam setempat), lalu bagian yang dipotong itu diserahkan kepada Zulkarnain menjadi penutup kepalanya.

Sampai sekarang pun pegawai Syara'a di Gorontalo Limboto masih ada yang pakai baju berlapis dua, bagian luar tiada berlengan dan tangan, itulah yang disebut Sadainya (Sadari berasal dari kata-kata Sadar dan ia, maksudnya ia atau pegawai syara'a itu sadar dan ikhlas dipotong lengan atau tangan bajunya, asalkan negeri itu mempunyai kadhi atau pemimpin agama). Demikian pula, bila diadakan selamatan duduk perut sajian makanan nasi warna-warni, ayam panggang dan telur rebus terus dihidangkan. Juga waktu pelaksanaan, biasanya pada saat kandungan pertama berumur 7 atau 8 bulan yang dilaksanakan oleh dukun setempat yang perlengkapannya berupa selembar tikar yang dialas di lantai dan bukan di ranjang, tempat berbaring sang istri di saat pelaksanaan acara selamatan. Kemudian pada saat selamatan hadir pula dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan, serta daun nibun atau daun kelapa dipakai sebagai ikat pinggang sang istri, baju burung tanpa lengan atau tangan bersama kain selimut untuk penutup bagian belakang dan kaki, sebuah keris dipakai sang suami yang siap melangkahi istrinya sebanyak tiga kali, langsung mengiris ikat pinggang sang istri.

Sementara itu diselingi pula dengan tanya jawab tentang umur kandungan dimaksud, kemudian selamatan diakhiri dengan bangkit berdirinya sang istri langsung turun ke halaman, diikuti dengan seluruh perlengkapan pelaksanaan diturunkan dan diletakkan  dihalaman rumah. Demikianlah asal-usul terjadinya selamatan duduk perut di Gorontalo.

Referensi Saya : Berbagai Sumber
loading...
Kamu sedang membaca artikel tentang Cerita Rakyat: Terjadinya Selamatan Duduk Perut Silahkan baca artikel Alkisah Rakyat Tentang Yang lainnya. Kamu boleh menyebar Luaskan atau MengCopy-Paste Artikel ini, Tapi jangan lupa untuk meletakkan Link Cerita Rakyat: Terjadinya Selamatan Duduk Perut Sebagai sumbernya

0 Response to "Cerita Rakyat: Terjadinya Selamatan Duduk Perut"

Post a Comment

Cerita Lainnya